27. AKHIR KISAH UNTUK, GHADIRA

101 14 6
                                    

"Sialan lo, anjing!" Sandy langsung melemparkan satu bogeman kuat, kepada Agas yang saat ini kebingungan melihat kedatangannya.

Sandy menarik Agas yang telah telanjang itu ke dinding. Ia kembali memukuli Agas dengan brutal tanpa ampun. Tak peduli jika Agas akan mati ditangannya, ia semakin menghajar laki-laki itu tanpa jeda. Wajah Agas sudah penuh darah dan kebiruan, ia tidak bisa melakukan perlawanan saat Sandy menyerangnya.

"Mati lo, bangsat! Berani-beraninya lo ngelakuin itu ke cewek gue, hah?! Anjing!" Sandy menarik leher baju Agas lalu menghempasnya ke lantai. Ia kemudian menginjak dada Agas, dengan perasaan yang sudah diselimuti amarah dan juga rasa kecewa.

"Gue harap lo mati sekarang!" kata Sandy ketika melihat Agas sudah tak bergerak. Agas tidak mati, dia hanya pingsan karna menderita pukulan kuat yang diberikan oleh Sandy tadi.

Melihat sang lawan sudah hilang kesadaran, Sandy menyeretnya keluar dengan kasar. Napas laki-laki itu naik turun. Ia mengusap dahinya yang sudah berkeringat, sambil berjalan mendekatinya Ghadira yang tengah menangis ketakutan.

"K-kak ... a-aku mau pulang," lirih Ghadira dengan suara yang terbata-bata.

Seolah tuli, Sandy malah menarik selimut yang menutupi tubuh polos Ghadira dan melihat ada beberapa tanda kemerahan di sana. Amarah Sandy tentu semakin memuncak. Ia mendorong perempuan itu agar kembali tertidur dan langsung menindihnya.

"Lo ... bener-bener jalang." Ucapan Sandy tentu membuat hati Ghadira semakin sakit. Ia menggeleng lemah, karna mulutnya sudah tak kuasa mengeluarkan suara

"Lo hebat, Lau," ucap Sandy lalu terkekeh pelan. "Setelah lo ngelakuin hal itu ke om-om, sekarang lo juga ngelakuinnya ke temen gue sendiri? Gue salut sama lo. Gue fikir lo beda sama nyokap lo, ternyata kalian berdua sama aja," lanjutnya, lalu kemudian mencium perempuan itu kasar.

Ciuman Sandy semakin lama semakin kasar, bahkan tangannya mulai merayap kemana-mana. Ghadira terus berusaha mendorong Sandy, namun kekuatannya tak sebanding dengan laki-laki itu.

Melihat Ghadira yang semakin memberontak, Sandy langsung mengambil kedua tangan Ghadira dan meletakkannya di atas kepala perempuan itu. Sandy semakin bebas, ia mencium Ghadira tanpa henti. Ciumannya perlahan turun ke leher hingga pada area sensitifnya.

"Gue udah gak bisa nahan, Lau. Gue juga bakal ngelakuin apa yang Agas lakuin ke lo tadi," bisiknya, lalu meniup telinga perempuan itu.

Ghadira berusaha melepaskan tangannya dari Sandy, dan mengambil lampu tidur yang ada di sampingnya itu. Setelah berhasil mendapatkannya, ia melayangkan lampu tidur tersebut ke kepala laki-laki itu berulang kali.

"Lauri!" bentak Sandy, lalu merebut paksa lampu tersebut dan memukulnya balik kepada Ghadira.

Sandy terus melakukannya berulang kali hingga darah mulai terciprat kemana-mana. Ghadira langsung tak sadarkan diri dengan kepala yang sudah penuh darah.

Melihat kedua mata perempuan itu yang sudah tertutup rapat. Sandy beralih menepuk kedua pipi Ghadira, berusaha ingin membangunkannya. Jantung Sandy berdegup kencang, ia mendekatkan jarinya ke hidung Ghadira yang sudah tak bernyawa.

Sandy panik, ia mengacak-acak rambutnya tak tau ingin melakukan apa sekarang. Ia telah (sengaja) membunuh, Ghadira. Belum lama ia berfikir, Leo dan Candra datang dan melihat kekacauan tersebut.

Baru saja Leo ingin bertanya, Sandy langsung memotongnya cepat. "Gue gak sengaja. Gue bener-bener gak sengaja."

Leo dan Candra yang paham akan maksud Sandy, mereka jadi ikut bingung sekarang. Sekarang hanya mereka bertiga saja yang tahu kejadian tersebut.

"Kita bawa dia pergi dari ini, sebelum anak-anak bangun," usul Candra yang sudah merasa buntu.

"Lo mau bawa kemana? Nguburin dia?" Leo bertanya, membuat Sandy menelan ludahnya kasar lalu berucap.

"Kita bawa Lauri ke sungai. Mungkin dengan cara itu, gak bakal ada yang tau kalo gue pembunuhnya."

Plak!

Fia yang selesai mendengar cerita Sandy pun langsung saja menampar laki-laki itu kasar. Napasnya naik turun, dan cairan bening yang mulai keluar dengan derasnya.

Ghazwan menarik leher baju Sandy dan melemparkan satu bogeman kuat padanya. Para polisi langsung menahan Ghazwan dan Fia, lalu membawa Sandy masuk ke dalam sel saat ia selesai diinterogasi.

Fia kembali menangis histeris, begitu pula dengan Lira. Sedangkan Ghazwan, laki-laki itu mencoba menahan emosinya yang kian memuncak saat selesai mendengar pengakuan Sandy.

"Maaf. Maafin gue, Ghadira." Ghazwan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia menangis secara diam-diam di sana.

(⁠◕ᴥ⁠◕⁠)

Setelah menunggu beberapa waktu, Sandy, Agas, Leo dan juga Candra ditetapkan sebagai tersangka. Dikarenakan mereka ikut serta dalam pembunuhan tersebut. Sedangkan Dara dan teman-temannya, mereka di hukum oleh kepala sekolah karna telah melakukan Bullying terhadap Ghadira. Mereka dikeluarkan dari sekolah, untuk menanggung semua perbuatannya.

Ghazwan menatap layar laptopnya dengan jari-jari yang kini bergerak lincah di atas keyboard miliknya. Kata demi kata mulai ia ketik, sambil sesekali melirik foto Ghadira yang sengaja ia ambil beberapa minggu lalu.

Kisah untuk Ghadira, telah selesai ia rangkai dengan secara singkat. Ghazwan merasa lega sekarang, sebab permintaan Ghadira yang ingin sekali berada di tulisannya bisa tercapai sekarang.

"Ghadira, tugasku telah selesai."

"Namamu akan abadi dalam lembar tulisanku."

"Sampai jumpa, Ghadira."

"Sampai bertemu dikisah selanjutnya."

SELESAI

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 01 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐊𝐢𝐬𝐚𝐡 𝐔𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐆𝐡𝐚𝐝𝐢𝐫𝐚 [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang