28. Bukti

4.2K 589 16
                                    

28. Bukti

"Kenapa Kak Yellow bisa berakhir di sini?"

"Karena Peter."

"Peter?"

"Iya. Oh, kamu gak tau ya? Aku tuh kembar tau. Peter ini kembaran aku. Tapi dia nyebelin. Aku gak suka."

"Kenapa gak suka?"

"Peter suka hasut-hasut aku. Sebenarnya pas udah lulus sd aku gak lanjut sekolah dan dibawa kesini, makanya bisa ketemu kamu. Tapi tiba-tiba aja setahun berikutnya aku disuruh sekolah lagi. Waktu itu aku bersedia ninggalin kamu dan pulang sebentar karena tadinya mau bilang papa biar diijinin sekolah bareng kamu aja, tapi peter bilang aku bukan cuma disuruh sekolah, tapi juga bakal dijodohin sama Regan. Peter bilang aku gak akan bisa ketemu kamu lagi."

"Kakak percaya gitu aja?"

"Awalnya enggak. Tapi ucapan peter terbukti. Pas aku pulang, Regan ada di rumah. Nungguin aku. Ya aku kan jadi kesel! Makanya ... aku tembak dia."

"... Peter yang nyuruh?"

"Iya."

"... Aku baru tau Kakak bisa nembak."

"Oh, itu. Aku keren kan? Hehe. Tapi sebenarnya aku gak bisa."

"Peter ngajarin Kakak nembak?"

"Iya. Peter itu suka koleksi pistol-pistol sama pisau-pisau. Pisau kuning yang aku kasih ke kamu juga itu punya dia. Waktu itu dia kasih aku pistol, terus ngajarin aku. Dia bilang, aku bisa ketemu kamu lagi kalo Regan aku tembak. Tapi aku gak langsung bisa. Makanya pelurunya nyasar ke mana-mana. Kena sama papanya Ganesh juga."

"Itu yang bikin Kakak berakhir di sini?"

"Iya. Tadinya aku maksa mau cari kamu. Tapi Peter bilang, aku harus tunggu di sini."

"... Kenapa?"

Regan menarik napas. Memejam sejenak. Bungkam mendengar rekaman itu hingga selesai.

"Biar bisa ketemu kamu lah. Peter bilang, aku akan dipenjara kalau buka mulut dan mengaku ingat. Terus gak bisa ketemu kamu."

Jadi benar keyakinan Regan selama ini. Bahwa Putri memang seberarti itu untuk Briena. Dan Peter selicik itu untuk memanfaatkan obsesi kembarannya. Menghabisi Regan tanpa mengotori tangannya sendiri, juga mempermainkan hidup kembarannya sesuka hati. Mungkin itu sejenis permainan menyenangkan bagi psiko gila sepertinya.

"Lagian cuma nembak gitu doang, kenapa harus dipermasalahin banget sih. Orang-orang tuh pada lebay. Peter aja sering nembak dan nusuk-nusuk orang, tapi biasa aja."

"Katanya Peter nyebelin, kok Kakak nurut banget?"

"Ah, soal itu ... Sebenarnya, meski nyebelin, Peter sayang banget sama aku tauu. Kadang suka peluk-peluk sama cium-cium-"

Lalu decih jijik Ganesh terdengar. Namun Regan yakin bukan karena terkejut, sebab Ganesh pasti sudah lebih dulu mendengarkan semuanya sebelum rekaman itu diberikan.

Obrolan demi obrolan dalam rekaman yang Regan yakini Putri dapatkan tidak hanya dalam satu hari itu terus diputar hingga selesai, hingga Regan paham keseluruhan cerita. Dan persis yang seperti Ganesh katakan, rekaman tersebut ibarat pengakuan tidak langsung Briena atas tindakannya di masa lalu, juga kartu as yang bisa menguak kegilaan Peter satu per satu.

Regan juga tahu Putri tidak akan berdiam diri. Putri itu, meski selalu santai dan memilih cara simpel dalam hal apapun, bukanlah tipe pasrah dan terima takdir begitu saja. Akan tetapi, yang benar-benar Regan tidak habis pikir, kenapa Putri bertindak sendiri?

Regan tengok sepupunya. "Putri udah serahin ini ke elo. Kenapa lo kasih ke gue?" Ganesh bisa langsung menyerahkan ke tim pengacara, jika mau.

"Gue nunggu bukti lain."

Oh ya? "Gue kira elo cuma bergurau saat bilang suka-"

Tok tok!

Lalu pintu ruang kerja Regan diketuk. Berikutnya Niel masuk, dengan seringai lebar. "Gue dapet." Ditunjuknya Ganesh. "Lokasi yang lo kasih, berhasil gue lacak." Lalu dari sakunya, Niel keluarkan satu benda kecil. "Peter Lim gak akan bisa berkutik dengan ini. Bahkan dengan bantuan si hakim rakus sekalipun."

**

"Ck jadi makin sayang." Begitu celetukan Niel usai genap mendengar rekaman milik Putri. Lalu sorot tajam Regan mengarah padanya sedetik kemudian. "Becanda tuan." Niel terkekeh. "Tenang. Putri itu keturunannya Barsha, kan? Anjir! Gue kaget sih. Yeah, privasi Barsha emang yang paling sulit ditembus di antara keluarga kalian. Tapi itu bagus. Sekalipun udah dipastikan dia akan jadi saksi, yang lindungin dia itu tiga keluarga berpengaruh sekaligus. Baskoro, Tedjakusuma, dan Barsha. Beuh! Sejak awal gue udah feeling sih si Putri itu spesial, pake telor lima! Wkwk."

Biasanya, Ganesh akan menimpuk kepala Niel dengan bantal sofa. Namun kini, Ganesh hanya diam saja. Niel tengok Regan yang juga sedang memijit pangkal hidung. "Kok jadi pada layu gini?"

Regan putar kursinya menghadap dinding kaca dengan lanskap langit cerah. Sejak kemarin sore, Regan memang sudah mencium gelagat tidak biasa Putri. Perbedaannya hanya bisa dirasakan saja, tapi memang terasa ada yang lain. Apalagi ketika tiba-tiba si anak ayam memanggil Namanya, yang mana merupakan permintaan yang sulit sekali gadis itu turuti.

"Makasih udah mau menyesuaikan diri sama aku, dan kehidupan aku." Itu ucapan Putri yang masih terasa sedikit mengganjal bahkan hingga kini, ketika dia mengingatnya lagi. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan. Namun semalam, Regan terlalu kaget dan senang untuk bertanya.

Sebelumnya, Regan tidak pernah sesenang itu ketika mendengar namanya dipanggil. "Mau langsung tidur?" Regan menahan Putri yang hendak masuk kamar saat itu. "Sini dulu." Lalu ditariknya si anak ayam ke dalam pelukan. "Kamu tau? Berkat kamu, sekarang aku bisa melihat dunia ini lebih baik, lebih beragam, dan lebih cerah."

"Iya?" Putri mendongak.

Regan tersenyum. Lalu-

Cup!

Bibir yang selama ini hanya bisa dia pandangi sebab khawatir si anak ayam terlalu kaget jika dikecup tiba-tiba itu, sungguhan Regan kecup. "Iya."

Regan terpejam. Itu momen semalam. Lalu paginya, si anak ayam masih tetap cerah.

"Sini, aku pakein." Putri berdiri semangat di depannya. Memasang dasi. "Tumben sih sekarang pake dasi terus?"

"Iya. Ada meeting penting. Gak bisa berpenampilan ala-ala brengsek tajir dulu."

Putri tergelak. Sementara Regan terkekeh. Dia tentu masih ingat gerutuan Putri saat dirinya marah-marah lantaran gadis itu tidak bisa memasang dasi.

"Gimana lo bisa nemuin lokasi itu?" Lalu tanya Ganesh pada Niel mengembalikan fokus Regan pada saat ini.

"Dua anak buah gue nyaris mati." Niel menggeleng miris. "Tapi udah beres. Mereka selamat. Hidup."

Regan putar lagi kursinya menghadap mereka. "Gimana-"

Drrrt drrrrt!

Lalu getar ponsel mengurungkan tanya yang hendak Regan lontarkan. 'Lily?' Segera Regan jawab telepon itu.

"Di mana?"

"Kantor."

"Oke. Dengerin gue baik-baik."

Satu per satu ucapan Lily Regan dengarkan dengan seksama. Sekilas, ditengoknya dua kawan yang menatapnya ingin tahu. Lalu Regan membeku sedetik setelahnya.

"Dia kehilangan banyak darah."

Tbc

Pendek ? 😇
Sampai jumpa chapter depan

[✓] TerikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang