11. Rencana

6 1 0
                                    

Hewan-hewan dari kebun binatang itu pun mulai mendekat. Ada singa, macan putih, hingga rusa dan orang utan. Semua hewan itu terlihat tidak lazim. Tubuh mereka dipenuhi luka yang berdarah-darah, kedua matanya berwarna putih tanpa pupil hitam di dalamnya. Semuanya tampak marah dan menggeram buas ketika melihat Laudi dan Leo berdiri di depan rumah kaca.

Detik berikutnya, puluhan hewan buas itu menyerbu serentak ke arah Laudi dan Leo. Dengan cepat Laudi pun memberondongkan peluru dari senapan otomatisnya. Bunyi tembakan beruntun memecah keheningan hutan tersebut. Hewan-hewan buas yang terkena tembakan Laudi lantas terlontar ke belakang sejauh lima meter.

Di sisi lain, Leo memerintahkan ular raksasanya untuk menyerang para hewan buas yang menerkamnya. Basil mematuk-matuk hewan-hewan tersebut dengan moncongnya yang berbisa. Sekali mematuk, ular raksasa tersebut bisa mencaplok hingga tiga hewan sekaligus. Sementara itu, perut Basil yang tebal dan gemuk, melingkar melindungi tuannya.

Pertarungan sengit itu berlangsung selama beberapa saat. Hewan-hewan buas terus berdatangan seolah tidak ada habisnya. Beruntung peluru Laudi juga tidak habis-habis. Senjatanya itu menggunakan kekuatan ether untuk mengeluarkan peluru.

"Laudi! Aman?" seru Leo yang kini sudah berada di atas tubuh ular raksasanya.

Laudi masih berkutat dengan senjatanya. "Itu gajahnya agak susah mati!" sahut gadis itu sembari berusaha menjatuhkan beberapa ekor gajah yang mulai berderap ke arahnya.

"Naik sini!" seru Leo sembari mengulurkan tangan.

Laudi menyambut uluran tangan Leo itu lantas segera melompat dan mendaki ke atas tubuh Basil yang melingkar tenang di depan rumah kaca. Dari atas tubuh ular itu, Laudi kembali menembakkan senjatanya.

"Rupanya Moldennya beneran hewan-hewan kebun binatang ini. Mereka diinfeksi sampai jadi kayak gitu. Pantes semua kandang hewannya kosong," komentar Leo sembari memberi perintah pada Basil untuk mencaplok seekor babi hutan.

"Pertama kupikir hewan-hewan itu udah mati dimangsa molden. Taunya mereka yang jadi monsternya," tanggap Laudi sembari menghela napas. Akhirnya ia berhasil membunuh tiga ekor gajah yang tubuhnya sudah dipenuhi luka robekan.

"Abis ini gimana rencanamu?" tanya Leo kemudian.

Laudi menyambar air minumnya dari dalam tas slempangnya yang masih baru. Setelah menenggak beberapa teguk, Laudi pun akhirnya bisa merasa lebih baik.

"Bersihkan semua Moldennya. Lalu bakar jaringan organisme. Rumah kaca itu bisa jadi tempat shelter yang bagus. Semua kebutuhan hidup bisa diprovide di sana. Kalau ada ancaman, mereka bisa mengunci diri di dalam," terang Laudi menjabarkan rencananya.

"Tapi emangnya mereka mau disuruh tinggal dalam rumah kaca? Gimana kalau mereka mau pulang? Ketemu keluarga mereka?"

"Kamu juga tahu gimana keadaan di luar sana. Semua orang mungkin udah jadi inang Corux atau mati dibunuh Molden. Kecuali kita bisa nemuin shelter resmi, tempat ini adalah yang paling aman buat mereka," sahut Laudi tenang.

Leo mengangguk-angguk setuju. Usul Laudi tersebut memang benar. Tidak mungkin juga bagi mereka untuk membawa-bawa delapan belas warga biasa sepanjang perjalanan mencari tempat perlindungan yang aman. Satu-satunya cara adalah menyelamatkan daerah ini dari infeksi Corux hingga benar-benar steril.

"Oke kalau gitu rencanamu. Nggak bisa dipungkiri lagi kalau kamu emang ahli strategi sejak di Maldek dulu," ujar Leo pada akhirnya.

Laudi tersenyum simpul. "Bagus kamu ingat," jawabnya pendek.

Setelah itu, Laudi dan Leo pun kembali fokus untuk menyelesaikan perburuan mereka terhadap para hewan yang sudah berubah menjadi Molden, makhluk serupa zombie yang muncul akibat infeksi Corux. Bentuk Molden bisa berbeda-beda, tergantung tempat Corux itu jatuh. Ada yang berwujud daging tanpa kepala seperti di hotel. Molden jenis itu muncul dari jaringan organisme Corux yang sengaja 'dilahirkan' untuk melindungi wilayah. Biasanya itu terjadi karena tidak ada tubuh inang yang bisa dijangkiti. Corux akhirnya membuat Molden dari jaringannya sendiri.

Sementara para hewan buas mengerikan yang kini tengah dihadapi Laudi dan Leo ini adalah jenis Molden yang muncul karena infeksi. Corux menggunakan tubuh manusia sebagai sumber nutrisinya. Para manusia biasanya dikurung dalam selaput lendir dalam jaringan organisme Corux agar nantinya sari-sari kehidupannya akan membentuk tubuh Corux menjadi sempurna. Karena itu Corux tidak bisa membuat Molden dari tubuh manusia. Satu-satunya makhluk yang diincar oleh Corux untuk diubah menjadi Molden adalah para hewan.

"Kayaknya udah mau habis ini," kata Leo sembari turun dari perut Basil.

Laudi setuju. Jumlah hewan buas kini sudah menyusut. Tidak ada lagi yang datang. Sebagai gantinya, mayat-mayat hewan itu kini berserakan di seluruh area. Mereka harus membakarnya agar hingga tidak menyisakan jaringan Corux lain yang bisa menginfeksi dan menyebar luas.

Setelah akhirnya semua Molden berhasil dibasmi, Laudi pun bergegas mengambil kembali alat penyembur api dari portal dimensinya. Gadis itu pun mulai membakari sisa-sisa jaringan Corux yang lengket dan bau. Leo pun tidak membuang-buang waktunya dan segera ikut membantu Laudi membereskan tempat itu. Setelah mengembalikan Basil ke dimensi spirit, kini Leo mengeluarkan selusin salamander api berukuran dua meter dari dalam portalnya sendiri. Semua salamander berkulit merah hitam itu diperintahkan oleh Leo untuk mulai membakar semua jejak Corux di seantero kebun binatang.

"Kalau soal eksekusi, emang kamu ahlinya, Leo. Cepat, tangkas dan efisien," puji Laudi sembari memperhatikan para salamander api Leo yang segera melesat ke segala arah sembari menyembur-nyemburkan api di area yang terinfeksi.

"Yah, begitulah. Semoga aja nggak sampai kebakaran hutan. Aku harus manggil hujan kalau sampe kejadian kayak gitu," sahut Leo sembari mengeluarkan sebungkus rokok filter dari saku celana koboinya. "Mau?" lanjut pemuda itu menawarkan rokoknya.

Laudi menggeleng pelan. "Aku nggak suka komplikasinya. Kamu tahu sendiri tugasku berstrategi," jawab gadis itu enteng.

"Okelah." Leo menanggapi sembari menghisap rokoknya dengan nikmat. "Sekarang, karena kamu bermaksud untuk bikin shelter di sini, artinya induk Corux itu harus dibasmi kan?" tanya Leo kembali fokus pada topik utama.

Laudi mengangguk pelan. "Aku mau coba panggil Javelin," tanggap gadis itu sembari menatap nanar ke arah langit. Di kejauhan tampak tubuh putih Corux yang sudah semakin bertumbuh sedikit demi sedikit.

"Serius Javelin? Itu sama aja ngeledakin separuh area ini," komentar Leo terkejut.

"Itu satu-satunya cara. Nah karena itu, aku butuh bantuan kamu. Waktu peluru kendalinya ditembakkan, rumah kaca ini harus tetap aman. Jadi bisakah kamu tetep ngelindungi rumah kaca?" tanya Laudi sungguh-sungguh.

Leo tampak berpikir sejenak. "Bisa sih. Tapi tetap ada resikonya. Cuman nggak besar dampaknya," sahut pemuda itu kemudian.

"Asal orang-orang itu aman sepertinya nggak masalah. Kamu sendiri aman kan?" Laudi memastikan, khawatir permintaannya mungkin akan melukai Leo.

"Tenang. Aman, kok."

Laudi pun mengangguk puas. "Oya, dan jangan lupa panggil Lola balik. Sama tiga orang itu," lanjutnya mengingatkan.

The Fifth DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang