3. GHADIRA RINDU PAPA

157 21 10
                                    

haii prend🖤
kalian dari provinsi/daerah mana nih??
aku sulawesii, ada yg sama gak??

Ghadira membuka pintu rumahnya dengan sangat pelan, sebab jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan. Ghadira takut jika Mamanya-Fia marah besar karna tau dirinya pulang malam.

Selesai kakinya diobati oleh Sandy, laki-laki itu meminta tolong pada Ghadira untuk mengerjakan tugasnya. Meskipun Ghadira masih kelas 2 SMA, pengetahuannya sudah jauh lebih tinggi dari siswi pada umumnya.

Maka dari itu Sandy sering kali menyuruh Ghadira untuk mengajarinya materi yang belum ia pahami.

Jantung Ghadira serasa berhenti berdegup ketika lampu ruang tamu tiba-tiba menyala. Dengan ragu ia menoleh ke arah dimana saklar lampu terletak.

"Dari mana saja kamu jam segini baru pulang?" Fia menatap tajam kearah putrinya, sembari bersedekap dada .

Ghadira menelan ludahnya susah payah, sambil menggigit bibir bawahnya karna gugup. "Lauri, habis kerja kelompok di rumah Mauren, Ma."

"Jangan bohong kamu! Tadi Mama telfon Mauren, dan dia bilang dia lagi gak sama kamu!"

Ghadira terdiam, ia tidak tau ingin menjawab apa sekarang.

"Kamu habis ketemu pacar kamu itu kan?!"

"Jawab, Mama! Jangan diem aja!"

"Lauri, minta maaf. Tadi Lauri cuma bantuin kak Sandy kerja tugas, itu doang kok." Ghadira menunduk, takut melihat wajah Fia yang sudah memerah karna marah.

"Kamu ini masih sekolah! Kamu harusnya fokus belajar, bukan pacar-pacaran! Kamu kira bayar uang sekolah itu pake daun?! Enggak! Mama harus kerja banting tulang buat ngebiayain kehidupan kamu sama adik kamu!"

"T-tapi, Kak Sandy itu bukan pacar aku, Ma."

"Jangan ngelak kamu!"

Fia menghela nafasnya kasar, ia memijit pelipisnya yang sedikit pusing. "Kamu masuk kamar sekarang! Dan jangan harap Mama bakal kasih kamu uang jajan besok!"

Dengan perasaan kesal, Ghadira pun masuk ke kamarnya. Ia mengunci pintu dan memutuskan untuk mengganti seragam sekolahnya. Selesai berganti pakaian, Ghadira menggerakkan kursi rodanya itu ke arah meja belajarnya.

Ketika kecelakaan yang dialami Ghadira beberapa tahun yang lalu, Bagas dan Fia sering kali bertengkar dan akhirnya memutuskan untuk berpisah. Waktu itu umur Ghadira sudah memasuki 14 tahun. Ghadira dan adiknya-Lira memutuskan untuk tinggal bersama Fia.

Sejak Bagas menikah dan memiliki keluarga baru, pria itu sudah sangat jarang mengunjungi kedua putrinya. Tentu saja hal tersebut membuat Ghadira dan Lira sedih, sekaligus merindukan Papa-nya.

Ghadira memejamkan matanya, dan menarik napasnya dalam-dalam. "Kenapa keluargaku berbeda?"

"Coba aja aku dikasih satu permintaan, aku bakal minta supaya keluargaku bisa kayak dulu lagi. Ada Mama, Papa dan adik dirumah ini. Kita tinggal se atap, gak beda atap lagi. Kita berempat makan di satu meja yang sama, gak kayak sekarang cuma bertiga. Kita saling bercanda, bukannya saling berdebat hanya karna masalah ekonomi."

"Tuhan ... aku memang anak pertama, tapi bukan berarti aku sekuat itu. Aku juga capek jika terus-terusan dituntut untuk bisa mandiri. Aku lemah. Aku lemah kalo soal keluarga."

(⁠◕⁠ᴥ⁠◕⁠)

Kata demi kata mulai Ghazwan ketik dari keyboard laptop miliknya. Selesai makan malam dan mengerjakan tugas sekolah, ia segera melanjutkan kembali novel yang saat ini sedang berada ditahap revisi.

𝐊𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐆𝐡𝐚𝐝𝐢𝐫𝐚 [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang