17. tatapan teduhnya

8 3 0
                                    

Aku berangkat ke sekolah agak kesiangan hari ini. Tak mau berburu buru aku mengendarai motorku santai. Lagipun aku tak pernah telat. Telat sekali pun tak apa lah.






Aku melirik ke spion. Terlihat ada banyak orang dengan pakaian serba hitam di belakang ku. Aku menambah kecepatan laju motorku dan segerombolan itu juga ikut menambah kecepatan nya. Ketika aku memelankan laju motornya orang orang itu juga melakukan hal yang sama.






Aku sudah melakukan itu beberapa kali dan mereka melakukan hal yang sama. Aku tersenyum miring.
" Oh mereka ngikutin gue gitu? "
Tanyaku pada diri sendiri.  Menyadari adanya bahaya di depanku aku segera menarik gas ku.








Namun nasib baik tak berpihak padaku. Motorku berhasil di hadang oleh seseorang salah satu dari segerombolan orang tadi. Ia melepas hlem nya. Sontak saja aku mengetahui wajah itu.









" One by one dong kalau berani "
Kataku ketika mereka hendak bersama sama mengeksekusiku. Tangan pria itu terangkat membuat orang orang di belakangnya itu menghentikan langkahnya.










Tak mau membuang waktu pria itu melayangkan pukulan di wajahku namun aku cepat mengelak dan membuatnya hanya bisa memukul angin. Dia melakukan serangan bertubi-tubi kepadaku namun berhasil ku tangkis.







Ketika kaki itu melayang ingin menendang wajahku. Aku menangkapnya. Kemudian menarik kaki  dan memutarnya. Sontak saja terdengarlah suara rintihan dari mulutnya. Aku tersenyum sembari membanting tubuhnya ke aspal.








Orang orang yang semula menonton kami yang sedang berduel itu menghampiri ku. Mereka semua serentak ingin menyerangku. Karena tak ada kesempatan untuk kabur tak ada pilihan lain selain melawannya.








Aku berhasil melumpuhkan beberapa orang. Ketika fokus ku terpencar aku merasakan benda tumpul membentur bagian belakang kepalaku dengan amat keras . Aku meringis menahan nyeri yang  perlahan menjalar ke seluruh tubuhku.











Tangan kasar itu mengunci pergerakan ku. Ada dua orang yang mencekal tangan dan kaki ku. Kulihat Paman Cinta berdiri di depanku. Ia tersenyum sembari mengepalkan kedua tangannya.









Wajahku menjadi sasaran empuk untuknya. Setelah puas membuat wajahku remuk. Ia menendang dan memukuli perut ku. Kepalaku sangat pusing perutku seperti di aduk aduk.
" Ini hukuman buat lo karena sudah berani ikut campur urusan gue "
Katanya sambil meninju keras ulu hatiku. Aku memuntahkan cairan merah berbau amis dari mulutku.










Tubuhku di biarkan terjerembab ke tanah. Aku melihat orang-orang itu menjauh. Aku mencoba menjaga kesadaranku. Aku mencari ponselku sebelum aku menemukannya rasa pusing yang teramat sangat itu menyerang ku. Kemudian pandangan ku  perlahan mengabur semakin lama semakin gelap. Dan aku tak mengingat apapun lagi setelah itu.










Aku mengerjapkan mataku. Mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk pada pupil mataku. Aku menatap ke sekelilingku. Ruangan bernuansa putih ini membuatku kembali mengingat kejadian apa yang membuatku berada disini.








Tak lama ada seorang perempuan memasuki ruangan ini. Ia tersenyum kepadaku. Aku tak mengenalnya. Aku ingin mendudukkan tubuhku.
"  Tak usah duduk dulu. Sambil tiduran gak papa "
Katanya tersenyum. Aku membalas senyuman itu.
















" Siapa yang membuatmu begini? "
" Terimakasih atas bantuannya "
" no problem, so what made you like this? "
" Bisa tolong ambilkan tas saya? "
Aku tak ingin menjawabnya. Ia menghela nafasnya kasar namun tetap mengambilkan tas untuk ku.










" Makasih atas bantuannya, saya sudah gak papa "
Kataku mencoba mengode agar dia mau meninggalkan ku sendiri. Ia hanya tersenyum.
" Aku akan tetap disini sampai keluarga mu kesini "
Katanya memaksa.












Aku pura pura menelpon seseorang.
" Sayang cepat ke rumah sakit****** "
Kataku pada hp yang mati itu. Kulirik ada raut jengkel di mukanya.
" Aku gak papa. Tapi cepat kesini ya "
Aku pura pura mematikan penggilan ku. Kulihat ia mencoba menetralkan wajahnya yang tadi sempat jengkel.












" Baiklah kalau begitu. Aku permisi dulu "
Katanya  kemudian melenggang pergi. Aku memilih menelepon Andri.
" Lu bisa jemput gue? Nanti gue sharelook tempatnya "
Tanpa menunggu jawaban di seberang aku langsung menutupnya. Tak menerima penolakan.












Aku memejamkan mataku sejenak. Tak lama tertidur ada yang memegang pundak ku halus. Aku mengerjakan mataku. Aku terkejut dengan kehadiran orang orang. Andri bersama dengan Cinta Chelsy beserta kedua orangtuaku. Aku memukul keningku pelan.












" Kamu tawuran? "
Tanya mama dengan tatapan tajamnya yang menghunus. Aku meneguk salivaku dengan susah payah. Tak lama tangan mautnya itu menjewer telinga ku.












" Mama sakit "
" Udah ma. Anaknya sakit kok di tambahin "
Lerai papa membelaku. Akhirnya mama melepaskan tangannya dari telinga ku. Aku mengelus telingaku yang terasa panas itu.










" Kata dokter kamu belum bisa pulang dulu "
Lanjut papa aku hanya mengangguk mengiyakan.
" Aduh mama mau ke kantin dulu beli air mineral. Tapi gak tau dimana kantinnya "
" Biar Chelsy antar tan "










Mama mengangguk setuju kemudian keluar bersama dengan Chelsy.
" Papa angkat telpon dulu "
Kata papa kemudian menjauh dari brankar. Aku menarik tangan Andri. Hingga tubuhnya Condong ke arahku. Aku mencengkram lengan laki laki itu kuat.








" Lo ngapain bilang ke semua orang!! "
Kataku penuh penekanan. Ia terkekeh kemudian.
" Ceritanya panjang ntar gue ceritain. Kalau si curut pergi "
Cinta yang mendengar itupun menbelabakan matanya.











" MAKSUD LO GUE GITU?  "
" Yah dia nyadar Ka "
Aku tersenyum ketika Andri kesakitan karena Cinta menghentakkan kakinya ke kaki Andri dengan keras.
" Syukurin makanya gak usah cari gara gara sama gue lo. Gue tendang Lo sampek ke mars tau rasa Lo!! "











" Ada apa sih ribut ribut "
Serobot papa dari luar sontak membuat kami bertiga terdiam. Beliau menghampiriku kemudian pamit hendak kembali ke kantor. Aku mengangguk setuju.
" Salamin ke mama ya Raka "
" Papa alay "
Kataku kesal dengan ke uwuw an mereka di usia yang sudah senja itu. Papa terkekeh kemudian pergi.











Kulihat raut galak pada gadis itu menghilang. Mata teduh itu terlihat sedang menyimpan banyak luka. Pandangan matanya terlihat kosong seperti tak punya tujuan hidup.







Cinta berdehem membuat aku dan Andri menoleh ke arahnya.
" Gue mau bicara empat mata sama Raka "
" Oh oh ya udah gue keluar dulu "
Kata Andri yang menyadari bahwa dirinya di usir secara halus.










Dia mendekat ke arahku.
" Maaf, pasti ini ulah paman kan? "
" Siapa bilang? "
" Orangnya yang bilang ke gue "
Aku terhenyak kemudian.
" Jangan deketin gue. Gue gak mau Lo kenapa napa "












" Hah "
" Pokoknya jangan deket deket gue. gue balik, nanti bilangin ke Chelsy ya? gue balik duluan. "
Aku mencengkal tangannya.
" Sendiri? "
Tanyaku ia hanya menganggukkan kepalanya. Ia melepaskan tanganku dari tangannya.











" Kalau paman mu macem macem gimana? "
" Aku bisa aja jaga diri kalau aku mau. Udah gue pergi "
Aku membiarkan punggung itu tertelan pintu masuk. Aku sedikit merasa janggal dengan kalimat yang di ucapkan nya. Apa maksud dari  'kalau aku mau '. Aku menggelengkan kepalaku mencoba berfikir positif.

bukan dia yang aku inginkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang