"Pagi, papa..." Sheyna berlari menghampiri meja makan dengan menggunakan seragam sekolahnya. Rambutnya masih dibiarkan tergerai panjang, berkibar seperti model iklan shampo.
"Pagi princess papa," Pak Reynaldi memeluk putrinya itu dengan sayang. Kemudian memberikan kecupan lembut di kepalanya. Membuatku ingin diperlakukan seperti itu.
Mirisnya diriku. Hanya bisa melihat, namun tak dapat merasakannya.
"Pagi Tante..." setelah mencium pipi Papanya, Sheyna berjalan ke arahku. "Nanti tolong ikatkan rambutku ya, Tante?" Seperti biasa, Sheyna selalu mengharapkanku untuk mengikat rambut panjangnya.
Aku segera tersenyum manis, mengiyakan permintaannya. Sampai sekarang aku heran, entah kenapa Sheyna selalu menyuruh aku untuk mengikat rambutnya. Padahal merias wajahnya saja, gadis itu sudah terbilang cukup ahli, apalagi hanya untuk mengikat rambutnya.
Tak lama kemudian, Aaron datang menyusul ke meja makan. Berbeda dengan Sheyna, putra pak Reynaldi ini hanya menganggukkan kepalanya menyapa ayahnya. Ia sepertinya terlalu sayang mengeluarkan suaranya hanya untuk mengucapkan selamat pagi. Padahal kalau dipikir-pikir, suara itu kan gratis dikasih Tuhan, kok pelit amat ya?
Melihat penghuni rumah telah lengkap di meja makan, aku segera menyuruh para pelayan untuk menyajikan makanan. Sesuai janjiku tadi, aku telah menyiapkan roti coklat kesukaan Aaron dan Sheyna. Tanpa banyak bicara ketiganya langsung melahap roti tersebut dengan cepat. Tidak bapak, tidak anak sama aja suka coklat.
Kapan sih, mereka sukanya sama eike aja?
"Pa, nanti Sheyna mau ke mall, bagi uang dong..."
Suara Sheyna memecah keheningan di meja makan."Untuk apa kamu ke mall?" Mendadak sikap possesive pak Reynaldi muncul ke permukaan. Kan sudah kubilang dari awal, bos ku yang satu ini kadang kelewatan menjaga anaknya.
"Mau main dong pa, sama teman-teman."
"Gak bisa!" tolak Pak Reynaldi tegas. Tanpa melihat wajah putrinya yang merengut kayak koala.
"Papa gitu deh! Masa Sheyna gak bisa jalan ke mall?" rengek Sheyna mencoba meluluhkan hati papanya yang seteguh batu karang.
Aku yang melihatnya menjadi kasihan.
Pak Reynaldi menghentikan makannya, lalu menatap Sheyna dengan serius. "Papa bukan melarang kamu ke mall, sayang. Kalau kamu memang ingin ke mall, kita akan ke sana nanti malam sepulang papa kerja. Tapi jangan pergi tanpa pengawasan papa. Takutnya nanti kamu kenapa-kenapa."
Mendengar penjelasan papanya, aku melihat Sheyna semakin cemberut. Gimana sih pak Reynaldi ini, ya jelas beda lah ke mall sama teman dengan sama keluarga?
"Tapi Sheyna kan udah besar, Pa. Masa ke mall aja gak bisa?"
Bukannya luluh, Pak Reynaldi malah semakin keukeh dengan pendiriannya. "Gak bisa, sayang. Sekali gak bisa tetap gak bisa. Ini semua untuk kebaikanmu." Nada suara Pak Reynaldi yang tegas mengisyaratkan bahwa ia tak ingin keputusannya di ganggu gugat.
Keceriaan di meja makan hilang sudah tak berbekas. Posisiku sebagai pengasuh para remaja itu hanya bisa diam mengikuti keputusan sang kepala keluarga.
Tak tega melihat Sheyan yang semakin merengut, aku mencoba buka suara menyuarakan alternatif lain. "Gimana kalau nanti Sheyna ke mall sama teman-teman, tante ikut nemenin?" kepalanya yang tadi terus menunduk, perlahan terangkat menatapku. "Sekalian tante mau belanja bulanan. Itu pun kalau Papa setuju?" Kini gantian aku yang menatap Pak Reynaldi dengan tatapan penuh permohonan.
Raut sedih yang terlihat di wajah Sheyna berganti dengan ceria. Senyumnya melebar berterima kasih atas ide cemerlangku. Kini tinggal nunggu persetujuan dari Pak Reynaldi.
Akhirnya, setelah menunggu beberapa detik yang terasa seperti seabad, pria yang kuinginkan dan kudoakan terus agar pintu hatiknya terketuk mau menjadi pendampingku itu menyetujui ideku. Baik aku maupun Sheyna sontak langsuk bersorak girang.
"Tapi jangan jauh-jauh dari Tante Manda! Jangan kelelahan. Hati-hati jalannya. Usahakan untuk tidak makan sembarangan. Soalnya gak ada papa yang ngawasi. Awas kalau kamu sampai papa dengar mengeluh nanti!"
Aku mengernyit mendengar peringatan Pak Reynaldi. Ini apa gak terlalu berlebihan? Hello, kami ke mall, bukan ke medan perang!
Ini bapak, kenapa paranoid banget ya?!
"Manda, usahakan nanti Sheyna nya tetap di samping kamu. Saya gak mau ada terjadi pelecehan di mall nanti. Waspada terhadap laki-laki mata keranjang." Pesan pak Rey, seolah kami akan pergi ke club malam. Padahal cuma ke mall yang penuh keramaian. Syukur-syukur bisa cuci mata lihat pria cakep.
"Iya, pak." Aku cepat-cepat menjawab sebelum ia semakin bicara tak jelas. Takutnya pak Reynaldi berubah pikiran lalu melarang kami pergi. Bisa barabe kalau sampai begitu.
"Aaron ikut, Pa!" Tiba-tiba Aaron yang sedari tadi diam saja mendengar perbincangan kami, mendadak buka suara. "Kalau tante Manda ikut, Aaron juga mau ikut."
Kami bertiga berpandang-pandangan. Mana enak kalau ada cowok yang nyempil di kumpulan cewek. Aku sih gak keberatan, tapi pasti Sheyna yang gak suka dengan keputusan kembarannya itu.
"Jangan deh, Pa. Aaron gak usah ikut. Takutnya jadi gak enak sama teman-teman aku. Ini kan khusus buat cewek!" Rengek Sheyna tak terima.
"Gue gak akan ganggu lo! Nanti gue jalan sama Tante Manda, kalau itu yang lo takutin." Bantah Aaron tak terima. Kemudian ia memandang papanya minta persetujuan.
Dan seperti sudah bisa ditebak, Pak Reynaldi langsung menyetujui permintaan putra kebanggaannya itu.
"Papa setuju kalau Aaron ikut sama kalian."
"Papa..." Sheyna terlihat jelas tidak setuju dengan keputusan papanya.
"Kalau tidak, tidak usah jadi sama sekali." Putus Pak Reynaldi final. Mau tak mau Sheyna terpaksa tidak bisa membantah lagi.
Aku yang tak bisa membantu Sheyna hanya bisa tersenyum manis menenangkannya. "Nanti tante sama Aaron akan ngambil jarak dari kalian, jadi kamu sama teman-teman kamu gak terganggu." Bisikku ke telinganya.
Tak ayal, ucapanku barusan membuat raut wajah Sheyna langsung berubah. Ia memandangku, memastikan keseriusan ucapanku.
"Bener ya, Tan..."
Aku mengangukkan kepalaku. Apa sih yang tidak kuberikan pada keluarga ini. Bukankah tugasku di rumah ini adalah untuk membahagiakan seluruh penghuninya.
Terbukti setelah aku mengatakan itu, Sheyna kembali ceria. Sarapan pagi itu kembali berjalan lancar sebagaimana mestinya.
"Man, nanti awasi anak-anak ya." Pak Reynaldi kembali memperingatiku saat aku mengantarkannya ke luar menuju mobilnya. Bayangkan aja adegannya kayak istri yang sedang mengantar suaminya kerja. Persis kayak di film-film itu, hehehe...
Aku mengangukkan kepalaku.
"Pakai ini nanti, kalau mau beli apa-apa." Pak Reynaldi menyerahkan kartu debitnya kepadaku yang segera langsung kuterima dengan senang hati. "Terserah mau pakai berapa. Untukmu juga ambil, jangan hanya untuk si kembar saja."
Inilah yang buat aku makin tak bisa lepas dari pak Reynaldi. Selain baik, duda tampan ini juga sangat royal. Tipe-tipe suamiable banget!
"Hati-hati ya Man. Saya percayakan anak saya sama kamu," ucapnya sebelum masuk ke dalam mobil.
Jangankan anak, bapak pun bisa mempercayakan hati bapak sama aku. Ya Tuhan, tolong segera persatukan hamba dengan ciptaanmu yang paling sempurna di mataku....
KAMU SEDANG MEMBACA
Pemain Figuran
RandomSelamanya status Amanda hanyalah seorang pemain figuran dalam cerita hidup Reynaldi. Tidak lebih. Membantu duda tampan itu membesarkan kedua anaknya selama belasan tahun, tidak membuat hati Reynaldi tersentuh dengan ketulusan hati Amanda Sampai kapa...