"𝐀𝐍𝐓𝐀𝐑𝐀 𝐍𝐎𝐕𝐄𝐋, 𝐃𝐄𝐍𝐃𝐀𝐌 𝐃𝐀𝐍 𝐋𝐔𝐊𝐀."
Ini hanya tentang, Ghadira. Ghadiraku. Satu-satunya perempuan yang membuatku sadar bahwa kita hidup di dunia tidak selamanya harus berada di kata sempurna. Ghadira, dia ciptaan Tuhan yang paling indah setelah Mama dan Papa. Ghadira, kamu adalah perempuan kuat. Hatimu sangat lembut bagaikan kapas.
Aku merindukanmu, Ghadira ...
Aku rindu senyum manismu.
Aku rindu tawamu.
Aku rindu semangatmu.
Aku rindu semuanya, Ghadira ...Malam ini, aku berada di teras rumah dengan cuaca yang begitu dingin seolah-olah akan menusuk tubuhku yang kini hanya dibaluti oleh kaus oblong dan celana pendek berwarna hitam putih. Jari-jari ku mulai bergerak cepat di atas keyboard laptop bermerek Apple itu, pemberian Papa sejak aku pertama kali masuk di menengah atas.
Mulai sekarang, kisah Ghadira Laurika Anggiana akan kutuliskan dalam bentuk novel dengan berbekal buku diarynya yang aku punya. Keluh kesahnya ia tulis semua dari buku tersebut yang bersampul fotonya sendiri saat bayi.
Kisahnya dimulai saat ia berumur 12 tahun dan masih duduk di bangku kelas 6 SD. Ghadira, perempuan polos dengan rambut yang dikepang dua itu berjalan di atas trotoar sembari bersenandung menyanyikan lagu 'pagiku cerahku'.
" ... kugendong tas merahku, di pundak ... " Ghadira bernyanyi, sambil tertawa cekikikan.
Rumahnya masih lumayan jauh, tapi itu tak membuat semangat Ghadira pudar. Baginya, ini tidak seberapa. Lagi pula yang berjalan kaki ke sekolah bukan hanya dia, banyak anak-anak lain juga. Tapi, kali ini Ghadira pulang sendirian. Teman-teman yang biasa pulang bersamanya sedang dijemput oleh orang tua mereka masing-masing.
Hari ini adalah hari pembagian raport. Semua orang tua murid akan ke sekolah untuk mengambil raport anak-anaknya, tapi tidak berlaku untuk Ghadira.
Ghadira mengambil raportnya sendiri, karna orang tuanya sedang sibuk bekerja. Ini bukan kali pertamanya bagi Ghadira, dari dia kelas 3 SD Ghadira sudah dituntut untuk menjadi orang yang mandiri.
Langkah Ghadira sontak terhenti, ketika melihat dua laki-laki dewasa dengan tatto di lengan dan berkumis tebal itu menghadang jalannya. Perut yang buncit membuat Ghadira ketakutan.
"Adek kok jalannya sendirian? Orang tua adek kemana?" tanya orang itu yang badannya lebih tinggi.
"Kalian siapa? Jangan deket-deket sama aku!" sentaknya, saat mereka mulai mencengkram tangan Ghadira kuat.
"Ikut sama, Om ya. Nanti Om anterin pulang ke rumah."
"Enggak!"
Ghadira menelan ludahnya susah payah. Ia menengok kiri dan kanan mencoba untuk meminta bantuan. Namun nihil, disekitarnya sangat sepi dan sangat jarang dilalui oleh orang pejalan kaki mau pun pengendara.
"Gak mau, Om! Lauri mau pulang sendiri!" Ghadira berusaha sekuat tenaga untuk kabur, tapi usahanya itu hanya sia-sia. Kini dirinya sudah berada di gendongan laki-laki itu yang membuat Ghadira semakin memberontak.
"Jangan berisik! Mau kamu, Om lempar ke sungai hah?!" ancamnya, dan Ghadira langsung diam tak berkutik.
Saat Ghadira sudah akan dimasukkan ke dalam mobil kijang besar berwarna hitam itu, ia lalu melarikan diri dengan rasa takut yang semakin menyelimutinya. Kakinya terus melangkah cepat saat melihat kedua penculik itu mengejarnya dan sesekali berteriak.
"Hey, berhenti!"
"Berhenti!"
Dahi Ghadira kini mengeluarkan buliran keringat, serta napasnya mulai keluar tak beraturan akibat berlari. Berhenti sejenak, mencoba mencari tempat persembunyian yang aman.
"Hah! Kesitu aja deh," seru Ghadira sambil menatap rumah kosong yang berada di persimpangan jalan sana.
Baru saja Ghadira ingin melintas, tiba-tiba saja sebuah mobil melaju kencang dari arah samping dan menabraknya sehingga ia langsung terpental ke aspal. Darah segar mulai keluar dari pelipis dan kedua kakinya karna tabrakan itu.
"M-mama ... " lirih Ghadira, sebelum matanya benar-benar tertutup.
o0o
Perlahan-lahan mata Ghadira terbuka dan menampilkan dirinya kini berada di rumah sakit, dengan tangan yang diinfus dan kepala diperban. Ghadira meringis kesakitan, ia melirik sekitar mencari keberadaan orang tuanya.
"Mama? Papa?"
Tak lama Ghadira mengucapkan itu, tiba-tiba saja pintu kamar rumah sakit terbuka lebar dan memperlihatkan kedua orang tuanya yang kini memasang wajah khawatir.
"Lauri, kamu udah bangun sayang? Apa yang sakit? Kasih tau Mama." Fia memeluk putri sulungnya itu erat. Ia benar-benar khawatir dengan Ghadira.
"Andai saja kamu tidak ikut bekerja, kejadian ini pasti tidak akan terjadi!" bentak Bagas pada istrinya itu.
Merasa tak terima dengan bentakan tersebut, Fia langsung melepaskan pelukannya pada Ghadira. "TERUS! TERUS AJA KAMU NYALAHIN AKU!"
"AKU KERJA JUGA KARNA KAMU! KAMU GAK BISA MENUHIN KEBUTUHAN AKU, DAN ANAK-ANAK!"
Lagi dan lagi, Ghadira harus menyaksikan kedua orang tuanya itu bertengkar. Ia menangis, sambil menutup telinga menggunakan telapak tangannya.
Tunggu sebentar, Ghadira merasa ada yang aneh. Kenapa kakinya tidak bisa digerakkan? Rasa takut karna pertengkaran orang tuanya tadi, kini berganti dengan rasa panik karna kakinya yang seperti mati rasa.
"Ma! Pa! I-ini kaki, Lauri kenapa?! Kenapa gak bisa gerak, Ma?!" Tangis Ghadira semakin kencang, ia bahkan berusaha bangkit dari tidurnya tapi tetap tidak bisa.
Ghadira memeluk lengan Mamanya dengan erat. "Ka-ki Lauri kenapa, Ma?" tanyanya, sambil sesenggukan.
Fia dan Bagas saling menatap. Mereka menghela napas panjang, lalu menceritakan semuanya pada putrinya itu.
Akibat kecelakaan tersebut, Ghadira mengalami lumpuh paraplegia.
To be continued ...
HAI, HAI!!
GIMANA PART INI? SERU GAK SIH?
KALO GAK SERU, DIL GAK MAU LANJUT
HEHE, CANDAAAGHAZWAN ITU MANGGIL LAURI DENGAN SEBUTAN GHADIRA, SEDANGKAN YG LAIN MANGGILNYA LAURI DOANG. JADI, KALIAN JANGAN BINGUNG YAA
SEMOGA KALIAN SUKA SAMA CERITAKU INI🖤
INSYAALLAH, KALO ADA WAKTU DIL BAKAL UP LAGI. SEE YOUU🖤🖤🖤11, November 2022
Makassar
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐆𝐡𝐚𝐝𝐢𝐫𝐚 [ END ]
General Fiction"𝐀𝐤𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐬𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢 𝐁𝐮𝐦𝐚𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐁𝐞𝐧𝐭𝐚𝐥𝐚. 𝐘𝐚𝐧𝐠 𝐀𝐤𝐬𝐚, 𝐧𝐚𝐦𝐮𝐧 𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐀𝐧𝐚𝐧𝐭𝐚." _𝐀𝐠𝐡𝐚𝐳𝐰𝐚𝐧 𝐂.𝐀