22. Portal Memori

4 0 0
                                    

Setelah semua orang berhasil mengatasi kesedihan mereka masing-masing, rombongan tersebut lantas mulai mengitari seluruh alun-alun. Tubuh-tubuh manusia yang sudah tidak utuh berserakan di berbagai tempat, bercampur dengan tubuh Molden berdarah hijau. Laudi menatap pemandangan miris itu dengan hati bak teriris sembilu. Mereka tidak mungkin bisa menguburkan semua tubuh yang sudah tercerai berai itu.

Satu-satunya yang bisa dilakukan Laudi untuk Nathan adalah menemukan tubuh keluarganya. Mereka rupanya terkubur di balik puing-puing bangunan yang hancur rata dengan tanah. Dengan bantuan rekan-rekan yang lain, jenazah kedua orang tua Nathan pun dikeluarkan dan dikuburkan dengan layak di salah satu pusara kota tersebut. Tubuh mereka berdua masih utuh meski dipenuhi luka lebam dan pendarahan di mana-mana.

Nathan sama sekali tidak berusaha terlihat kuat. Anak itu menanggis sesenggukan selama beberapa waktu karena rasa kehilangan yang begitu besar. Laudi dan teman-temannya yang lain terus berada di sisi Nathan, menghiburnya dengan kehadiran mereka yang penuh simpati. Ada rasa sesal yang menelusup di hati Laudi.

Seandainya saja mereka datang lebih cepat, mungkin kejadian pilu ini bisa dicegah. Namun Laudi segera membuang pikiran penuh penyesalan itu. Meski segalanya terulang, Laudi tetap tidak yakin bisa menyelamatkan seluruh teman-temannya di waktu yang tepat. Mereka semua terpencar di tempat yang berbeda-beda. Sudah begitu, Rendra juga punya batasan atas kemampuannya karena raga manusia yang tidak bisa menjadi wadah sempurna bagi jiwa mereka. Maka dari itu Laudi pun menyadari bahwa penyesalan ini tidak ada gunanya. Mereka harus tetap melangkah maju dan menemukan anggota terakhir untuk bisa menutup gerbang dimensi.

"Kalau kita semua udah berkumpul, berati sisa Tranqiel?" gumam Nathan sembari bangkit berdiri dari pusara orang tuanya. Tubuh remajanya tampak rapuh. Meski begitu Laudi tahu bahwa Nathan menyimpan kekuatan yang besar, baik secara mental maupun fisik.

"Aku udah nyoba nyari Tranqiel. Tapi keberadaannya terlalu jauh dari perimeterku," sahut Rendra menjawab.

"Sampai mana batas jangkauan kekuatanmu, Rendra?" tanya Laudi kemudian.

Rendra terdiam sejenak untuk mengingat jangkauan terakhirnya saat menggunakan kekuatan portal. "Aku udah memindai hampir seluruh wilayah Negara ini. ke utara aku bisa mencapai Malaysia dan sedikit wilayah Vietnam. Tapi di sana juga nggak ada tanda-tanda orang itu. Satu-satunya daerah yang belum terpindai itu wilayah timur. Jangkauan terjauhku cuma sampai Ambon," terang pemuda berkacamata hitam itu.

"Berarti Papua, ya," ucap Leo mengambil kesimpulan.

"Feelingku juga di sana. Meski kita kepencar-pencar, tapi pasti nggak bakal terlalu jauh," timpal Dipa kemudian.

"Kalau gitu kita langsung ke sana, aja. Sebagian besar Corux udah bangun. Mungkin Tranqiel juga lagi terdesak di sana." Nilam turut menyahut.

"Semoga dia baik-baik aja," kata Kara penuh harap.

Laudi berpikir sejenak, lantas menemukan satu jawaban. "Jayawijaya. Pegunungan salju itu di Papua, kan? Kalau aku jadi Tranqiel, aku pasti bakal ada di sana," ujar gadis itu penuh keyakinan.

Tampaknya seluruh rekan-rekannya yang lain pun langsung setuju. Sejak di Maldek dulu, Tranqiel adalah sosok penyendiri. Bukan tanpa alasan kenapa orang itu memilih menyingkir seketika setelah kekuatannya bangkit. Di antara mereka berdelapan, kemampuan Tranqiel adalah yang terkuat. Bahkan Laudi, sebagai pimpinan tim itu pun mengakuinya. Namun dampak dari kekuatan Tranqiel membuatnya terpaksa untuk mengasingkan diri.

Kemampuan Tranqiel benar-benar berbahaya, bahkan jika dibandingkan dengan tujuh kekuatan lainnya yang digabungkan. Tranqiel memiliki portal pembisik, kemampuan untuk mengendalikan pikiran makhluk apa pun yang ada di sekitarnya. Tidak peduli sekuat apa pun seseorang, Tranqiel bisa dengan mudah menguasai pikirannya dan membuat orang tersebut mengikuti keinginannya.

The Fifth DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang