12. Figuran

5.9K 728 38
                                    

12. Figuran

"Minggu depan. Traktir gue soda gembira. Gak boleh cancel dan pending lagi."

Putri tendang kerikil kecil di dekat kakinya. Itu permintaan Ganesh saat Putri hendak kembali ke hotel dan menjemput Regan beberapa saat lalu.

"Jadi kamu asisten Regan yang baru?"

Segera Putri berbalik.

"Sepertinya kita pernah bertemu (?)"

Itu Peter Lim. "Di pesta Tuan Richard tempo hari."

"Ah ..." Peter manggut-manggut tanpa melepas pandangan darinya. "Kamu pasangan Regan waktu itu ya? Ck. Harusnya Regan memperkenalkan kamu padaku. Waktu itu hanya punggung kamu yang terlihat." Peter menatap Putri dari atas ke bawah. "Tapi ..." Menilai penampilannya yang jauh berbeda dengan pesta tempo hari. "Kamu tidak asing. Sepertinya aku pernah melihatmu di suatu tempat."

Melihatnya? Pebisnis besar yang menetap lama di Singapura itu, pernah melihatnya? Putri menyungging kecil. Dia bahkan baru pertama kali ke Singapura bersama Regan. Satu negara saja belum tentu bertemu. "Mungkin anda sa-"

"Kamu sudah tiba." Regan menyela. Keluar dari lobi dan melangkah tenang menuju Putri.

"Seperti yang diharapkan dari seorang TedjaBaskoro."

Dan Regan berbalik demi merespon celetukan tersebut.

"Seorang Regan mana mungkin asal pilih." Peter mendekat, berbisik, "Cantik." Lantas berlalu dengan seringai kecil.

Putri amati Peter yang memasuki mobil metalik hitam yang terparkir di belakang mobil Regan, lalu beralih pada tuan mudanya yang bergeming tanpa ekspresi memandangi pria itu. Entah harus Putri sebut apa si peter-peter ini. Musuh? Rival? Vilain? Atau hanya kawan menyebalkan?

"Ayo pulang."

Namun pada akhirnya Regan tidak berkomentar apa-apa. Putri pun melajukan mobilnya meninggalkan hotel tanpa banyak tanya.

**

"Emm, Tuan. Emang boleh ninggalin pesta gitu aja?" tanya Putri disela lalu lintas ramai lancar.

"Enggak. Tapi Ganesh mana peduli."

Dan sepertinya Regan paham maksud Putri bertanya demikian. Berikutnya lengang lagi. Putri melirik beberapa kali. Namun Regan tidak bergeming maupun bergerak. Hanya bersedekap, menyandar, dan memandangi jalan raya. 'Untung masih kedip,' celetuk Putri dalam hati.

Mungkin Putri paham mengapa tuan mudanya begitu diam. Bertemu keluarga dari pelaku penembakan yang membuatnya menderita selama bertahun-tahun bukanlah perkara mudah. Bisa jadi insiden mengerikan itu teringat lagi, bisa juga rasa sakitnya terasa kembali. Putri masih penasaran kenapa 'gadis kecil' yang Regan sebut bisa dengan mudah hidup bebas dan tidak mendapat hukuman. Namun bertanya juga agaknya kurang sopan.

Ck, biasanya Putri tidak peduli dan tidak penasaran pada urusan orang lain. Namun kebisuan tuannya saat ini, dengan ekspresi yang sulit Putri maknai tersebut, membuatnya jadi ingin tahu, kepikiran. Regan bahkan masih ketakutan pada suara tembakan.

Tidak tahu harus melakukan apa, sambil menyetir pelan, diputarnya musik demi mengusir keheningan.

"Berhenti di sana." Regan mengedikkan dagunya pada keramaian di pertigaan depan.

Itu Eleven kafe. Tuan mudanya mau ke kafe? "Baik, Tuan." Segera Putri tepikan mobilnya di sana.

Pada bagian depan lounge and bar di sebelah kafe tersebut, berkerumun orang-orang. Di tengah kerumunan tersebut, terdapat perlatan kamera, sutradara, beberapa kru, dan wajah-wajah tidak asing. "Ada syuting kayaknya," tebak Putri. "Tuan mau pesan apa?" Ditengoknya Regan, yang ternyata sedang bergeming memandangi kesibukan tersebut.

[✓] TerikatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang