30. main

7 2 0
                                    

" Assalamualaikum "
" waalaikum salam anak mama "
Aku tersenyum kemudian menghampirinya dan menyalimi tangannya takzim.
" Ka "
Merasa terpanggil aku pun mendongak ke atas. Terlihat Bang Rafka sedang berjalan turun dari tangga.








" Hm "
" Temenin Abang ya? "
" Kemana? "
" Ke........ "
" Rakaaaaaa kamu bersih bersih dulu habis itu makan baru setelah itu boleh keluar "
" Ah mama kan Raka cuma ngobrol. Ini juga mau otw ke kamar "
" Cepet!! "
" Iya iya "









Kataku jengkel. Akhirnya aku memutuskan untuk ke kamarku. Aku merebahkan tubuh ku ke atas kasur empuk ku. Setelah merasa lebih mendingan aku baru mandi. Setelahnya aku kembali turun ke ruang makan. Disana sudah ada Bang Rafka yang sibuk dengan smartphone nya.
" Mama mana Bang? "
Tanyaku ketika tak menemukan keberadaan mama. Bang Rafka mengalihkan pandangannya ke arahku.








" Mama keluar. Udah deh cepet makan siang. Temeni Abang "
" Abang dah makan? "
" Udah "
Aku mengawasi meja makan ini. Tak ada satupun piring kotor di atasnya. Kalau Bang Rafka langsung membereskan piring kotornya itu hal yang mustahil.
" Kapan? "
" Kemarin "










" Sekarang makan lagi "
" Gue males kaa "
" Di suruh makan kaya di suruh bersihin gudang "
Kataku jengkel Bang Rafka tak terusik ia tetap pada Smartphone nya. Aku duduk di depannya. Kemudian mengambil piring mengisikan dengan nasi serta serta lauk yang tersaji di meja makan.








Aku menatap bang Rafka yang masih sibuk. Terbesit sebuah ide di pikiranku.
" Yah "
Kata Bang Rafka. Melihat mulutnya yang sedikit terbuka. Aku menjejali mulut Bang Rafka dengan nasi. Dia tak bisa menolak. Akhirnya memakannya.
" Makan Bang! Tu hp gak bisa bikin kenyang "











" Rese lu!! "
Katanya kemudian meraih jus jambu di dekatnya. Kemudian meneguknya hingga tandas.
Setelah makan kami pun bergegas keluar.
" Mama mana? Kita pergi gak pamit nih? "
Tanyaku penasaran.
" Mama lagi mau nemenin papa full time di kantor. Kayak gak tau mereka aja "
Kata Bang Rafka yang hanya ku angguk i saja.







Aku duduk manis di kursi samping kemudi. Aku seperti mengenali jalan yang di tuju Bang Rafka.
" Ini mau kemana sih Bang? "
" Ke rumah temen Abang. Dia baru pulang dari Qatar "
" Lah ngapain ngajak gue? "
" Dia punya adek cantik siapa tau jodoh Lo "
" Ga deh buat lo aja "
" Gak perlu ka, aku ikhlas kok. Kan aku dah ada Cinta "






Kata Bang Rafka dengan senyuman menjengkelkan seperti biasanya.
" Gak ada gak ada "
Bang Rafka terkekeh geli melihat respon ku. Membuatku muak. Tak lama mobil terparkir di halaman rumah yang sudah sangat tak asing lagi di mataku.
" Ini rumah temen Abang? "
" Napa sih? Biasa aja lah! Norak banget sih Lo "








Kata Bang Rafka kemudian keluar dari mobil. Aku hanya mengekorinya. Aku menatapi rumah ini halaman rumah ini. Memang sekarang ini aku tak salah rumah. Ini memang rumah Chelsy. Aku merasakan jantungku berdetak kencang aku mencoba menetralkan detak jantungku. Bang Rafka mengetuk pintu rumah itu. Tak lama bik Ela membukakan pintu. Kemudian menyilahkan kami masuk.










Tak lama seseorang seumuran dengan Bang Rafka terlihat keluar dari sebuah ruangan.
" Hay Bro "
Katanya menyapa Bang Rafka. Bang Rafka bangun dari duduknya. Mereka terlihat saling bercanda dan bertos ria. Seperti sudah berpisah bertahun tahun tapi mungkin iya juga sih. Aku tersenyum kepada teman dari Bang Rafka.






" Adek Lo? "
" Ya. "
" Si kecil Raka dah besar ternyata!! "
Kata teman Bang Rafka itu merangkul bahuku. Aku tersenyum kikuk nyatanya aku baru melihatnya sekarang kenapa ia seperti mengenalku dari dulu.
" Gak inget sama kak Erdwin? "
Tanya laki laki itu aku menggeleng lemah.






" Gak penting juga "
Seloroh Bang Rafka di sambut tawa oleh kak Erdwin. Tak lama bik Ela datang dan menyajikan minuman untuk kami.
" Makasih bi "
Kata Kaka Erdwin kemudian menyilahkan kami untuk meminum minuman yang di sajikan.








Tak lama aku melihat Cinta berjalan ke bawah. Ia terlihat mengucek matanya sepetinya baru terbangun dari tidur siangnya. Pandangan kami bertemu. Membuat mata yang tadinya sayu itu terbuka lebar. Ia kemudian berbalik secara spontan dan berlari kembali ke atas. Aku tersenyum melihat tingkahnya itu.









Tak lama Chelsy gantian yang turun.
" Raka "
Panggil Chelsy menyapaku aku hanya tersenyum malas menanggapinya. Bang Rafka dan kak Erdwin saling pandang. Kemudian mereka saling melempar senyum.
" Oh kalian udah kenal ya? Bagus deh"
Seloroh kak Erdwin dengan senyuman menggoda. Bang Rafka terlihat menikmati wajah kesal ku ini.









" Iya lah kenal. Orang sekelas "
" Jangan jangan....... "
" Kebetulan saja "
Potongku merasa tak suka dengan arah pembicaraan Bang Rafka. Bang Rafka terkekeh. Ia seperti memberikan kode kepada kak Erdwin. Entah apa yang ia rencanakan. Yang jelas pasti rencana itu sangat merugikan aku.








" Chel, kak Erdwin ada urusan sama kak Rafka. Temenin Raka ngobrol ya?"
Kata kak Erdwin yang sukses membuat mulut ini menganga tak percaya. Aku menatap tajam netra Bang Rafka yang terlihat puas.
" Sial "
Umpatku ingin ku cabik cabik wajah tengilnya itu.








Chelsy mengangguk setuju. Tentu saja ia akan senang hati menerima perintah dari kakaknya. Kemudian keduanya meninggalkan kita berdua. Tak ada yang memulai pembicaraan. Aku malas berbicara sedangkan Chelsy sepertinya  ragu memulainya karena ekspresi kesalku yang ketara. Aku meminum jus yang di buatkan oleh buk Ela itu.








" Jadi Raka itu beneran Raka Anggara Atmaja? "
Aku terkejut mendengarnya. Bagaimana bisa gadis itu mengetahui nama margaku. Padahal aku sudah menutupinya di sekolah.
" Kok? "
" Yah kamu lupa ya? "
Aku menggelengkan kepalaku.
" Bukan lupa. Emang kita baru kenal "
" Iya deh terserah Angga "
Panggilan Angga itu seperti tak asing si telinga ku. Tapi aku tak bisa mengingatnya sama sekali.









Chelsy bercerita banyak hal yang katanya kejadian itu memang terjadi sewaktu kita kecil. Aku tak fokus mendengarkannya. Aku fokus menatap Cinta yang sepertinya mengintip kita dari atas sana. Untunglah tak lama Bang Rafka kembali. Aku bisa terbebas dari si cerewet ini. Sekarang aku dan Bang Rafka sudah di perjalanan pulang.






" Bang "
" Hm "
" Memang gue dulu kenal dengan mereka? "
" Iya kalian kenal. Bahkan sering bermain bersama "
" Kenapa gue gak inget "
" Yang kau ingat ingat cuma Dhiva terus! "
" Bisa nggak sih ga usah bahas Dhiva!!! "








" Iya iya. Ya gue harap lo benar benar mencintai Cinta tulus bukan karena Cinta sedikit mirip dengan Dhiva  "
Aku terkejut mendengarnya. Kupikir hanya aku saja yang menganggap Cinta amat mirip dengan Dhiva. Walaupun dari seri sifat sangat sangat bertolak belakang namun wajah itu sangat mirip. Aku tak menanggapinya lagi.












" Dhiva sudah bahagia di atas sana. Bisa nggak sih gak usah di bicarakan lagi Kasihan Dhiva gue nanti dia tersiksa kalau kita omongin terus "
Bang Rafka mengangguk sembari terkekeh.
" Aku selalu berharap kau kembali Dhiva, apa Cinta adalah jiwamu dalam wujud lain? Aku sangat merindukanmu "
Gumam ku mulai mengkhayal liyar.

bukan dia yang aku inginkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang