"Kamu mau bilang apa, Man?" tanyanya tak kalah pelan.
Aku mencoba meneguk ludahku kasar. Ayo Man, kamu bisa! Teriakku menyemangati dalam hati.
"Aku..." aduh gimana ini? Kenapa aku jadi ragu ya.
"Iya sayang, kamu kenapa?" ulang Pak Reynaldi tak sabar.
"Aku," seketika lidahku kelu terasa berat. Ayo Amanda, katakan dengan cepat. Baiklah aku harus berani melakukannya"...aku ingin kita pu-"
Jingle bells, jingle bells
Jingle all the way
Oh what fun it is to ride
In a one-horse open sleigh, hey
Jingle bells, jingle bells
Jingle all the way
Oh what fun it is to ride
In a one-horse open sleigh
Arghh...! kok bisa-bisanya sih sekumpulan anak-anak melewati kami sambil bernyanyi dengan semangat. Kenapa sih gak tunggu beberapa menit lagi. Suka banget merusak rencana orang. Alhasil apa yang kuucapkan tadi menjadi tidak terdengar.
"Keren banget mereka, Man. Jadi ingat sama si kembar waktu masih kecil. Iya kan, Man?" Seru Pak Reynaldi antusias tanpa melepaskan pandangannya dari kumpulan anak-anak tersebut.
Malas aku menanggapi ucapan Pak Reynaldi. Hatiku masih kesal sekali mengingat rencanaku yang gagal.
Dasar bocah-bocah kurang kerjaan! Tega-teganya mereka merusak rencana brilianku, hu hu hu...... kalau gak ingat malu, ingin rasanya aku menangis saja.
"Man, muka kamu kenapa? Kok pucat banget kelihatannya?" Raut Pak Reynaldi tampak sedikit cemas memerhatikanku. "Kamu kedinginan ya?" Tanganya terulur menyentuh pipiku lembut.
Tapi langsung kutepis dengan cepat. "Aku baik-baik saja, Pak," sahutku dengan senyum terpaksa. Ini bukan pucat Pak, tapi kesal! Ingin kuteriakkan kata-kata itu kepadanya. Tapi sayangnya aku gak sanggup mengatakannya. Lagian siapa coba gak kesal kalau di posisiku? Udah capek-capek mengumpulkan keberanian, tahu-tahu langsung dirusak begitu saja. Padahal tadi moment nya udah pas banget. Kan buyar semua rencanaku.
"Beneran kamu gak papa?" tanya Pak Reynaldi masih mengkhawatirkanku.
"Iya Pak."
"Kita pulang aja ya, Man?"
Aku mengangguk mengiyakan. Lagi pula aku sudah gak mood lagi untuk menjalankan rencanaku.
"Berikan tanganmu?"
Aku menaikkan sebelah alisku memandang Pak Reynaldi tak mengerti. Untuk apa coba dia meminta tanganku?
"Ck, lama benget sih mikirnya." Segera ia menarik tanganku ke dalam sakunya.
Keningku sedikit berkerut melihat aksi tak biasanya ini. "Apa maksudnya ini, Pak?" Aku melirih ke arah genggaman tangan kami.
"Biar kamu gak kedinginan."
Oalah ternyata sesederhana itu alasannya. Tapi gayanya tadi kayak mau ngajak kawin lari aja. Aku kan jadinya tadi sempat mikir aneh-aneh.
"Begini kan sudah hangat." Senyumnya tersungging lebar menatapku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemain Figuran
RandomSelamanya status Amanda hanyalah seorang pemain figuran dalam cerita hidup Reynaldi. Tidak lebih. Membantu duda tampan itu membesarkan kedua anaknya selama belasan tahun, tidak membuat hati Reynaldi tersentuh dengan ketulusan hati Amanda Sampai kapa...