5. Molden

18 1 0
                                    

Membran yang disentuh Laudi itu berdenyut seirama detak jatungnya sendiri. Orang ini masih hidup dan tengah diubah menjadi makhluk lain yang bukan dirinya sendiri. Laudi tidak bisa menahan amarahnya. Ia pernah mengalami hal serupa saat planetnya yang dulu diserang oleh bangsa Drakon.

Tanpa berpikir panjang, Laudi segera melakukan hal yang paling beresiko yang bisa dia lakukan sekarang. Ia harus membebaskan orang-orang ini! Gadis itu lantas memusatkan pikirannya untuk memperoleh sebuah belati pendek yang tajam. Detik berikutnya, sebuah portal lingkaran berdiameter tiga puluh sentimeter muncul di atas bahu Laudi.

Portal itu dilingkupi aliran listrik yang serupa petir mini, menjalar di sekeliling lingkaran. Cahaya terang kebiruan berpusar di tengahnya dan secara perlahan mengeluarkan sebilah belati bermata dua yang segera dicabut oleh Laudi begitu saja. Setelah belati itu berada dalam genggaman Laudi, portal listrik itu pun kembali tertutup lantas menghilang tak berbekas.

Laudi memutar belatinya, lalu mulai mencabik-cabik membran tipis yang ada di sudut tangga darurat. Cairan bening yang lengket membanjir keluar diikuti sebuah tubuh wanita yang meringkuk tanpa busana. Laudi mencoba menangkap tubuh itu, tetapi karena licin, ia tergelincir dan jatuh. Gadis itu pun membungkuk dan mengamati tubuh yang sudah meringkuk kaku tak bergerak itu.

Dari wajah dan penampilannya, Laudi megenali sosok itu sebagai salah satu petugas housekeeping yang sering ia temui saat membersihkan ruangan kamar hotel. Namanya Niken. Laudi mencoba menggoyang-goyangkan tubuh Niken, tetapi rupanya seluruh tubuhnya sudah merekat kaku dengan posisi memeluk lutut. Gumpalan daging menjadi semacam lem yang mengikat tubuh itu menjadi sedemikian rupa hingga tidak bisa lagi terlepas.

Laudi mendengkus marah. Dengan frustrasi ia melempar tinjunya ke arah organisme menjijikkan di bawah kakinya. Tubuhnya basah karena terpapar cairan dari membran yang mengurung tubuh Niken. Laudi kembali mengamati sosok mantan rekan kerjanya itu. Niken masih bernapas. Dadanya terlihat bergerak naik turun, menandakan bahwa aliran napas masih beredar di tubuhnya.

Laudi juga mencoba mengecek nadi Niken, dan tentu saja aliran darahnya masih berdenyut. Jantung Niken masih bekerja dengan baik. Akan tetapi kondisinya yang mengerikan ini tidak bisa diperbaiki lagi. Niken terlihat menutup matanya dengan damai sementara posisinya yang memeluk lutut sudah begitu kaku tak bisa digerakkan sama sekali.

"Udah telat ... ," gumam Laudi menahan emosi.

Gadis itu pun mengedarkan pandangannya. Sejauh yang bisa ditangkap matanya, setidaknya ada lima membrane berisi tubuh manusia di lantai itu. Gedung tempatnya berada itu memiliki tujuh lantai. Itu artinya ada sekitar tiga puluh lima manusia yang sudah terkurung dalam selaput membran organisme menjijikkan ini.

Laudi kembali menghela napas dengan frustrasi. Tidak ada yang bisa dia lakukan lagi. Kalau saja dia datang lebih cepat, mungkin orang-orang ini masih bisa dia selamatkan. Dengan muram, gadis itu kembali beranjak berdiri, berniat melanjutkan perjalanan.

Sayangnya, niat Laudi itu harus terhambat. Ia mendengar sebuah suara mencicit dari kejauhan. Laudi segera berubah waspada. Ia berusaha menajamkan indera pendengarannya lantas menyadari bahwa suara cicit itu berasal dari lantai atas dan bawah. Sepertinya ia sudah memancing kedatangan makhluk penjaga organisme ini. Kebetulan ia memang ingin melampiaskan amarahnya, karena itu Laudi sama sekali tidak gentar.

Sekali lagi ia menfokuskan pikirannya untuk mendapatkan satu belati lagi untuk tangan kirinya. Portal listrik kecil kembali muncul di atas bahu Laudi. Ia segera mencabut belati lain yang keluar dari portal itu, lantas memasang kuda-kuda dan bersiap menyambut kedatangan makhluk apa pun yang akan datang.

Suara mencicit itu terdengar semakin riuh dan semakin dekat. Menurut insting Laudi, setidaknya ada sekitar sepuluh ekor makhluk yang sedang mendatanginya dari dua arah: atas dan bawah. Dan benar saja, tanpa menunggu lama, sosok makhluk penjaga organisme inkubator itu pun muncul.

Wujudnya benar-benar sulit dideskripsikan. Makhluk itu hanya serupa gumpalan daging memanjang yang berbentu seperti leher jerapah berurat setinggi setengah meter. Tidak ada kepala di badan makhluk itu. Hanya dua kaki kecil dan dua cakar tajam yang menggapai-gapai ke depan. Suara cicit muncul dari derap langkah makhluk itu yang menggesek lantai organisme yang licin dan lengket.

"Molden ... ," geram Laudi yang langsung mengenali wujud makhluk yang tengah menyerbunya.

Molden-molden itu mulai menyerang Laudi dari dua arah. Dengan cekatan, gadis itu mengibaskan kedua belatinya untuk melindungi diri. Cakar para molden beberapa kali nyaris mengenai kulit Laudi. Namun ia berhasil berkelit dan memotong tubuh makhluk itu menjadi dua dengan belati tajamnya.

Pertarungan terjadi selama kurang lebih lima belas menit. Sesuai perkiraan Laudi, sepuluh ekor molden muncul menyerbunya dan mencoba menangkap Laudi dengan cakar-cakar kecil mereka. Meskipun dikeroyok, tetapi Laudi yang sudah mengingat kemampuannya, berhasil membunuh semua molden itu seorang diri hanya berbekalkan dua bilah belati.

Setelah selesai menghabisi molden-molden itu, perasaan Laudi menjadi lebih baik. Tubuhnya kini dipenuhi darah molden yang berwarna hijau pekat. Belatinya juga sudah berlumur darah molden. Penampilan Laudi benar-benar sudah tidak menarik lagi. Meski begitu ia merasa cukup puas. Rasanya sudah lama sekali sejak ia bertarung.

Semangat itu akhirnya membawa Laudi untuk turun menyusuri tangga darurat yang sudah dipenuhi organisme aneh ini. Ia yakin molden-molden lain masih banyak berkeliaran di bawah sana.

Sekali lagi dugaan Laudi tepat. Sepanjang perjalanan turun dari lantai lima, Laudi bertemu dengan makhluk-maklhuk tanpa kepala itu di mana-mana. Ia menggunakan dua belatinya dengan cekatan untuk memotong-motong tubuh monster itu sebelum mereka sempat menyentuhnya. Beberapa kali Laudi dikeroyok oleh beberapa monster sekaligus. Namun dengan cekatan ia membunuh mereka satu persatu hingga akhirnya tiba di lantai satu gedung hotelnya.

Laudi berhasil membasmi seluruh molden yang memenuhi tangga darurat. Meski begitu, Laudi tetap kecewa karena ia tidak bisa menyelamatkan teman-temannya yang sudah dikurung dalam membran. Orang-orang yang dikurung dalam selaput membran itu nantinya akan diubah menjadi makhluk mengerikan lainnya yang serupa dengan wujud bangsa Drakon.

Seharusnya gadis itu menghancurkan mereka semua sebelum berubah. Namun sejak ia menjadi manusia bernama Laudi, hatinya sudah menjadi lemah. Ia tidak sampai hati jika harus mencabik tubuh-tubuh orang yang dikenalnya. Dengan perasaan berat, Laudi akhirnya memutuskan untuk meninggalkan tangga darurat itu dan melanjutkan perjalanan menuju loby hotel.

The Fifth DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang