🐈Eight🐈

491 42 0
                                    

🌸🌸

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🌸🌸

"Meow."

aku langsung berlari naik ke dalam kamar Naka. Benar dugaanku suara bariton dari ruang tamu dan langkah kaki sepatu pantofel memasuki ruang tamu. Baru satu hari aku bebas berkeliaran di rumah ini tapi sudah pulang saja. Aku jadi penasaran seperti apa ayahnya Naka. tidak, aku tidak akan mengambil resiko memunculkan wujudnya di depannya demi bisa tinggal lama di rumah ini.

Aku naik keatas meja yang menghadap langsung balkon kamar. Ku lihat pemandangan atap-atap rumah tidak salah karena di sini rumah saling berhadapan tapi ku lihat ada tangga lantai tiga untuk bisa melihat pemandangan. Lagi-lagi ada si kucing kuning, dia itu menyebalkan dimana-mana mengeong, kalo kata orang dia itu lagi 'beger'  cari-cari kucing betina, kucing kuning itu jantan. Mana mau aku kawin dengan kucing besar banyak luka, hey, aku ini manusia. Aku jadi ingat kucing tetanggaku saja sudah bunting tapi tidak ada bapaknya. Dasar kucing mau enaknya saja!

"Meow... Meow..." lihat suara itu sudah terdengar lagi bersama munculnya seekor kucing kampung sedikit gemuk dengan luka cakaran di wajahnya. Sepertinya dia jenis kucing sering cari masalah dengan kucing lain dan berakhir saling cakar-cakaran. Aku sontak menegakan badan.

"Hai, lediss..." kurang lebih begitu omongan buayak si oyen jantan. Aku membuang muka, memang benarkan aku kucing mahal untuk apa aku memperdulikan kucing itu. Hatiku hanya untuk Naka seorang. Enak saja si oyen mau dekat-dekat.

Srekk...

Tiba-tiba jendela di tutup oleh seorang lelaki berseragam putih abu yang kini tak beraturan. Aku menolehkan padangan menatapnya, lihatkan oyen itu tidak berhasil masuk lagi seperti kemarin. Ku perhatikan Naka menyimpan asal dasi dan ransel ke atas meja belajar sedangkan dia langsung mengecek ponsel karena terdengar getaran dari sana.

"Meow."

Naka melemparkan ponselnya ke atas meja belajar. Ini pertamakalinya bagiku melihatnya saat lelah, bukan lebih tetapi marah. Siapa memang yang menghubunginya hingga dia begitu malas mengangkatnya. Naka memasuki kamar mandi bahkan suara deringan ponsel dia abaikan. Aku berlari kecil, loncat menaiki meja belajar dimana ada ransel dan ponsel Naka yang terus bergetar.  Pemandangan tak biasa untuk pertama kalinya bagiku, setelah empat hari aku tinggal di sini akhirnya aku tau keluarganya, bertuliskan istrinya papah. Naka keluar dari kamar mandi dengan rambut basah dengan seragam putih-abu masih melekat padanya.

"Meow." aku terus mengeong menyadarkan Naka yang melangkah melewatiku mengambil handuk putih yang menggantung. Aku lihat dia menghela napas kasar sambil menggosok-gosok rambut basahnya.

"Emang berisik, cing! Gak ada yang penting." kata Naka segera mengambil ponsel bukan mengangkat nomor itu melainkan mematikan perangkat ponselnya lalu menyimpannya kembali. Dia memusatkan atensinya padaku.

"Papah ada di bawah. Untung dia gak lihat lo, cing." Naka malah mengelus kepalaku. Aku masih duduk di atas meja belajar. Ku lihat raut putus asa dari Naka matanya bahkan memerah. Apakah itu ada hubunganya dengan sang penelpon? Semoga saja itu hanya dugaanku entahlah aku tak pernah tau bagaimana hubungan Naka dengan keluarganya.

JADI KUCINGNYA CRUSH! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang