🐈Three🐈

707 48 3
                                    

🌸🌸

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌸🌸

Rasa maluku, tidak sebanding dengan luka memar yang menghiasi lututku. Tidak ada yang lebih memalukan lagi ketika aku jatuh lalu seseorang yang aku sukai melihatnya. Meskipun begitu, aku harus bisa lari memberikan satu batang besi ini pada temanku semuanya belum terlambat meskipun semua tim lawan telah tertinggal jauh. Butiran keringat membasahi dahi, aku menyekanya kembali berlari walaupun rasa lutut yang terasa nempel di celana olahraga ku. Sedikit lagi sampai di tangan temanku dari sana matanya melebar menganggukiku agar cepat memberikan batang besi itu padanya. Aku akhirnya sampai, memberikan besi itu padanya ya, aku menyadari tim lain sudah jauh berlari.

"Semangat anak Mipa lima! Ayo, Khanzza!" sorakan dari teman sekelasku terdengar dari pinggir lapangan menjadi penyemangatlu. Aku terdiam sedikit membungkuk melihat temanku itu sudah berlari kencang. Jantungku berpacu cepat dengan napas tak beraturan menatap teman-temanku. Nihil, kami tertinggal jauh kelas kami harus menerima kekalahan bahkan tanpa memasuki babak final.

"Gak papa," kata Rissa. Aku tertunduk lesu ke pinggir lapangan lalu mengambil duduk mengecek luka di lututku.

"Sakit gak?" tanya teman sekelasku mendekat melihat lukaku. "Aku liat siah, kamu jatoh gara-gara tali sepatu ketincek, atau licin sampe ada bekas basah." ceritaku heboh. Aku tertawa mendengarnya begitupun mereka. Benarkah? Jujur saja malunya itu sampai-sampai semua orang menyorakiku.

"Ah," desah teman sekelasku yang tadi mengikuti lomba estafet melewatiku dengan raut kecewa lihat saja wajahnya itu terlalu jelas dia sangat tak terima. Aku sedikit menundukan wajah. Benar aku tidak berguna bahkan berlari dalam jarak tak jauh aku malah terjatuh. Andai saja Nabila tidak sakit pasti yang ikut bukan aku melainkan dia, dia kan memang cepat dalam berlari.

"Eh, Jangan gitu, dong!"  bela temanku yang kini sedang berada dihadapanku. Aku lihat cowok itu langsung pergi begitu saja. Benar jika saja aku tidak jatuh segala mungkin tidak akan terjadi seperti ini. Aku beranjak dari tempatku setidaknya lukaku harus di obati lebih dahulu terlihat lubang berukuran kecil menghiasi celana olahragaku. Dengan pelan menyeret kakiku menuju keran yang berada di dalam toilet.

Aku menghela napas membalikan badan tidak jadi menuju toilet. Banyak lelaki berkumpul di tengah koridor terlebih ada Naka sedang berkumpul bersama teman-teman sekelasnya di tambah cewek berambut panjang itu. Apa daya aku lebih baik putar balik mencari toilet lain dari pada harus melewati mereka.

"Shh, auu ... " guyuran air keran aku ambil menggunakan telapak tanganku lalu menumpahkan di atas luka seketika pekikan keluar dari mulutku. Pandanganku mendadak buram air mata seketika turun tanpa permisi bukan soal luka memerah yang sekarang menghiasi lututku. Namun, rasa tak enak telah mengecewakan teman sekelasku. Andai aku tak usah ikut biarkan orang lain saja yang menggantikan Nabila. Kenapa harus aku? Kenapa gak mereka saja dan malah menunjuk aku?

Cairan bening itu terus mengguyur tanpa henti bersama ingatan tadi berputar dalam memori ingatanku. Kini dadaku rasanya sesak bersama napas dan ingus yang terus naik turun menahan air dalam mataku tak keluar tapi yang terjadi malah sebaliknya.  Aku segera berjongkok menenggelamkan wajahku di atas lutut dan lengan kebetulan tempat ini sedang sepi berusaha tak bersuara.

JADI KUCINGNYA CRUSH! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang