🐈Two🐈

840 51 2
                                    

🌸🌸

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌸🌸

"Anterin aku ke kelas sebelah yuk, mau ngasihin ini buku kemarin! Za!" ajak Thalia padaku. Aku terus menggeleng antara menyetujuinnya dan tidak bukan apa-apa itu kelas sebelas Mipa-2 itu berarti kelas Naka. Mana mungkin aku kesana tadi saja aku sempat bertemu dia di parkiran aku tidak berani melewatinya yang ada malah putar balik. Thalia mendengus, menarikku pergi menuju kelas Mipa yang berada tak jauh hanya melewati dua kelas dari kelasku.

"Bentar doang, ayoklah!" ujar Thalia memaksa. Namun, kebetulan Rissa sedang berada di ruang guru untuk mengambil buku catatan lain. Aku terpaksa mengikuti sembari sedikit menundukan wajah jujur saja aku masih merasa malu perihal pesan walaupun sudah lewat seminggu lalu hanya saja aku menyesalkan sudah chat duluan tidak di balas pula. Kami sampai tepat di depan kelas Naka. Thalia berdiri dalam pintu masuk sambil membawa buku catatan Geografi milik salah satu temannya. Bak melihat setan aku bahkan tak berani benar-benar menatapnya ketika dua lelaki tepat keluar dari ruangan kelas itu. Naka iya dia Naka berdiri hadapanku sekarang.

"Eh, ada Naila?" tanya Thalia padanya. Gila, sekarang aku malah salah tingkah tidak jelas melihat wajahnya saja tidak berani.

"Naila!" aku tau itu suara Naka memanggil teman sekelasnya.

"Ada yang nyariin Lo!" lanjutnya. Tak lama seorang gadis berhijap putih mendekat pada pintu menghampiri Thalia dan aku di luar kelas. Aku mendongak tanpa ku sadari tatapan kami bertemu untuk beberapa detik sebelum dia pergi dari sana bersama temannya. Aku kembali menatap Thalia nampak sudah memberikan bukunya pada Naila, dia tersenyum menatapku.

"Apa ih," gumamku ikut tersenyum. Aku mengerti maksud senyuman Thalia tertuju pada Naka. Aku saja bingung kenapa aku harus salah tingkah tadi tidak, tidak bahkan berpapasan saja aku tidak bisa apalagi menyapa langsung. Aku masih mempertanyakan pada orang-orang yang bisa dekat dengan orang yang mereka sukai. Lalu kenapa aku sendiri susah sekali, bawaannya ingin menjauh saja dari orang itu tapi Setidaknya, aku senang hanya memandangnya dari jauh.

Saat solat dzuhur tiba kebetulan aku sering melihatnya bersama teman-temannya berbarengan memasuki masjid dan momen itulah aku bisa melihat dia ataupun di acara berkumpul saja aku bisa melihatnya. Dia bahkan sempat aktif di organisasi. Contohnya sekarang aku sedang celingak-celinguk di halaman masjid sekolah mencari keberadaan cowok itu sembari menunggu Rissa mengambil air wudhu. Nihil, aku bahkan tidak melihatnya tapi, aku yakin dia sekolah hari ini. Aku lihat tadi pagi dia nongkrong di atas motor bersama teman-temannya.

"Pinjem sendalnya boleh?" suara bariton mengalihkan atensiku. Seorang lelaki berdiri dengan rambut setengah basah mengenakan sandal swallowku bahkan menunjukan senyumnnya. Aku hanya bisa mengangguk. Naka, dia berbicara padaku? Apa ini mimpi? Bodohnya aku lagi-lagi mendadak kaku berhadapan dengannya.

"Kenapa, sih?" tanya Rissa datang terlihat sedikit basah pada wajah dan rambutnya pantas dia selesai berwudhu berjalan ke arahku.

"Enggak." elakku tersenyum kecil mungkin sekarang pipiku memerah. Rissa tersenyum penuh selidik menyenggol lenganku yang membawa dua mukena milikku dan Rissa. Aku terus menggeleng sampai kami sama-sama tertawa.

JADI KUCINGNYA CRUSH! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang