15. Pemuda yang Terjebak

4 1 0
                                    

"Kita harus merawat luka-luka kalian," kata Laudi melihat dua rekannya bersimbah darah.

"Kamu juga terluka, Laudi," sahut Leo tak kalah cemas.

Kara menyeka darah yang mengalir di keningnya. Tadi ia terkena hantaman benda keras yang terlempar saat melawan Molden. "Ngomong-ngomong, kalian sadar nggak, sih, monster-monster itu kabur ke dalam bandara, terus mereka kayak berkerumun gitu sekarang," ujar gadis itu sembari menunjuk ke arah bangunan bandara.

Laudi mengikuti arah yang ditunjuk oleh Kara. Terlihat dari dinding kaca, para Modlen reptil berkerumun di atrium luas di dalam bangunan. Jauh di belakangnya, tampak Corux raksasa yang sudah memiliki tubuh yang lebih sempurnya. Tampaknya Corux itu berada di landasan pesawat yang sudah tidak digunakan.

"Ada Corux besar di sana. Apa perlu kita cek ke dalam?" tanya Leo turut menatap ke kejauhan.

Corux itu berwarna putih, mirip dengan yang pernah ditemui oleh Laudi dan Leo di dekat kebun binatang. Namun tubuhnya jauh lebih besar dan lengkap. Sepasang tangan panjang bersisik sudah tumbuh di kanan kiri tubuh Corux tersebut. kepalanya juga tidak lagi polos, melainkan dihiasi sisik-sisik halus dengan wajah menyerupai reptil. Kedua matanya masih terpejam, karena perubahan tubuhnya belum sempurna. Sepertinya Corux itu belum berhasil menumbuhkan kakinya.

"Kita lanjut aja. Corux itu udah di luar kemampuan kita. Sebaiknya kita menjauh dari sini," ucap Laudi.

Leo tampaknya setuju-setuju saja dengan saran tersebut. Akan tetapi Kara masih menatap ke dalam bangunan bandara dengan ekspresi cemas.

"Paling nggak kita cek dulu, bentar gimana? Aku ngerasa ada seseorang yang selamat di sana. Molden-molden itu kayak berkumpul kayak lagi berusaha nyerang seseorang," pinta Kara sungguh-sungguh.

"Kalau pun ada yang selamat, dengan jumlah Molden sebanyak itu, mereka nggak akan bisa bertahan lama," komentar Laudi.

"Karena itu kita harus bantu mereka." Kara bersikeras.

Laudi menarik napas panjang. Kebaikan hati Kara memang tidak pernah berubah sejak ia menjadi Ehill. Gadis itu akan tetap memaksa walau dicegah seperti apa pun. Tidak ada gunanya berdebat dengan Kara soal keinginannya menolong orang lain. Karena itu Laudi pun terpaksa menyetujuinya.

"Yaudah, ayo kita cek bentar. Leo?" tanya Laudi beralih pada satu-satunya pemuda di kelompok tersebut.

Leo mengangguk singkat. "Aku ngikut aja. Mau ke sana ya oke," jawabnya.

Akhirnya ketiga orang itu pun berjalan ke arah bandara. Laudi mempersenjatai tiga kawannya yang lain dengan senjata-senjata yang ia panggil dari dalam portal dimensinya. Sebuah pedang panjang untuk Kara, kapak besar bermata dua untuk Leo dan sebuah senapan otomatis untuk dirinya sendiri. Kedua rekannya itu lebih nyaman bertarung dengan senjata tajam daripada senjata api. Karena itulah mereka berdua meminta pedang dan kapak. Menggunakan senjata api membutuhkan kelincahan dan tingkat akurasi yang tinggi.

Setelah berhasil masuk ke dalam bangunan bandara berdinding kaca, Laudi, Leo dan Kara segera menyerang para Molden yang berkerumun. Pertarungan kembali pecah di dalam atrium bandara. Troli-troli kosong berserakan, berikut koper-koper dan tas besar tanpa pemilik. Keadaan di dalam bandara benar-benar sudah kacau.

Seluruh permukaan dinding lantai hingga langit-langit sudah dipenuhi oleh jaringan organisme Corux. Beberapa membran tupis tempat inkubasi tubuh manusia yang diubah menjadi sosok Drakonian, terlihat sudah robek dan kosong. Para Molden reptil itulah wujud mereka yang sekarang, terlahir kembali dari dalam jaringan organisme Corux.

Meski begitu, jumlah Molden yang berada di dalam bandara sudah tidak sebanyak tadi. Karenanya Laudi, Leo dan Kara bisa cepat membereskan mereka. Setelah semua Molden berhasil dibasmi, ketiga orang itu pun menemukan anomali paling aneh yang pernah mereka lihat sejauh ini.

The Fifth DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang