15. Klub Woody's

2.3K 56 0
                                    

POV Amanda

Aku memutuskan untuk pulang dengan berjalan kaki sampai rute itu membawaku keluar sepenuhnya dari kawasan Elkins Park. Menunggu taksi datang dan mengangkutku ke klub Woody’s—tempat Carissa Sue, teman sepermainanku bekerja di sana. Di sepanjang perjalanan, aku lagi-lagi memikirkan Logan.

Apa sikapku tadi keterlaluan? Aku mengakui aku memang sedikit kasar pada Logan. Namun, menjauh dari pria itu merupakan satu-satunya hal terbaik yang mampu kulakukan sebab kewarasanku mulai kembali selepas kami berpisah satu sama lain.

“Berhenti di sini saja,” pintaku pada sopir yang kemudian menepikan mobilnya di sekitar butik sepatu dan aku turun dari taksi dengan berjalan kaki lagi untuk mencapai Woody’s yang hanya tinggal tiga meter jaraknya.

Aku melangkah dengan perasaan gugup yang mendadak muncul menyergap punggungku dari balik trotoar berkelok yang membawaku menuju lokasi. Lampu-lampu jalan tampak membungkuk menyeramkan di pertigaan, seolah-olah akan mengait kerah bajuku dan melemparku ke atap bangunan. Mengapa aku tadi tidak mengumpulkan informasi tentang cara berperilaku wajar di sebuah klub malam pada situs mesin pencari terlebih dahulu?

Setelah menoleh ke sekeliling untuk memastikan bahwa aku tidak salah dalam melakukan perhentian, aku mencoba menghubungi Carissa. Namun, panggilanku justru teralih ke kotak pesan secara otomatis. Sempurna, pikirku.

“Apa dia sesibuk itu?” gerutuku kesal sambil mengedarkan pandang ke arah halaman klub yang sudah dipadati pengunjung.

Aku memperhatikan tiga orang penjaga bertubuh besar tersebut mengecek kartu identitas milik orang-orang yang akan masuk melalui pintu berukir di belakang mereka. Mustahil aku boleh diizinkan lewat tanpa Carissa. Usiaku masih di bawah batas ketetapan tempat itu.

“Sendiri?” tegur seseorang yang muncul dari belakang, suara baritonnya berat, nada yang menyiratkan kesan bahwa dia memang pria yang kelewat ramah.

Aku menoleh sebelum menjengit mundur karena posisi wajahnya yang terlalu dekat denganku. Pria itu menyunggingkan senyumnya, lantas menukikkan satu alisnya yang tebal itu ke atas. “Apa kau sedang menunggu teman kencanmu? Aku bertaruh kau masih sangat muda untuk diperbolehkan mencicipi alkohol di sana.”

Sorot matanya sempat mengerling ke arah Woody’s. Dia mengusap janggutnya yang belum dirapikan, memamerkan senyumnya sekali lagi, dan menungguku merespons. Apa mencampuri urusan orang terutama wanita tengah menjadi suatu tren selama beberapa waktu terakhir?

Aku menciptakan benteng perlindungan diri dari pria hidung belang yang ada di depanku sekarang. Membuat sebanyak mungkin jarak dan mencoba mengingat sejumlah kuda-kuda untuk dijuruskan pada wajah atau selangkangannya. Aku harus menyerang semua titik rawan miliknya agar usahaku berhasil bila itu memang diperlukan, tetapi kuharap aku tidak harus melakukannya.

“Tenanglah, Sayang. Aku tidak berniat buruk, tetapi mengapa wanita cantik seperti kau berdiri sendiri di sini? Apa kau tidak merasa takut diterkam oleh sesuatu? Ada banyak predator yang suka berkeliaran di distrik Voyeur. Bukankah harus ada seorang pria jantan yang siap melindungimu dari para pemangsa itu?”

“Maaf, Sir. Apa kau punya masalah denganku? Seluruh kalimatmu mengandung seksisme yang membuatku merasa sangat gerah mendengarnya. Memangnya ada apa dengan wanita yang sedang berdiri menunggu seorang temannya di tempat umum? Maksudku, aku baik-baik saja sebelum kau datang. Terus terang, kaulah yang terlihat seperti predator itu sendiri.”

Tawa pria itu kemudian pecah. Pendek, tetapi melengking. Ekspresinya tengah mengolok-olok sesuatu yang dianggapnya lucu sambil menggosok tulang hidungnya yang bengkok dan aksi tersebut membuat rambut panjangnya yang licin tergerai menutupi kedua pelipisnya yang menonjol.

Hot Sugar DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang