37. Terikat (End)

11.9K 657 30
                                    

37. Terikat (End)

"Yak!! Gue paham elo berdua lagi kangen-kangenan. Tapi ya jangan ngegantung tamu di sini juga, Kutu!!" Niel mencak-mencak di telepon. Mencerocos tidak henti. "Telat berapa jam ini!!!!" Kekeh Ganesh juga terdengar di sebelahnya. "Jangan didenger. Formalitas aja itu. Sok-sokan protes padahal lagi nikmatin wine sambil godain Chirina."

"Woy!" Regan meremat ponselnya. "Jangan macam-macam lo ya!"

Dalam pelukan Regan, Putri tertawa pelan mendengar perdebatan mereka.

"Iya. Iya. Bentar lagi ke sana." Lalu telepon diakhiri. Regan kantongi ponselnya kembali, lalu melilit Putri lagi dengan dua tangan. Benar, kan, apa yang Putri bilang! Pelukan semalaman saja pasti kurang! Kalau dikalkulasikan, kadar kangen mereka itu seperti pelukan satu jam perhari dikalikan 730 hari atau dua tahun. Nah, selama itulah mereka harus berpelukan. Tapi bisa dikurangi dengan variabel tambahan. Seperti yang mereka lakukan beberapa saat lalu, misalnya. Tidak terhitung berapa kali Putri memukul Regan sebab lelaki itu kelewat geregetan dan membuat napasnya nyaris habis. Putri bahkan memekik kecil ketika bibir bawahnya digigit beberapa kali.

"Harus dipoles lagi kalau begini," sungutnya.

Regan mengulum senyum. "Kenapa?"

"Kamu ngabisin lipstik aku! Padahal ini tuh gak mudah luntur. Ck."

Regan usap bibir Putri dengan ibu jari, lalu menatapnya lama, "Aku bersihin sekalian." Dan dia pun memagutnya lagi.

Dan kendati Putri kebas dan kesal, ya dia tidak mau munafik dengan sok-sokan menolak. Sapuan lembut Regan saat memagut bibirnya terlalu menenggelamkan hingga Putri tidak kuasa untuk tidak memejam dan membalasnya dengan cara yang sama. Lalu ketika detik detik dilewati dengan interaksi kelewat intens itu, Regan beralih pada tengkuknya, mengecup kecil lehernya satu kali, untuk kemudian dia ulangi berkali-kali.

"Nggg, Re."

"Apa."

Putri menggigit bibir. Aduh, ini harus segera dihentikan sebelum Regan hilang kendali dan menyeretnya masuk kamar. "Apa kita akan ke sana dengan penampilan kayak gini?"

Regan menghentikan cumbuan dan menatap Putri. "Kayak gini?"

"Setau aku, kalau tunangan itu kan harusnya pake baju khusus gitu. Pokoknya yang udah disiapkan dan kopelan. Ini sih kita kayak mau jadi tamu."

"Kata siapa gak kopelan?" Regan menaikkan satu alis. Lalu dari tatap yakinnya itu, Putri teliti pakaian mereka. "Eh?" Iya sih, kok sama? Gaun Putri hitam. Setelan Regan juga hitam. Modelnya seperti pasangan. "Kok bisa kebetulan begini?" Lalu ditengoknya Regan yang menyeringai puas. Hngg ... Itu seringai mencurigakan. Diingat-ingatnya lagi saat dirinya mencari gaun, lalu- "Lena!! Ish!" Dan Regan tertawa kecil. Iya. Lena kan yang ribet sekali dengan gelengan kepalanya yang menolak gaun-gaun cantik berkali-kali. Jadi kawannya itu sudah kongkalikong dengan Regan untuk menyiapkan baju couple?? "Udah dipastikan dia salah satu mata-mata."

"Bukan."

"Hng?"

"Aku menghubungi Lena dan menjelaskan semuanya saat tahu kamu berangkat pagi-pagi ke mari dan mendumel berjam-jam di rumah dia."

Putri menyipit. Yang tahu Putri berangkat pagi buta kan hanya ... "Mami ?"

Dan senyum Regan menjawab pertanyaannya. "Sebulan itu memang kita gak komunikasi, tapi komunikasiku sama Mami tetap berjalan kok."

Putri menyipit lagi. "Tetap berjalan?"

"Em." Regan rapikan helai rambut Putri yang sedikit berantakan akibat ulahnya beberapa saat lalu. "Sejak Mami kamu pindah seorang diri, tanpa kamu ikut, aku berkomunikasi intens sama Mami kamu. Mengobrolkan banyak hal. Aku bahkan bisa memastikan kalau kamu gak bergurau saat bilang, mami kamu gak tau soal ketakutan kamu sama daun-daun dan sayap kupu-kupu raksasa. Tentu insiden-insiden yang sempat terjadi gak aku ceritakan, karena aku masih tahu batas dan beberapa hal memang harus dikatakan oleh mulut kamu sendiri. Tapi-"

[✓] TerikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang