"Dia kerja di pabrik ya, Kak?" tanya Kana hati-hati. Uwak Ita sudah menceritakan kepada Kana perihal jati diri calon suami kakaknya. Tapi Kana ingin langsung mendengar dari Yuna.
"Iya. Tapi di bagian administrasi. Jadi gajinya belasan juta," decak Yuna sambil mengibas rambutnya yang hitam lebat dan berkilau. Dia bangga dengan calon suaminya.
"Oh...," gumam Kana. "Sudah berapa lama dia kerja?" tanyanya ingin tahu.
"Hm..., nggak tau persis. Dia bilang selesai SMA dia sudah bekerja di sana. Jadi dia bisa mengumpulkan uang banyak dan beli apartemen dan satu mobil," jawab Yuna lagi.
"Oh...," Kana semakin curiga. Tamat SMA kok bisa langsung digaji dua digit?. "Trus dia pindah ke rumah ini dan buka usaha?"
"Kamu nanya atau cuma mastiin?" Yuna balik nanya. Wajahnya berkerut.
Kana tersenyum simpul melihat wajah cantik kakaknya yang berubah sewot. Yuna memang cantik meskipun marah-marah.
"Dia sudah capek kerja dan kepingin menikah dan buka usaha bareng. Kalo di Jakarta sudah banyak saingan. Di sini warung makan dan warung kelontong masih jarang. Jadi dia mikir kesempatan dapat untung banyak lebih besar dan cepat daripada di Jakarta," jelas Yuna.
Wajah Kana berkerut sekilas. Bukannya buka usaha di Jakarta lebih menjanjikan, daya beli di sana jauh lebih tinggi karena penduduk Jakarta sangat banyak.
Kana amati wajah Yuna yang semangat penuh harap.
"Kakak nggak mau lanjut sekolah gitu?" tanya Kana hati-hati.
Yuna hela napas panjang. Lalu menggeleng.
"Mau nikah aja ah. Liat-liat di IG nikah muda lebih baik. Kebayang nanti punya anak pas gedenya keliatan seumuran gitu. Lucu deh,"
"Oh...,"
"Kamu tau temen aku yang namanya Febri?"
"Ya,"
"Dia sudah menikah,"
"Oh ya? Kapan?"
"Bulan lalu di kampung mamanya di Cibodas. Nikahnya sama bapak-bapak empat puluh lima. Nggak seganteng calon aku. Kebunnya banyak. Febri kerja bareng ikut suaminya. Sekarang Febri sering liburan ke Malaysia. Asyik deh,"
"Oh...,"
Kana terpana mendengar penjelasan kakaknya mengenai pernikahan. Menurutnya kakaknya pintar tapi naif. Tidak teliti dengan calon suaminya yang katanya ganteng dan berduit banyak. Seharusnya nasib kakaknya seperti Febri yang setelah menikah ikut suami dan bekerja sama lalu bersenang-senang. Ah, Kana tidak mau lagi bertanya-tanya. Bukannya ikut bahagia dengan rencana pernikahan kakaknya, justru Kana merasa khawatir dan yakin hari-harinya akan terganggu. Apalagi nanti dia akan menginap satu kamar dengan Uwak Ita yang bau dan kotor.
______
***
Hari pernikahan Yuna semakin dekat. Walaupun Yuna tidak meneruskan pendidikannya, dia tetap semangat belajar agar bisa lulus dengan nilai terbaik. Sebaliknya, Kana malah tidak sesemangat sebelumnya. Mamanya sudah memutuskan bahwa dia tidak akan lanjut ke jenjang SMA. Kana sudah didaftarkan mamanya ke penyalur asisten rumah tangga dan bekerja setengah hari di rumah-rumah. Usia Kana belum cukup, karenanya dia didata secara ilegal oleh penyalur.
Kana tidak bisa berbuat apa-apa. Dia pasrah saja dengan keadaannya. Parahnya, mamanya sudah menghitung-hitung gaji yang akan Kana dapat, dan dia akan mengambil penuh setiap bulannya, dengan dalih memasak dan memenuhi kebutuhan hidup Kana sehari-hari. "Nanti sebagian Mama tabung, untuk pakaian dan modal bekerja kamu juga, supaya penampilan kamu nggak lusuh begini," ujar mamanya dengan nada membujuk. Wajah mamanya manis sekali waktu mengutarakan rencananya di depan Kana. Hingga Kana terbujuk dan senang melihatnya. Kana jadi bertekad akan bekerja keras untuk membahagiakan mamanya. Segala cita-cita dan keinginannya dia tepis. Kana ingin mamanya bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
KANA
Romance"Saya suka kamu, Kana. Saya ingin mengenal kamu lebih dekat." Bisma berujar tanpa basa basi. Kana tersenyum kecut. "Nggak salah, Pak?" "Apanya yang salah?" "Maksud, Bapak ... Bapak menyukai saya sebagai apa? Apa karena saya bisa mengasuh anak-anak B...