2. Si Tegar Kana

16K 1.3K 38
                                    




Seperti hari-hari biasa, Kana pulang dari sekolah ke rumah tanpa sambutan. Berbeda dari Yuna, kakaknya yang bersekolah di SMA, kepulangan Yuna selalu disambut senyum Mama dan Uwak yang tinggal satu rumah. Yuna sangat cantik dan sempurna. Dia juga pintar dan selalu mendapat rangking atas di kelasnya. Sedangkan Kana adalah kebalikannya. Kana tidak cantik dan gendut, dia tidak pernah mendapat rangking sepuluh besar.

Tapi sebenarnya Kana itu pintar dan cerdas, dia hanya kurang perhatian saja. Kana sering mendengar desas desus para wali murid yang memberi uang atau hadiah ke oknum guru kelas agar anak-anak mereka mendapat nilai baik serta rangking yang tinggi. Ini bukan rahasia umum lagi. Ditambah dia sering mendengar mamanya menghubungi guru kelas Yuna, dan sang guru tanpa malu meminta imbalan bulanan. Alhasil, Yuna diberi nilai tinggi di setiap mata pelajaran yang dipelajari. Lucunya, mamanya enggan melakukannya untuk Kana. Dan Kana mengalah dan tidak banyak menuntut. Menurut Kana, tanpa memberi uang, Kak Yuna sebenarnya bisa saja meraih nilai tinggi karena dia juga rajin belajar.

Kana menghela napas panjang saat membuka tudung saji di atas meja makan. Hanya lauk sisa yang dia lihat dan separuh mangkuk kecil berisi nasi.

"Lagian pulangnya telat. Kalo kurang beli aja di warung Mak Endah," ujar Uwak Ita yang sedang duduk-duduk santai selonjoran di dekat pintu dapur yang mengarah ke laman belakang. Uwak Ita adalah kakak sepupu Mama Kana, Asih. Sejak mamanya bercerai dari ayahnya beberapa tahun lalu, Uwak Ita yang merupakan janda tanpa anak itu tinggal di rumahnya. Uwak Ita adalah kerabat terdekat mamanya.

"Nggak papa, Wak. Ini cukup," tanggap Kana sambil melangkah menuju rak piring. Namun wajahnya menunjukkan tidak semangat.

Kana duduk di kursi makan dan mulai makan seadanya, sedikit nasi yang mulai keras karena tidak ditutup wadah dengan sempurna dan sayur urap yang juga tinggal sedikit.

"Telat napa kamu?" tanya Uwak Ita sambil mengamati Kana yang sedang makan.

"Piket, Wak. Tadi ada lomba antar kelas. Jadi anak-anak pada makan di kelas. Sampah-sampah jadi banyak," jawab Kana pelan. Dia berusaha tegar dengan nasibnya. Piket tanpa dibantu teman sangat menyedihkan. Belum lagi ejekan-ejekan pedas dari teman-temannya.

"Ck. Pantes. Pasti kamu kerjanya lelet. Badan segede gaban. Gimana mau cepat pulang dan makan enak. Tadi itu ada tamu dari Jakarta datang ke mari. Mau nggak mau diajak makan, jadi ya tinggal sedikit. Mau masak, Uwak udah capek," gerutu Uwak Ita cuek. Kana sih sudah paham watak Uwak Ita. Uwak Ita sama saja dengan mamanya yang kurang mempedulikannya. Mereka hanya peduli kakaknya yang cantik jelita.

Kana diam tidak menanggapi. Dia sudah terbiasa dengan gerutu Uwak Ita.

"Siapa tamunya, Wak?" tanya Kana. Dia makan pelan-pelan biar makanan yang dia telan lebih terasa dan dia bisa kenyang. Beli lauk di warung Mak Endah? Mana mau Mama kasih uang lebih.

"Teman lama Mama kamu. Namanya Mulyani. Dia punya anak laki yang sudah lama kerja di perusahaan makanan ringan di Jakarta. Anaknya ganteng dan sudah punya banyak duit. Mau cari jodoh ceritanya," ungkap Uwak Ita.

"Oh..., buat kak Yuna?" tanya Kana.

"Iyalah. Emang buat kamu? Nggak ngaca? Liat di fotonya orangnya guanteng. Sudah punya apartemen di Jakarta. Dan pantesnya memang untuk Yuna," decak Uwak Ita.

"Aku masih SMP, Wak. Belum mikir kawin," decak Kana.

"Ya siapa tau. Banyak juga yang tamat SMP, langsung kawin,"

"Bukan aku,"

Kana tidak tersinggung dengan kata-kata sinis Uwak Ita. Dia sudah terbiasa dijelek-jelekkan dan dia tidak tersinggung sama sekali. Namun dia balas sebisa mungkin agar lawan bicara paham akan maksudnya. Serba salah jadi orang jelek, batin Kana sadar diri.

"Wah. Kalo Kak Yuna nikah, bakal pindah ke Jakarta dong," ujar Kana. Dia usir perasaan jengahnya terhadap Uwak Ita. Bagaimanapun Uwak Ita adalah orang tuanya dan kerabatnya. Kana harus memahaminya. Dia juga tidak punya pekerjaan atau menghasilkan uang. Hidupnya bergantung ke mamanya yang bekerja sebagai tukang cuci keliling dan pembantu rumah tangga harian di rumah orang terpandang di desanya.

"Nggak. Mereka bakal tinggal di sini. Apartemen calon suaminya itu disewain. Mau buka usaha makanan di depan rumah," jawab Uwak Ita.

Kana manggut-manggut.

"Kak Yuna kan masih sekolah. Emang dia mau?" tanyanya.

"Sebentar lagi juga selesai,"

Kana diam berpikir. Sayang kalau kak Yuna langsung menikah setelah selesai sekolah. Kana lebih setuju jika Yuna meneruskan kuliah dan bekerja di tempat yang lebih baik. Ganteng? Kerja di perusahaan makanan? Punya apartemen dan akan disewakan, lalu buka usaha kecil-kecilan di rumah ini? Kana menyayangkan semuanya.

Kak Yuna bisa mendapatkan lebih dari laki-laki itu, seorang pegawai pemerintahan misalnya, yang Job security nya lebih menjanjikan dan hidup kak Yuna lebih terjamin, karena akan banyak beragam tunjangan. Itu yang Kana pikirkan. Seperti Ryan, teman sekelasnya, misalnya, yang keduaorangtuanya bekerja di kantor pemerintahan kabupaten. Rumah Ryan lumayan bagus dan besar serta ada dua mobil dan tiga sepeda motor.

"Kak Yuna sudah mau?" tanya Kana. Meskipun Yuna bersikap cuek kepadanya, Kana tetap memikirkan hal-hal baik untuk kakaknya itu.

Uwak Ita tertawa sinis sambil mengamati Kana.

"Kenapa emangnya? Cemburu kakakmu sudah dipinang?" decaknya sambil mengurut-urut dua kakinya.

"Bukan begitu, Wak. Aku kan cuma nanya. Menurutku lebih baik Kak Yuna sekolah lagi," tanggap Kana bijak.

"Duitnya dari mana? Kamu ngomong kayak orang punya aja," rutuk Uwak.

"Yah. Sekarang kan banyak tawaran beasiswa," ujar Kana. Dia sudah selesai makan siangnya.

Kana mulai membereskan meja makan dan membersihkannya. Kana juga mencuci piring-piring yang sudah menumpuk. Uwak Ita malas membantu pekerjaan rumah di rumahnya. Apalagi jika Kana sudah pulang ke rumah. Jika Uwak Ita duduk-duduk selonjoran di dekat pintu dapur, itu artinya dia hanya ingin bermalas-malasan. Padahal usianya masih tergolong muda dan sebenarnya masih sanggup bekerja.

"Alah. Kuliah nggak penting-penting amat sekarang. Banyak yang kuliah banyak juga yang nganggur. Tuh anak Mak Endah yang punya warung, kuliah jauh-jauh di kota Jakarta, ujung-ujungnya cuma bantu mamanya jualan," gerutu Uwak Ita.

Kana tertawa sinis. Itu yang Uwak Ita lihat dari permukaan. Padahal Kana sangat tahu akan kehidupan Mak Endah sejak anak tertuanya lulus kuliah. Dagangan semakin laris dan warung yang tertata lebih rapi dari sebelumnya. Dagangan Mak Endah juga dijajakan secara online, sehingga keuntungan berlipat karena bertambahnya pelanggan. Dengar-dengar anaknya akan buka cabang di kantor lurah. Uwak Ita kurang peka dengan keadaan sekitar. Dia hanya termakan isu-isu liar seputar tetangga yang iri saja dengan Mak Endah. Kana menyesalkan keputusan mamanya seandainya Kak Yuna benar-benar menikah setelah menyelesaikan sekolahnya.

Dapur sudah rapi dan bersih. Saatnya mandi dan istirahat. Kana sempat pula melirik pintu kamar Kak Yuna yang tertutup. Kana mengira kakaknya dan Mama sedang pergi ke suatu tempat dan dia tidak tahu ke mana, karena pintu kamar mamanya juga tertutup. Mamanya memang sangat suka jalan-jalan bersama Kak Yuna ke pasar. Apalagi sekarang masih awal bulan.

Kana tersenyum tipis, berharap malam ini dia makan enak.

_____

KANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang