41. END

255 14 0
                                    

Seorang gadis manis meletakkan selembar kertas pemberitahuan di atas meja makan. Gadis itu naik ke atas kursi dan menatap punggung ibunya yang sedang mencuci piring.

"Mama."

Wanita itu menoleh dan tersenyum.

"Jena sudah pulang, mau makan ??" Sela menghampiri putri semata wayangnya. Tatapannya jatuh pada lembaran yang ditinggalkan Jena di atas meja. Dia sempat mengelap tangannya dulu sebelum mengambil benda itu.

"Nanti saja, Jena belum lapar." Gadis itu menyangga pipi gembulnya dengan kedua tangan. Tatapannya berbinar, menunggu tanggapan Sela.

"Jena ada pertandingan Minggu depan mah."

"Taekwondo lagi?? Luka lebam di pahamu saja belum hilang Jena. Kamu yakin tidak mau berhenti saja dari taekwondo?" Sela duduk dan menatap putrinya dengan lembut. Gadis kecil itu menggeleng.

"Jena suka taekwondo."

" Tapi kan kamu perempuan sayang, apa tidak lebih baik ikut balet saja daripada Taekwondo??"

Jena menggeleng lagi, dia menggerakkan jari telunjuknya kekanan dan kekiri.

"No..no.. Jena ingin kuat seperti papa dan cantik seperti mama."

Sela hanya bisa tersenyum menanggapi putri kecilnya. Putri hasil ketidaksengajaan Lee Jeno itu memang agak lain. Dimana kebanyakan anak perempuan usia 5 tahun lainnya suka bermain boneka tapi Jena malah lebih memilih latihan menembak.

Lalu dia juga menolak saat Sela mencoba mendaftarkannya kursus balet atau piano dan dia lebih memilih Taekwondo. Sebenarnya Sela agak khawatir dengan perkembangan Jena yang terlalu tomboy. Gadis itu juga lebih suka bergaul dengan anak laki-laki daripada perempuan.
Selain itu sifatnya juga sangat mirip dengan Jeno. Suka kekerasan.

"Mah... Papa kapan pulang sih? Sudah 2 bulan papa pergi. " Jena cemberut. Dia menyangga kepalanya dengan satu tangan sementara tangannya yang lain mencoba menggambar pola abstrak di atas meja.

"Papa kan lagi kerja sayang."

"Ya tapi kapan pulang? Jena kan kangen."

Sela menghela nafas. Wanita itu berjalan mendekati putrinya dan mengusap kepala Jena.

"Mama juga kangen, tapi kerjaan papa belum selesai. Kita harus sabar."

Lee Jeno sedang dalam misi yang serius. Seorang buronan negara kabur ke Korea Utara dan Jeno bertugas untuk membawanya kembali ke Korea Selatan. Ini bukan perkara yang mudah, bahkan sebelum pergi Jeno sudah berpesan pada Sela untuk tidak menunggunya kembali. Karena semua orang tau kalau hubungan kedua negara itu sedang panas.

"Jena kan mau papa lihat Jena tanding Minggu depan." Gadis itu menunduk dalam dan menahan tangisnya.

Jena itu jarang menangis, dia akan selalu berpura-pura kuat. Tapi disaat dia benar-benar tak bisa menahan air matanya itu artinya hati Jena benar-benar sedang terluka.

Sela tidak bisa melakukan apapun selain hanya memeluk putrinya untuk menenangkan gadis itu. Dia sendiri juga tidak bisa menghubungi Jeno karena semua alat komunikasi di sita pihak Korea Utara. Yang bisa Sela lakukan hanyalah mendoakan keselamatan suaminya itu.

💮💮💮

Hari dimana Jena bertanding harusnya menjadi hari yang paling berkesan untuk gadis kecil itu. Namun ternyata dia merasakan sebaliknya. Seseorang yang spesial baginya tidak datang. Jena terus murung sejak pagi sampai dia masuk ke stadium.

Sela sempat menguatkan putrinya itu sebelum dia pergi ke kursi penonton. Satu kursi kosong di sampingnya adalah milik Jeno. Sela sendiri terus menghela nafas ketika menatap kursi kosong di sampingnya.

Serendipity Next Door | LEE JENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang