13. Ehill

5 1 0
                                    

Roan dan Abbas melesat keluar dari kebun binatang menuju tempat Corux raksasa itu berdiam diri. Setelah sampai di titik yang tepat, mereka pun berhenti dan Laudi yang sudah turun dari tungganganya kembali membuka portal dimensi. Portal itu jauh lebih luas dari biasanya. Laudi mengeluarkan sebuah senjata berat yang cukup besar: Basilistik.

Senjata itu merupakan peluru kendali atau rudal sepanjang dua meter yang memiliki kemampuan ledakan besar. Laudi mengambil peluncur roket tersebut lantas memanggulnya di bahu sembari berlutut dengan satu kaki. Dia arahkan peluncur roket tersebut ke induk Corux yang sepertinya mulai bergerak-gerak gelisah karena menyadari bahwa seluruh inangnya di kebun binatang telah dihancurkan. Laudi harus segera menembak sebelum Corux tersebut bangun.

Setelah membidik dengan tepat, semburan api pun menyala di ekor Javelin. Detik berikutnya misil meluncur dari pelontar yang dipanggul Laudi. Dengan semburan api yang menekan kuat, misil tersebut melesat cepat tepat ke wajah sang Corux dalam waktu kurang dari satu menit.

Dentuman besar terdengar, menggetarkan seluruh area yang dipijak oleh Laudi. Namun gadis itu belum selesai. Misil kedua dia tembakkan, meluncur lurus dengan semburan api yang menjadi daya dorong sang misil. Induk Corux raksasa sudah terbangun berkat serangan pertama tadi. Matanya membelalak marah dan hendak membalas serangan tersebut dengan semburan gas beracun. Namun terlambat. Misil kedua Laudi justru berhasil masuk ke dalam mulutnya dan meledakkan sang Corux dari dalam.

Sang Corux menggeliat kesakitan. Kedua matanya menatap nyalang dan buas. Separuh tubuhnya hancur dan membuat sebagian besar area di bawahnya turut berantakan. Gempa bumi ringan terjadi di area tersebut akibat gerakan Corux raksasa serta dua ledakan misil.

"Ayo, kita harus pergi dari sini!" seru Leo menarik Laudi. Bangunan-bangunan rumah sudah porak poranda akibat getaran yang disebabkan oleh ledakan Corux.

Laudi pun akhirnya bangkit berdiri dan kembali menunggangi Roan. Bersama Leo yang duduk di atas punggung Abbas, keduanya pun berlari menjauhi area pertempuran yang sudah menghancurkan separuh area kebun binatang dan rumah-rumah penduduk di sekitarnya.

"Kemana kita sekarang?" tanya Leo yang berlari menyejajari Laudi di atas tunggangannya.

"Pelabuhan! Kita akan menyeberang!" sahut Laudi setengah berteriak, mengalahkan suara deru angin yang mengiringi perjalanan mereka dengan kecepatan penuh.

"Nggak cari shelter dulu?" tanya Leo lagi.

Laudi lantas memelankan laju tungganganya dan berlari sekadarnya. "Corux itu hanya menginfeksi daratan kering. Tempat paling aman dari infeksi Corux adalah area yang dekat dengan air. Karena itu pasti di pelabuhan ada satu shelter yang bisa kita temukan. Itu menurutku," lanjut gadis itu menerangkan.

"Tapi hotel tempat kita ketemu kemarin juga pinggir laut."

"Di hotel nggak banyak petugas bersenjata. Gimana mau ngelawan Corux. Dan lagi di pelabuhan, kebanyakan aktifitas manusia itu berdekatan sama air. Beda sama hotel yang masih ada jaraknya dari pantai," terang Laudi dengan sabar.

"Iya juga sih. Tapi kamu yakin di sana ada shelter? Kita nggak coba keliling dulu sebelum nyeberang," sahut Leo masih ragu.

"Kita lihat dulu di sana. Kalau emang nggak ada shelter, kita cari di tempat lain sebelum nyeberang," jawab Laudi kemudian.

Leo menyetujui usul tersebut. Keduanya pun melesat sangat cepat menuju pelabuhan. Di setiap perjalanan mereka, jaringan-jaringan Corux tampak mendominasi pemandangan. Gedung-gedung besar, pusat perbelanjaan semua telah terinfeksi jaringan lengket berbau busuk tersebut. Beberapa kali mereka juga menemukan induk-induk Corux yang sedang berinkubasi. Meski begitu ukurannya tidak sebesar yang mereka temui di Kebun Binatang.

Laudi mencegah Leo untuk mengganggu mereka karena jika ia hanya fokus pada pembersihan Corux, maka waktu mereka akan habis. Gelombang kedua dari kaum Drakonian akan segera muncul. Pasukan yang jauh lebih kuat dan sulit dihadapi. Jika itu terjadi, maka perang besar tidak terelakkan lagi. Bumi justru akan hancur.

Karena itu Laudi harus fokus untuk menutup gerbang dimensi tempat para Drakonian itu muncul. Gerbang itu hanya akan tertutup dengan menyatukan kedelapan batu energi milik titisan kaum Maldek. Batu itu juga yang akan menghancurkan seluruh Corux yang sudah menginfeksi bumi dengan kekuatan energi yang murni.

Meski begitu, tugasnya benar-benar tidak mudah. Menemukan enam orang lainnya yang memiliki batu itu di antara banyaknya manusia yang masih bertahan pasti memakan waktu. Kalau saja Ehill sudah ditemukan, Laudi bisa menemui rekan-rekannya yang lain dengan lebih cepat.

"Pelabuhan udah dekat!" seru Leo membuyarkan lamunan Laudi.

Gadis itu kembali melihat ke depan. Jauh di depan sana ia bisa melihat sebuah papan nama besar bertuliskan 'Pelabuhan Penyeberangan Gilimanuk'. Laudi segera menghela Roan untuk berlari lebih cepat. Sedari tadi perjalanan mereka memang tidak terlalu banyak kendala. Tidak ada satu manusia pun yang mereka temui. Hanya bangkai-bangkai kendaraan tak bertuan yang berserakan di sepanjang jalan. Roan dan Abbas melompati barisan mobil-mobil yang teronggok liar di jalanan dengan mudah. Hingga akhirnya mereka pun sampai di pintu masuk pelabuhan.

"Kayaknya aman, nih," gumam Leo mengamati ke arah jalan masuk pelabuhan dengan seksama.

Tidak ada bangunan besar di sana. Hanya lapangan parkir luas yang berisi mobil-mobil yang sudah berserakan. Laudi dan Leo pun memacu hewan tunggangan mereka untuk berjalan masuk dengan hati-hati. Sejauh ini tidak ada tanda-tanda infeksi Corux. Tempat itu bersih dari jaringan-jaringan lengket serupa daging mentah. Dan karena itu Molden tentu tidak akan mungkin ada di sana.

Sayangnya, Laudi juga tidak menemukan satu manusia pun di tempat itu. pelabuhan tersebut lengang dan hanya terdengar suara debur ombak yang memecah daratan. Angin laut menyapu wajah Laudi, membawa serta aroma garam yang kuat. Teriknya matahari membuat udara sedikit lengket.

"Nggak ada orang di sini," ucap Leo sembari berkeliling dengan Abbas.

Laudi terus merangsek masuk ke dalam pelabuhan, menuju jembatan penyeberangan. Namun tiba-tiba sebuah portal dengan aliran listrik berwarna hijau muncul di hadapannya. Roan yang terkejut segera menggeram waspada. Akan tetapi Laudi justru mendesah lega.

"Leo! Kita nemuin Ehill!" serunya penuh syukur.

Leo segera menyusul Laudi sembari memasang raut girang. "Portal itu ... ini portalnya Ehill," sahutnya riang.

Tak lama kemudian, portal dimensi yang berpusar semakin besar itu memunculkan sosok perempuan muda dengan rambut ekor kuda. Gadis manis itu muncul sambil membawa sebuah tongkat bisbol berwarna merah. Namun ketika melihat Laudi dan Leo, ia menurunkan tongkatnya dan segera memasang ekspresi ceria.

"Qael! Nax'il! Itu kalian kan?" ujar gadis itu tak percaya.

Laudi dan Leo pun segera turun dari tunggangan mereka dan berjalan mendekati sang gadis yang dikenali Laudi sebagai Ehill, salah satu dari delapan rekannya dari Maldek yang menitis ke Bumi.

"Kamu ada di sini ternyata," sambut Laudi sembari memeluk gadis itu.

The Fifth DimensionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang