37. "Spread your legs and moan for Daddy."

1.2K 46 3
                                    

POV Amanda

“Kedua, aku ingin mendengar kau menyebut namaku saat kau klimaks di bibirku.” Logan membisikkannya dengan suara berat, menyentuh lembut garis rahangku menggunakan bibirnya, mengirimkan gelenyar aneh yang kukenali itu ke perutku.

“Dan ketiga, aku akan membuatmu merasakan diriku seutuhnya.” Logan kembali berbisik dengan nada yang lebih kasar, seolah-olah pengendalian diri yang selalu dibanggakan olehnya habis meleleh di bawah kakiku.

Darahku berdesir hebat sewaktu Logan mendorongku ke salah satu pilar. Tangannya langsung bergerak membebaskan kancing celana pendekku dan membuat kain dari bahan denim itu seketika meluncur melewati kedua kakiku. Aku menggeram sewaktu jemari Logan menyusup ke balik pelindung terakhir yang masih kukenakan. 

“Sial, Amanda. Kau basah sekali. Kau akan membuatku mati karena terangsang,” umpatnya kemudian.

Aku melihat bibir Logan gemetar dan mendengus sebelum satu jarinya berpindah ke celah yang lebih pribadi. Kesiapku sontak mengudara. Punggungku mendadak kebas oleh sensasi menyenangkan yang kurindukan.

Rasanya seperti Alice Kingsleigh yang jatuh ke dalam lubang kelinci dan menemukan dunia lain di baliknya. Magis, penuh emosi, mendebarkan dengan petualangan liar yang belum pernah kulakukan di tempat terbuka. Jason Gale—seorang tetangga yang tinggal di sebelah rumah, mungkin akan memergoki kegiatan kami kapan saja.

“Kau tidak akan mati karena tegang.” Aku menggumamkannya dengan suara yang menyerupai dengung gerombolan lebah madu.

“Hm. Kau benar. Aku tidak akan mati sebab kita akan bercinta sampai pagi. Sampai kau tidak sanggup berjalan dengan kedua kakimu sendiri. Sampai kau memohon untuk menyudahinya.” Logan menarik seringai panjang di sudut bibirnya, memajukan wajahnya ke sisi telinga kananku, meraba leherku dengan napasnya yang berat dan panas.

“Sampai kita tertidur karena kelelahan dan melewatkan jam makan malam. Sampai kita puas. Sampai kita berteriak bersama karena rasa nikmat.” Aku menambahkan, mengalungkan kedua tanganku ke pinggang Logan, merasakan kecupan ringan dari bibirnya yang turun menjelajahi kulit telanjang di sepanjang bahuku.

“Apa kau suka diikat?”

Aku membeku selama sesaat. Ide itu terdengar gila, tetapi mengapa aku justru tertarik untuk melakukannya? Mungkin memang ada yang salah dengan orientasiku.

“Aku tidak tahu kau mahir menali,” sahutku sambil mengedipkan mata.

“Ah, yeah, tentu saja, aku tahu banyak dan aku cukup ahli,” sesumbarnya kembali mendaratkan satu kecupan lembut di ujung hidungku.

“Tie me up and you can do whatever you want.” Aku mulai memprovokasi Logan dan dia memberi reaksi yang kuharapkan.

“Kau nakal, Amanda. Sangat amat nakal.”

Rahang Logan mengetat. Aku bisa melihat pembuluh darahnya menonjol keluar, mengelilingi kulit leher dan dagunya, menciptakan kesan maskulin yang sempurna. Dia terlihat menggiurkan dan aku tidak sanggup menahan keinginan untuk tidak menyentuh tubuhnya.

Aku membiarkan jemariku melakukan penjelajahan secara acak. Menyentuh bagian-bagian terbaik dari Logan yang selalu menjadi favoritku. Menikmati sisi dirinya yang jantan dan tangguh dan menstimulasi seluruh pancaindraku yang menggenting oleh gairah.

Dalam jarak sedekat ini, aku menyadari bahwa bau kolonye Logan merupakan aroma paling menyenangkan yang pernah kuingat. Dadanya yang dilapisi otot-otot padat terasa seperti stimulan yang membuat hasratku perlahan merangkak untuk terbit. Logan milikku dan aku miliknya dan fakta itu membuat selusin sayap kupu-kupu dalam perutku terus mengepak tanpa henti.

Jemari Logan lantas membalas dan beralih meremas pinggulku. Memintaku menunggu sementara dia masuk ke dalam untuk mengambil sesuatu. Logan lalu kembali dengan segumpal tali, benda itu masih baru dan tergulung rapi, terbuat dari bahan katun yang nyaman.

“Tidak akan menyakitimu.”

“Aku tahu. Aku percaya padamu.”

“Kepercayaan. Itu memang penting bagi partnermu, tetapi kupikir kita tidak boleh melakukannya di luar. Tidak dengan seorang tetangga mata keranjang yang akan menikmati kegiatan yang kau dan aku lakukan.” Setelah Logan membisikkannya, dia menarikku masuk ke dalam, menggiringku ke kamar tamu terdekat tanpa repot-repot menutup pintu pembatas antara dapur dan halaman belakang.

Kami kembali melanjutkan sesuatu yang sempat terinterupsi dan merasakan bibir Logan di bibirku untuk yang ke sekian kalinya. Mengecapi sensasi menggetarkan yang lidahnya buat di lidah dan daguku. Aku melenguh sesekali sambil mendesiskan namanya seperti mantra.

“Aku tidak tahu mana yang terbaik antara kau dan segelas gin dan tonik yang biasanya kunikmati, Amanda. Kalian sama-sama membuatku kehilangan akal sehat, tetapi kau jelas yang lebih istimewa.”

Mulutku mengeluarkan geraman rendah yang tidak mampu kukenali. Bukti bahwa logikaku juga sama tidak berfungsinya dengan yang Logan rasakan saat ini, kecuali hanya untuk memadamkan kobaran api yang kini menyengat semua ujung jari kakiku. Membakar gairah yang membuatku jauh lebih percaya diri dari biasanya.

“Berbaringlah dan aku akan menyelesaikannya untukmu, Amanda.” Logan menelengkan kepalanya, menungguku berbaring, menungguku untuk menyerahkan diriku sepenuhnya.

Gejolak di perutku lagi-lagi muncul, seolah-olah aku baru saja menghabiskan bergalon-galon air dengan rakus dan membuatku muntah karena sifat serakah yang mengerikan. Namun, perasaan yang membara ini menyiksaku. Rasanya seperti menjalani sebuah hukuman yang bukan untukku dan aku ingin mengenyahkan sensasi kebasnya sesegera mungkin.

Aku berbaring dalam keadaan kacau. Hanya dengan kamisol yang tersingkap berantakan dan celana dalam yang terasa lembap setiap kali aku bergerak mengubah posisi. Pandanganku terkunci pada Logan yang mulai bekerja, membuka gulungan tali, dan mengikatkannya di kedua pergelangan tanganku lebih dahulu.

Tali itu kemudian membatasi ruang gerakku. Logan melakukannya dengan hati-hati dan memastikan aku tetap nyaman. Talinya lalu melewati punggungku, melingkari bagian bawah payudaraku yang  mencuat, dan membuat simpulnya berakhir dengan erat di area pinggulku.

“Bagaimana perasaanmu?” Suara Logan parau, seolah-olah ingin menegaskan gemuruh hebat yang memukul jantungku.

“Panas luar biasa,” jawabku jujur dengan napas terengah-engah.

“Sempurna.” Logan kembali berbisik, jari telunjuknya bergerak menelusuri leherku dan turun ke sepanjang perutku.

Kulitku menggelenyar di bawah sentuhan Logan yang kasar, tetapi juga lembut secara seimbang. Dia hanya berhenti untuk melucuti celana dalamku dan membisikkan sesuatu yang membuat punggungku tersentak ke atas. Aku memejamkan mata, mendengar langkahnya menjauhiku, dan dia kembali dalam waktu singkat.

Aku membuka mata, melihat Logan yang membawa sehelai kain satin tipis, bahannya lembut dan berkilat keemasan seperti perkamen. Dia menunjukkannya sekilas padaku. Menggantung benda yang menyerupai pita itu di udara untuk ditampilkan.

“Permainan akan lebih menyenangkan dengan mata tertutup.”

Logan lalu memasangkan kain yang terasa licin itu di mataku dan membiarkan kegelapan memerangkapku dalam sekejap. Detik berikutnya, aku hanya merasakan bibir Logan mengosongkan seisi kepalaku dari rasa cemas yang tidak beralasan. Rambutnya terasa menggelitik, membuat kedua kakiku melebar secara spontan, melambungkan semua esensi terliar yang pernah kumimpikan sejak tiga bulan terakhir.

“Spread your legs and moan for Daddy.”


***

Hot Sugar DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang