"Kalian udah tau belum?" tanya salah satu murid SMA Sanjaya yang kini berada di depan kelas, bersama dengan tiga orang temannya. "Kematian Lauri, ada sangkut pautnya sama mereka," sambungnya, sambil terus menatap ke arah Dara dkk.
Dara, Mega dan Wanda saling melirik satu sama lain. Terlihat raut wajah Dara seperti sedang menahan emosi, dengan kedua jari-jari tangannya mencengkram kuat.
Dara menghampiri siswi yang menggosipinya tadi. Lantas, dengan penuh amarah, ia langsung mendorong siswi tersebut sampai tersungkur ke belakang.
"Sialan! Maksud lo apa ngomong gitu, hah?!" bentak Dara sambil melayangkan tatapan tajamnya.
"Udah, Dar. Nanti bokap lo tau, bisa bahaya." Mega berusaha menenangkan sahabatnya itu, sembari melihat sekeliling. Ia takut jika kepala sekolah atau Papa Dara datang, mereka akan mendapat masalah lagi.
Dara pun menuruti ucapan Mega, sebab ia sendiri takut jika Papanya tahu jika dirinya mendapat masalah lagi di sekolah. Para murid yang menyaksikan keributan itu justru semakin membicarakan Dara dan teman-temannya dari belakang.
Mereka sendiri muak, ketika siswa-siswi SMA Sanjaya kini memandang mereka sebagai salah satu pelaku atas meninggalnya Ghadira.
"Gue yakin sih, hidup mereka bakal gak tenang sekarang," ucap siswi yang duduk di belakang Dara dan Mega.
Dara hendak berbalik badan dan ingin memberi siswi itu pelajaran, namun Mega segera menahannya. Lagi-lagi Dara hanya bisa sabar mendengarkan ucapan buruk mereka, sampai jam pulang sekolah tiba.
(◕ᴥ◕)
Kepergian Ghadira di dunia sudah terhitung tiga hari, dan selama hari itu pula Ghazwan selalu datang ke makam Ghadira setiap jam pulang sekolah. Ia benar-benar sangat merindukan sosok Ghadira.
Hari ini Ghazwan memutuskan untuk tidak datang ke makam Ghadira, melainkan ia ingin berkunjung ke rumah perempuan itu. Setibanya di sana, ia hanya melihat ada Lira yang tengah membaca buku di depan teras rumahnya. Ghazwan pun turun dari motornya, lalu menghampiri Lira.
Lira yang masih mengenakan seragam sekolah itu pun, terkejut dengan kedatangan Ghazwan yang tiba-tiba. "Kak Ghazwan, ada apa ke sini?" tanyanya, sembari mempersilahkan laki-laki itu duduk di kursi sampingnya.
"Gue cuma mau nge-cek keadaan lo sama tante Fia aja. Oh iya, nyokap lo kemana?"
"Mama lagi tidur kak di dalam. Mungkin kecapean, gara-gara nangis semaleman." Raut wajah Lira berubah sedih, sebab setiap malam ia harus melihat ibunya menangis sambil memanggil nama sang kakak.
"Lo yang sabar aja ya. Gue yakin, perlahan-lahan nyokap lo bakal ngikhlasin kepergian Ghadira. Dan bisa nerima semuanya."
Lira mengangguk, sambil tersenyum tipis. Jujur saja ia sedikit lega mendengar ucapan Ghazwan barusan.
"Lira," panggil Ghazwan setelah beberapa detik keduanya hening.
"Iya, kak?"
"Sandy, pernah datang ke sini?" tanya Ghazwan, sebab saat Ghadira dimakamkan waktu itu, ia sama sekali tak melihat keberadaan Sandy.
"Boro-boro datang ke sini, ke makamnya kakakku aja dia gak dateng."
Ghazwan terdiam, ia merasa muak dengan sikap Sandy yang seolah-olah tak peduli dengan kematian Ghadira. Bahkan, saat Ghadira menghilang, ia sama sekali tak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐆𝐡𝐚𝐝𝐢𝐫𝐚 [ END ]
General Fiction"𝐀𝐤𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐬𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢 𝐁𝐮𝐦𝐚𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐁𝐞𝐧𝐭𝐚𝐥𝐚. 𝐘𝐚𝐧𝐠 𝐀𝐤𝐬𝐚, 𝐧𝐚𝐦𝐮𝐧 𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐀𝐧𝐚𝐧𝐭𝐚." _𝐀𝐠𝐡𝐚𝐳𝐰𝐚𝐧 𝐂.𝐀