Meet you

696 54 0
                                    

Suara melengking terdengar berdengung di telinganya saat salah satu dari mereka melemparkan sesuatu ke arah kepala bagian belakangnya yang membuat Pawat langsung tersungkur jatuh di atas tanah.

5 lelaki bersajam itu hanya menatap Pawat dengan tatapan datar saat lelaki itu berusaha berdiri dengan kepala bagian belakang yang bocor dengan darah yang mengalir kemana-mana.

"Mau kalian apa?" Tanya Pawat dengan wajah penuh emosi.

Salah satu diantaranya tersenyum sarkas sebelum datang dua orang berseragam sepertinya melemparkan seorang lelaki dengan seragam sekolah yang sama dengan Pawat dan buku berjudul When we were young di tangannya.

Pawat menatap Nanon dengan terkejut, badannya sudah terkulai lemah dengan tonjokan dimana-dimana apalagi lehernya seperti terkena beberapa sayatan.

"Eii Meung" Panggil Nanon dengan nafas berat yang membuat Pawat langsung menatapnya datar meskipun kini ia sangat marah.

"Gua mungkin emang bego dan ga punya otak, tapi gua ga bisa biarin lo mati. Gua tau lo mau mati kan? Lo sengaja nyuruh mereka bunuh lo? Gua baca halaman terakhir buku diary lo yang kebuka" Jelas Nanon.

Ia kemudian tersenyum kecil, "Apapun takdirnya, gimanapun keadaannya, tolong jangan mati"

Pawat menatap sekeliling dengan mata berkaca-kaca kemudian menatap Nanon lagi, "Buat apa hidup kalo gua sel-"

"Wat!! Pake otak lo dikit lah bangsat"

Pawat langsung terdiam ketika Nanon membalikkan ucapannya, "Kalo lo mati, gua juga mati setidaknya bertahan demi hidup gua"

Sakit, hatinya sakit, ia merasa sangat bodoh sekarang melihat Nanon dengan kondisi seperti itu berbicara dengan sangat lembut meskipun ia sedang sekarat.

"Kebanyakan drama"

Pawat yang sedang termenung langsung menatap mereka dengan wajah emosi, ia langsung berdiri di hadapan ketuanya tepat di depan Nanon sehingga Nanon bisa bersembunyi di belakang tubuhnya.

"Apa gua harus bikin lo kaya temen lo itu? Berakhir dengan mati atau di rumah sakit?" Tanya Pawat sembari smirk sebelum akhirnya merebut pistol dari tangannya dan membenturkannya dengan keras ke arah kening lelaki itu.

Ia menangkis, menonjok, membenturkan, menusuk, dan menghindar meskipun beberapa kali mendapat pukulan dan tusukkan di bahu dan perut bagian kirinya.

Nanon yang melihat itu semua hanya bisa menutup mata rapat-rapat karena ketakutan sembari memegang perutnya yang ditonjok.

Ia kembali membuka matanya setelah beberapa saat dan mendapati Pawat tengah dipukuli, dihajar habis-habisan hingga wajahnya tak terlihat lagi karena bercampur dengan darah.

Apa ia akan terus diam? Menatap temannya dihajar seperti itu demi nyawanya? Tapi apa ini semua artinya Pawat bertarung hingga seperti ini dengan mereka hanya karena ingin menyelamatkan nyawanya?

Suara dengungan di kupingnya kembali terdengar hingga membuat kepalanya pusing, matanya memburam, ia tak merasakan rasa sakit lagi saat dua orang lelaki yang masih bisa berdiri memukulinya tanpa belas kasihan.

Ia hampir saja kehilangan kesadarannya namun seseorang tiba-tiba muncul di pikirannya begitu saja.

Nanon, hanya orang itu yang ada di pikirannya. Tatapannya yang sinis, lesung pipi dan senyumnya yang begitu manis, wajahnya yang imut saat panik entah kenapa membuatnya kembali tersadar bahwa ia tak boleh menyerah demi hidup seseorang.

Saat salah satu dari mereka hendak melayangkan pukulan terakhir di wajah Pawat lelaki itu dengan cepat berguling lalu berdiri, ia melirik sekitar kemudian mengambil kursi bekas lalu melemparnya ke mereka, dengan kecepatan kilat ia langsung melumpuhkan dua orang terakhir dengan memukul tengkuk kedua orang tersebut dan menginjak kakinya.

Ia langsung menatap Nanon yang tengah berdiri dengan ketakutan disana, ia menatap ke arah Nanon kemudian tersenyum, "Maaf" Ujarnya sebelum terjatuh dengan badan yang lemas dan setengah sadar.

Nanon tentu saja langsung mendekat ke arah Pawat kemudian merangkulnya dan menuntunnya jalan menuju jalanan raya kembali. Nanon terus menekan luka tusuk yang ada di perut Pawat karena terus mengeluarkan darah tanpa memerdulikannya yang juga sama-sama terluka.

Wilayah dekat sekolahnya memang rata-rata tempat para pekerja jadi tidak ada banyak orang sekarang yang bisa menolong mereka.

Pawat menyender pada Bahu Nanon, entah kenapa rasanya nyaman, "Keringet lo kok wangi si" Ujar Pawat meledek.

Nanon memutar bola matanya, "Serius"

"hm, kita bersihin luka dulu sini" Ujar Pawat sembari berjongkok di atas keran air kemudian membersihkan sisa-sisa darah di tubuhnya dan tubuh Nanon.

Ia melepas jaket dan kaus putihnya kemudian merobek kausnya untuk dipakaikan pada perutnya agar pendarahannya berhenti lalu melakukan hal yang sama pada bahunya lalu ia memakai jaket jurusannya kembali.

"Lo tunggu di situ, gua ambilin obat"

Nanon menggeleng, "Ikut"

Kini Pawat yang menggeleng, "Lo tunggu aja disana, gua yang beli, lo gak boleh banyak gerak"

Nanon kembali menggeleng, "Takut" Rengeknya.

Pawat menghela nafas, "Tunggu disini penakut" Sinisnya.

Nanon menatap sebal Pawat kemudian duduk di kursi yang pemandangannya langsung ke arah laut lepas di hadapannya.

Ia tersenyum tanpa ia sadari sembari menatap pemandangan matahari terbenam, rasa sakitnya seperti hilang begitu saja saat melihat pemandangan menenangkan dihadapannya.

"Nanon?"

Lelaki itu langsung berbalik dan menatap ke arah Fong yang tengah menatapnya terkejut sekaligus panik, "F-Fong? Lo ngapain disini heheh"

"Lo kenapa bisa kaya gini?" Ujar Fong dengan nada sedikit kesal sembari berjongkok dan mengeluarkan P3K dari tasnya.

Nanon menghela nafas, "Gapapa"

"Gapapa matamu! Lo kenapa gua tanya"

"Gua-"

"Fong"

Lelaki itu langsung menengok saat seseorang dengan kresek berisi obat dan makanan itu datang memanggilnya dengan tatapan dan nada suara yang datar.

"Lo kok bisa ada disini?" Bingung Fong sembari berdiri.

Pawat melirik Nanon, "Dia ngikut gua"

"LO YANG BIKIN DIA KAYAK GINI?"

Pawat masih memasang wajah datarnya saat Fong memegang kuat kerahnya, Nanon yang melihat itu tentu langsung panik dan melerai mereka.

"Udah!"

Fong langsung melepaskannya lalu menggenggam tangan Nanon, "Lo balik sama gua dan lo, jangan sekali-kali ganggu hidup temen gua lagi" Tegas Fong sembari menarik kasar tangan Nanon.

Pawat hanya menghela nafas sembari menatap kepergian Nanon dan Fong, ia merasa kesepian itu lagi saat Nanon tak ada. Ia pikir ia akan mendapat teman tapi ternyata ia tidak pantas mendapatkannya karena orang sepertinya hanya akan menghabiskan hidupnya dengan tarung, mencuri dan dipukuli hingga mati.

TBC.

***

Maaf banget karena authornya jarang update soalnya lagi siapin buat UAS, terima kasih yg udh baca dan double up sebagai perminta maafan author.

See you ~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

See you ~

Hukum Cinta || OhmNanonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang