26. khawatir

7 2 0
                                    

Aku langsung memasuki kamar ku karena tak ku temui mama papa ataupun Bang Rafka. Aku terkejut dengan seseorang yang terduduk di pojok ruangan kamarku. Ia memakai Hoodie hitam dan menutupi  itu.



" Gue kira setan yang mangkal sini! "
Gerutuku membuat seseorang itu berbalik.
" welcome adek kecil "
" Ini kamar gue. Lo datang tanpa di undang. Kaya jelangkung "
" kayanya jelangkung nya takut deh sama lo "


" Sebahagiamu lah Bang "
Jawabku pasrah aku capek jika harus meladeninya kali ini. Aku kemudian meletakkan tas punggungku dan meraih handuk  kemudian bergegas ke kamar mandi. Tak sengaja mataku melirik tangan kiri Bang Rafka yang akan memegang laci di meja belajarku. Langsung saja aku mencegahnya.




" Lo boleh aja ngacak ngacak kamar gue sepuas lo asal jangan sentuh laci itu "
Mendengar penuturanku malah membuat Bang Rafka tersenyum smrik.
" Bang!, pliss! kali ini...... aja. Jangan ganggu Raka!. Turutin aja pinginnya Raka. Raka gak pernah ngeluh dan minta apapun itu yang memberatkan Bang Rafka. Kali ini aja Bang, turutin Raka!. Jangan buka laci itu!!. "






Kata ku panjang ia menghela nafas panjang kemudian menepuk pundaku.
" Gue juga tahu kalik mana yang privasi yang nggak harus gue ungkit "
Aku tersenyum kemudian melenggang ke kamar mandi.




" Sesuai kata lo tadi. Gue bebas kan ngacak ngacak kamar lo? "
" Dasar menyebalkan!! "
Keluhku dan membanting pintu kamar mandi. Aku mendinginkan pikiranku sejenak. Setelahnya baru aku memulai  rutinitas mandiku ini.




Aku keluar dari kamar mandi setelah 15 berkutat di dalamnya. Aku sangat tenang karena tak ada suara apapun yang menandakan bahwa Bang Rafka memang mengacak ngacak kamarku. Aku menatap Bang Rafka yang menyenderkan kepalanya di meja belajarku.





Aku melihatnya dari jauh ia terlihat tertidur. Aku sebenarnya tak ingin menganggu tidur nyenyak nya namun aku tak mau juga ia merasakan badannya pegal karena tidur dengan posisi yang tidak benar itu.


" Bang bangun tidur di kasur gih jangan di sini "
Aku awalnya hanya memanggilnya dari jauh. Ya karena Bang Rafka  tipe orang yang mudah bangun kalau tertidur. Karena Bang Rafka terlihat sama sekali tak terusik akupun mengikis jarak di antara kami.






" Bang bangun "
Aku mengguncang bahunya perlahan tak ada reaksi. Akupun panik aku terus mengguncangkan tubuh Bang Rafka ia tetap saja diam.
" Bang jangan becanda ah!! Bang lu beneran pingsan? Bang lu kebo banget sih!! "




Lagi lagi tubuh yang aku guncang tak bergerak sama sekali. Aku baru mengingat bahwa Bang Rafka tak bisa menahan geli. Aku kemudian menggelitik telapak kaki Bang Rafka dengan kemoceng dari bulu ayam tersebut. Tak ada reaksi. Perubahan raut wajahnya pun tak terlihat.





Kakiku lemas. Pikiranku jauh melayang ke arah yang negatif. Aku terus menyangkalnya.
" Bang ayolah jangan becanda ini gak lucu. Di rumah gak ada orang lagi. "
Akhirnya aku memutuskan untuk mengangkat tubuh besarnya itu dan memindahkannya ke atas ranjang ku.




Setelah itu aku menghubungi dokter yang biasa di panggil oleh keluargaku. Bang Rafka terbangun. Ia terlihat memegangi kepalanya ketika ia melihatku menatapnya ia seolah olah mengucek kedua matanya agar terlihat seperti orang yang baru bangun tidur.



" Cieee sampai rela gendong gue nih? Padahal gue cuma tidur "
" Basi tau nggak alibi lo tidur. Gue kenal lo dari kecil karna Lo Abang gue. Gue juga dah gede. Tau mana orang itu tidur atau pingsan. Dokter Rehan akan kesini.  "





" Gue gak papa ga usah lebay. Batalin dokter Rehan biar gak kesini  "
Aku tak menghiraukan permintaannya. Aku tetap fokus membereskan semua kebutuhan yang nanti malam aku akan bawa.




Tak lama pintu kamar di ketuk. Aku pun bergegas membuka pintu kamar ini. Terlihat dokter Rehan sudah berdiri di depan di antar oleh salah satu pelayan di rumah ini. Aku mempersilahkan beliau masuk.



Aku melihat wajah Bang Rafka memucat seperti menyimpan sesuatu yang sangat besar dan mencoba menyembunyikan sesuatu itu dari semua orang. Termasuk aku. Dokter Rehan mulai memeriksa kondisi tubuh Bang Rafka. Tak lama ia terbatuk-batuk.



" Rak, ambilin gue minum "
Perintahnya kemudian langsung bergegas untuk mengambil minum untuknya. Setelah kembali ke ruangan itu aku memberikan air yang tadi ku ambil. Aku kemudian membantu Bang Rafka meminumnya.





" Jadi kenapa Bang Rafka dok, dia sering mimisan dan juga terlihat pucat "
Bang Rafka terlihat kaget mendengar penuturanku.
" Dia hanya kecapekan saja tak ada yang serius. Rafka harus menjaga pola makan dan istirahat dengan teratur dan meminum obat yang sudah saya racikan. Nanti ia akan membaik "



Aku bisa bernafas lega mendengarnya. Setelah berbincang bincang sebentar akhirnya dokter Rehan undur diri. Setelahnya aku kembali ke kamar. Kulihat Bang Rafka tertidur ia sudah makan dan meminum obatnya tadi.



Aku memandangi wajahnya yang sudah tak terlihat sepucat tadi. Entah mengapa aku merasa Bang Rafka menyembunyikan sesuatu yang besar. Dan penjelasan dari dokter Rehan itu sulit ku percaya. Padahal dokter Rehan dokter kepercayaan keluarga kami.




Tapi entahlah aku tak bisa begitu saja mempercayainya. Aku merasa Bang Rafka menyembunyikan sesuatu dari semua orang. Aku berinisiatif untuk menggeledah kamar Bang Rafka. Aku mencoba membuka ganggang pintu itu. Pintu itu terbuka lebar rupanya tak terkunci.





Aku memasukinya dengan hati hati tak mau meninggalkan jejak apapun di kamar ini. Karena Bang Rafka itu sangat teliti. Aku mengitari ruangan ini. Tak ada yang aneh. Aku bahkan menggeledah semua lemari ataupun laci yang mungkin menyimpan sesuatu yang ia sembunyikan itu.



Tapi nihil tak ada sesuatu pun yang aku temukan disini. Aku bergegas untuk merapikan apa yang tadi sempat berantakan karena mencoba mencari sesuatu itu. Setelah memastikan tak meninggalkan jejak apapun ia beralih ke arah ujung ruangan. Iya melihat cctv disana.



Ia pun membuka laptop di meja belajar abangnya itu dan mencoba mengelabui cctv itu dan memotong rekamannya agar abangnya tak curiga dan mengetahui tindakan nekatnya ini. Setelahnya ia keluar dari kamar Bang Rafka dan menuju ke kamarnya kembali. Bang Rafka masih terlihat tertidur. Aku tak ingin mengganggunya.










bukan dia yang aku inginkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang