36. kecewa

10 2 0
                                    

Hari ini aku menyempatkan untuk mampir ke rumah sakit menemui Cinta. Namun hanya sebatas mengawasinya dari jendela kaca. Aku ingin mendekat namun takut membuat gadis itu berlaku nekat.

Aku menghembuskan nafasku kasar. Kemudian duduk bersender di kursi depan ruang inap Cinta. Aku meraup wajahku kasar hingga tepukan di bahuku membuatku mendongak.

" Cinta mau ngomong sama lo "
" Serius? "
Kataku tak percaya dengan apa yang Dista katakan. Tapi perempuan itu mengangguk menyakinkan aku. Akupun tersenyum kemudian masuk ke dalam.



" Gue harap lo jauhin gue! "
Ucap gadis itu dengan ekspresi jengkel.
" Cin.... "
" Jauhin gue! "
" Kenapa? Lo juga sayang kan ke gue?"
Gadis itu terkekeh kemudian menatapku dengan tatapan menghina.



" Gue gak pernah sedikitpun ada rasa sama lo. Bahkan rasa benci sekalipun gue kubur dalem dalem. Karena gue gak mau nyinpem perasaan sedikitpun sama Lo!! Perasaan apapun termasuk rasa benci!! "
" Cin, gak ada peluang buat gue? "




" Jauhin gue. Gue gak suka sama Lo! Gue gak ada perasaan apapun sama lo!! Selama ini gue sabar. Karena gue ga mau ngelukain hati Lo. Tapi makin kesini lo kebanyakan tingkah yang buat gue merasa illfeel sama lo! "



" Cin..... "
" Lagian ya ka. Gue udah punya orang lain di hati gue jauh sebelum gue kenal sama lo "
" Cin.... Kenapa lo gak bilang? "
" Emang kalau gue bilang Lo percaya? Sadar ka lo orang paling keras kepala yang pernah gue kenal. Gue illfeel Lo sangat sangat illfeel sama lo! "




" Puas sekarang lo bikin persahabatan kita rusak? Bahkan lo buat seseorang yang gue sayang itu jauh dari gue!!! PUAS LO!!!! "
Badanku terasa melayang mendengarkan semuanya. Gadis di depanku itu menghujamkan kata kata menyakitkannya di depanku.




" Jangan temuin gue. Lo tu benalu dalam hidup gue "
" Gue pergi, Tapi beri tahu dulu siapa cowok itu? "
Cewek itu terdiam.
" Gue bukan psiko gue gak bakal apa apain cowok lu "


Cinta tetap diam.
" Lu gak perlu tahu "
Dugh brakk. Aku maupun Cinta langsung menoleh ke arah pintu. Terlihat Bang Rafka yang sedang bergulat dengan Dista. Mereka seperti tom and Jerry yang berebut makanan cuma bedanya mereka saling tarik menarik tangan mereka.



" Lo mau tahu siapa dia? "
Tanya Cinta tiba tiba membuat aku fokus kepadanya lagi. Tak menghiraukan kedua orang yang ribut di tengah pintu masuk itu.
" Siapa? "



" Kak Rafka "
Panggil Cinta membuat keributan itu terhenti sejenak. Akupun ikut mematung tak percaya. Merasa genggaman Dista mengendor Bang Rafka langsung menghindar dan menghampiri kami.



Tangan Cinta terulur memegang tangan Bang Rafka. Kemudian ia menggenggamnya erat.
" Ini cowok itu "
" Lo bohong kan!! "
" Kurang jelas kata kata gue!?. Lo jahat tahu gak Ka. Masak lo suruh gue confes di rumah sakit? "


Raka menatap mata Bang Rafka.
" Lagi lagi Lo yang menang Raf. Gue benci sama lo Raf . Lu bukan Abang gue lagi!!! "
Kataku kemudi beranjak pergi. Aku kecewa dengan ini semua. Aku menubruk tubuh Dista yang menghalangi jalanku.


Aku mengemudikan mobillku ugal ugalan dijalanan. Setelah berkendaraan tak ada tujuan aku pun menghentikan mobilku di sebuah rest area.




Mataku menatap kosong ke arah orang yang berlalu lalang. Bayanganku dengan kejadian bagaimana Dhiva meninggalkan ku itu kembali terulang hari ini. Itu semua terjadi karena orang yang sama.
" Kenapa harus lo sih Bang!!! Arkhhhhh "

Flashback on


Hari itu suasana rumah sangat panas. Jadi aku maupun Dhiva tak di perbolehkan untuk keluar. Kami bermain bersama di ruang tamu.
" Raka, Dhiva pulang dulu ya? Jaga in bonekanya Dhiva ya? "



Aku mengangguk mengiyakannya. Tak lama Bang Rafka tiba tiba meraih boneka itu. Aku reflek memegangi ujung dari boneka itu. Kegiatan tarik tarik an itu tak terelakan. Hingga perebutannya itu berakhir seri. Kita sama sama terjatuh. Boneka itu terputus menjadi dua bagian.




Bang Rafka melemparkannya padaku. Aku belum bisa mengelak Dhiva telah datang.
" Rakaaaaaa!!!!! Raka rusakin bonekanya Dhiva lagi!!!!!! Nanti mama marah ke Dhiva hiks hiks "





Celetuk Dhiva menangis kencang. Bang Rafka langsung berlari menjauh. Sedangkan mama terlihat mendekat.
" Raka! Kamu apain anak saya lagi!!! "
Celetuk mama Dhiva melihat anaknya menangis keras bahkan seperti hsiteris.





Melihat boneka masa kecilnya yang rusak itu membuat mama Dhiva geram.
" Hei ada apa ini? "
Tanya mama mendekapku.
" Anak mu itu telah merusakkan mainan kesayangan Dhiva. Hadiah dari neneknya!!! "



" Raka minta maaf "
" Tapi ma Raka gak salah! Bang Rafka yang rusakin!!!!! "
" Kok Raka bentak mama? "
" Maaf ma, Raka gak salah!! "
" Raka!! Raka sudah besar. Kalau salah ngaku saja. Dari tadi Abang sama papa. Raka gak boleh ngomong gak bener soal Abang. Itu fitnah gak baik "




Kata papa sembari menggandeng tangan Bang Rafka. Wajah Bang Rafka seolah bingung dan tak mengerti. Aku menatap tajam ke arah Bang Rafka. Aku langsung berlari ke arahnya kemudian menyenggol bahunya keras.



Aku menangis seketika itu juga. Semua menyalahkan aku. Tanpa menjawab ataupun meminta maaf pada siapapun aku berlari ke kamarku. Kemudian menutup pintunya erat.




Flashback off



" Kenapa lo selalu hancurin hidup gue bang!!. Kenapa lo selalu rusak hidup gue. Setelah rebut perhatian mama papa lu rebut Dhiva. Lu buat Dhiva jauh sejauh jauhnya dan sekarang apalagi Bang? Lu rebut Cinta dari gue!!!! Gue benci lo bang!! "




Aku membenamkan wajahku ke setir. Hatiku sangat nyeri mengingat betapa seringnya Bang Rafka merebut mainan mainan berhargaku bahkan merusak nya. Hingga kenangan ku dengan Dhiva ikut rusak karena ulah tangan Bang Rafka.



" Lo jahat Bang Lo jahat!!!! "
Aku menangis sesenggukan di dalam mobil. Rasanya ingin aku berteriak keras. Tapi aku tak mau dilihat sebagai orang yang dramatis. Menghadapi luka kecil dengan banyak drama. Lukanya mungkin tak terlihat tapi sakitnya tiada obat.




Di tindas oleh saudara sendiri. Tak di beri kesempatan untuk mengelak tuduhan yang tak benar oleh kedua orangtua. Mama yang terus memaksaku untuk mengaku kesalahan yang Bang Rafka buat. Papa yang selalu meminta ku untuk meminta maaf atas kesalahan Bang Rafka.




" Lo itu pengecut Bang. Lo pengecut ANJ**G!!!!!! ARKHHHHHH "
Aku menjerit keras dan menjambak rambutku keras. Aku kembali menangis tergugu setelahnya. Setelah capek menangis mataku terasa pegal. Dan tak lama semuanya memburam dan berakhir gelap. Mataku terpejam rapat. Melupakan sejenak rasa yang mengganjal di hati.



Jangan lupa vote and comment ya. Makasih udah mau baca. Mampir ke cerita ku yang lain juga ya.









bukan dia yang aku inginkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang