25

51.2K 4.7K 956
                                    

Belakangan ini saya takut lihat notifikasi yang masuk ke hp😁 soalnya isinya pada nagih update semua, sampai ngalah-ngalahin tagihan pinjol😆
Maaf banget ya masih sering buat pembaca kecewa karena jarang up. Mungkin masih kebiasaan di cerita dulu yang update sekali tiga bulan (hehehe...becanda)
Yang pasti saya senang banget dengan apresiasi kalian yang masih mau menunggu cerita ini. Terlepas dari banyak kesalahan eyd nya🤭
Karena itu makasih banyak atas kesabarannya  menunggu cerita saya. ❤️❤️❤️❤️

Sheyna mendadak jadi manja sekali.

Remaja cantik itu memohon kepadaku untuk menemaninya tidur hingga terlelap. Katanya ia merindukan momen saat aku mengelus punggungnya pelan sambil bersenandung kecil. Suatu kebiasaan yang selalu kulakukan saat menidurkan Sheyna dan Aaron sejak kecil.

Tak tega melihat wajah memelasnya aku segera ikut naik ke atas tempat tidur tanpa sempat mengganti pakaianku. Jujur, tidur dengan mengenakan mantel tebal sungguh sangat tidak nyaman. Tapi demi si cantik kesayangan Pak Reynaldi ini, aku rela melakukan apa saja untuknya.

Sambil mengelus punggung Sheyna, tanpa sadar aku juga ikut tertidur bersamanya. Entah berapa lama aku ikut tertidur, karena ketika aku terbangun aku merasakan suasana sudah hening sekali. Padahal tadinya aku berencana untuk mengorek informasi dari Sheyna. Khususnya bagaimana kabar si polos Arini. Soalnya aku dah keburu kepo banget terhadap itu wanita.Tapi sayang sekali Sheyna sudah keburu tidur. Jadi terpaksa aku harus meredam keinginanku tersebut.

Tidak ingin membuat Sheyna terbangun, sepelan mungkin aku turun dari tempat tidur untuk melihat kondisi di luar. Setelah itu baru aku membersihkan diriku, lalu mengganti baju kurang bahan yang tersembunyi di balik mantel tebalku ini menjadi piyama tidur biasa. Soalnya bisa gawat kalau aku nekad makai baju tidur seperti ini. Bisa-bisa jadi bahan tertawaan aku sama Sheyna kalau dia tahu. Syukur-syukur kalau dia gak rese menceritakan hal memalukan ini kepada ayah dan kembarannya. Kalau itu sampai terjadi, bisa dipastikan bagaimana malunya aku jadi bahan godaan dari mereka bertiga.

Begitu aku membuka pintu tidak ada lagi terdengar suara Pak Reynaldi dan Aaron. Ruangan terlihat gelap karena lampu telah dimatikan. Kuduga keduanya telah tertidur, mengingat bagaimana jauhnya perjalanan yang mereka tempuh hari ini.

Merasa haus aku berjalan pelan-pelan menuju dapur yang sekaligus kujadikan ruang makan, untuk mengambil minum. Saat melewati ruang tamu, aku tak dapat menahan senyumku ketika melihat Aaron yang bergelung dalam selimut tebal persis seperti ulat bulu. Sedangkan Pak Reynaldi sama sekali tidak terlihat olehku karena dibatasi oleh sofa besar.

Setibanya di dapur aku langsung mengisi air ke dalam gelas untuk kuminum. Tidak butuh waktu lama bagiku untuk menandaskan satu gelas air tanpa bersisa. Hah...leganya! Dahagaku langsung hilang saat tetesan air selesai membasahi tenggorokanku.

Ketika aku berbalik tahu-tahu Pak Reynaldi sudah berdiri di belakangku. Hal itu sontak saja membuatku kaget, hingga nyaris menjatuhkan gelas yang ada di genggamanku.

"Bapak!" Aku memekik keras tanpa sadar. "Ngapain sih berdiri di belakangku? Ngagetin aja tahu," ucapku bersungut-sungut sambil mengusap-udap dadaku untuk menghilangkan debaran di dadaku karena kaget.

Pak Reynaldi menatapku sewot. "Kamu aja yang parnoan. Masa orang seganteng saya bisa buat kamu ketakutan. Seharusnya dari aroma tubuh saya saja kamu sudah menyadari saya telah berdiri di belakang kamu."

Mulutku terbuka lebar mendengar perkataan penuh percaya diri Pak Reynaldi. Ini orang kesambet apa sih malam ini?

"Ya, manalah aku tahu Bapak ada di belakang. Aku pikir Bapak masih tidur," jelasku membela diri.

Pemain FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang