Kelas 11 Mipa 3 terlihat sangat ribut layaknya sedang ada pasar minggu di ruangan tersebut. Ada yang bernyanyi, bermain game, dan mengobrol dengan suara lantang. Namun, keributan itu tak berlangsung lama, sebab mereka semua langsung kembali duduk ke tempat masing-masing kala melihat ibu guru datang.
Ketua kelas lalu memberikan anggotanya instruksi untuk memberi salam pada guru itu. Setelah semua selesai, ibu guru yang biasanya disapa ibu Mila itu pun langsung mengabsen muridnya satu persatu.
"Wanda Anindita!" sebut ibu Mila sembari melirik ke arah tempat duduk Wanda.
"Wanda, sedang izin Bu," jawab ketua kelas dengan kacamata bulat yang terpasang di wajahnya.
Kening ibu Mila berkerut. "Izin kenapa?"
"Katanya sedang ada acara keluarga, Bu."
"Acara keluarga? Acara apa itu, sampai-sampai dia tidak bisa datang ke sekolah?"
Sang ketua kelas menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Dengan jujur ia pun menjawab pertanyaan guru tersebut, seperti apa yang dikatakan Wanda saat di telfon tadi.
"Kata Wanda, tetangganya lagi nikahan Bu."
Terlihat ibu Mila langsung menggeleng pelan sambil mendesah pasrah. "Kalau yang nikah itu saudara atau orang tua, ibu masih bisa maklumi. Tapi ini? Tetangga? Hmm, dia kan bisa datang ke acara itu sepulang sekolah nanti, dan tidak perlu izin. Pokoknya ibu tidak mau tau, mulai hari ini jika ada yang sakit atau izin, harus bilang ke ibu langsung, jangan minta tolong ke temannya."
"Baik, Bu!"
Bu Mila pun kembali melihat daftar hadir yang ada di hadapannya. "Ghadira Laurika Anggiana!"
Tak ada jawaban, itu berarti sang pemilik nama sedang tidak hadir di kelas.
"Kemana, Lauri? Apa ada yang tau?" tanyanya, sembari menatap murid tersebut satu persatu.
Mereka sontak menggeleng, begitu pun dengan Mauren yang tidak melihat keberadaan Ghadira sejak tadi. "Lauri, kemana ya?" batinnya.
Pagi-pagi sekali Mauren sudah tiba di sekolah, sebab ia ingin menemui Ghadira yang sepertinya masih berada di Gudang. Namun, dugaannya ternyata salah. Ghadira sama sekali sudah tak ada di gudang. Mauren sempat bertanya juga pada penjaga sekolah, tapi katanya ia tidak melihat seorang pun yang datang kecuali Mauren.
Mauren menelpon ponsel Ghadira, tapi tidak aktif. Setelah itu, ia beralih menelpon Lira dan menanyakan keberadaan sahabatnya.
Namun, nihil! Kata Lira ia juga tidak mengetahui dimana kakaknya sekarang. Lira malah mengira jika sang kakak sedang menginap di rumah Mauren semalam.
"Mauren! Mauren!" panggil bu Mila, membuat Mauren langsung terkejut karna sedari tadi terus melamun.
"I-iya Bu?"
"Kamu tau di mana, Lauri?"
Mauren menelan salivanya kasar dengan wajah yang mendadak pucat. "S-saya tidak tau, Bu," balasnya, seketika berubah gagap.
"Mana mungkin kamu tidak tau. Kalian berdua kan berteman. Kemana-mana pasti selalu berdua," tekan bu Mila dengan raut wajah curiga. Sebab, ia melihat ekspresi Mauren yang seperti sedang menyembunyikan sesuatu.
Mauren menggelengkan kepalanya cepat. "Saya benar-benar tidak tau, Bu."
Ibu Mila kemudian melirik kembali lembaran kertas yang ada di hadapannya. "Kemana anak itu? Sudah dua kali dia tidak hadir, dan tak memberikan keterangan apa pun."
"Ketua kelas," sambungnya, membuat laki-laki yang duduk di barisan depan langsung berdiri.
"Iya, Bu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐊𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐆𝐡𝐚𝐝𝐢𝐫𝐚 [ END ]
General Fiction"𝐀𝐤𝐮 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐚𝐦𝐮 𝐬𝐞𝐩𝐞𝐫𝐭𝐢 𝐁𝐮𝐦𝐚𝐧𝐭𝐚𝐫𝐚 𝐝𝐚𝐧 𝐁𝐞𝐧𝐭𝐚𝐥𝐚. 𝐘𝐚𝐧𝐠 𝐀𝐤𝐬𝐚, 𝐧𝐚𝐦𝐮𝐧 𝐜𝐢𝐧𝐭𝐚𝐧𝐲𝐚 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐀𝐧𝐚𝐧𝐭𝐚." _𝐀𝐠𝐡𝐚𝐳𝐰𝐚𝐧 𝐂.𝐀