Halo. Maaf aku sudah menghilang lama 🙃 belakangan ini lagi demotivasi parah saking stres. Buka wp aja jarang karena bawaannya "gak. Gak siap. Gak. Gak dulu. Gabisa."
I'm so sorry. I'll try to be better 💙
Terima kasih yang sudah bersabar.
*****
Di akhir khotbah panjang lebar dari kakak iparnya, Erika pun mengangguk-angguk paham. Dapat ia rasa, sang kakak ipar kembali memeluknya untuk membesarkan hati Erika. Dan untuk itu, wanita berusia 26 tahun pun sangat bersyukur. Dari dulu, Erika ingin sekali memiliki figur kakak perempuan, tetapi malah ditakdirkan menjadi bungsu dari dua kakak laki-laki. Makanya, kehadiran kakak iparnya seperti hadiah dari Tuhan yang selama ini Erika harapkan.
Namun, seolah belum puas mengganggu, tetap saja ada yang menghantui pikiran Erika. "Gue masih belum tenang, Kak...," katanya setelah beberapa saat. Tatapan kosong matanya lurus ke dinding. "Kepala gue rasanya mau pecah kalau mikirin bakal ngecewain Papa, Mama, Bang Damian, Bang Angga..., lo. Katakanlah sekarang rahasia gue aman sama lo. Tapi, masa depan gue tetep bisa hancur kalau skandal itu nyebar. Kalau Rheysa sama Arsen sesakit hati itu dan pengen liat gue terima akibatnya. Gue juga masih takut hamil anaknya Arsen."
Pelukan Zelina terasa mengerat di tubuh Erika. "Maaf, gue belum bisa bantu banyak. Tapi, lo harus inget kalau keluarga lo, apalagi gue, gak akan pernah tinggalin lo apapun yang terjadi. Mungkin awalnya bakal ada yang kecewa dan harus berdamai dulu, tapi gue yakin semua bisa ngerti setelah denger cerita dari sisi lo. Keluarga bakal tetep ada untuk satu sama lain. Paham?"
Erika pun mengangguk dalam diam.
"Gue sebenernya masih agak skeptis tentang kejadian yang nimpa lo tadi pagi...." Kembali, Zelina mengutarakan apa yang ada di pikirannya. "Kalau lo bersedia, besok kita bisa ke obgyn diem-diem buat periksa. Gue gak tau apa bisa ketauan udah betulan, tapi seenggaknya kita usaha dulu. Mungkin agak halu, tapi kalau lo dijebak, bisa jadi apa yang lo takutin gak terjadi. Semua cuma dibuat seolah-olah kayak gitu. Gue masih janggal aja rasanya."
Ingin sekali Erika mempercayai kakak iparnya, tetapi dia takut kecewa jika ternyata hasil pemeriksaan tidak sesuai harapan. Bagaimana kalau dia malah punya kelainan yang membuatnya tidak sesensitif wanita lain di bawah sana?
"Buat yang itu, gue ... masih belum berani, Kak," timpal Erika akhirnya. "Kalau tunggu dua minggu sekalian sama pas test pack aja boleh, gak?"
"Well, that's your choice. Kalau lo nyamannya kayak gitu, gak apa-apa. Dan, oh--!" Zelina melepas pelukan mereka. "Kalau solusi sementara ini bisa bikin lo tenang, kita bisa beli pil morning after dulu buat jaga-jaga."
"Beneran, Kak?" Binar seolah memasuki mata terang Erika kembali.
"Tapi ...,"
Jeda Zelina membuat Erika ragu. "Tapi, apa, Kak?"
"Lo harus tetep konsul dulu ke dokter umum atau obgyn. Pil KB, apalagi yang emergency kayak morning after atau plan B gak dijual bebas. Harus pake resep dokter."
"Yah, ke klinik juga kalau gitu, dong.... Lama lagi."
"Konsul online aja sekarang. Setau gue tetep bisa, kok. Apalagi bener-bener urgent gini. Nanti obatnya lo langsung tebus di aplikasi sekalian, terus dikirim ojek."
Ah, iya juga. Erika tidak pernah mencoba hal itu sebelumnya, makanya agak kudet. Lagipula untuk apa? Di rumah, Erika tinggal merengek pada papa atau abang pertamanya saja jika sakit. Mereka berdua sama-sama dokter meskipun berbeda spesialisasi. Sakit-sakit ringan saja, sih, langsung bisa ditangani dari rumah. Jika sedikit parah, langsung berangkat ke rumah sakit milik keluarganya sekaligus diantar oleh keluarga. Beres.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpul Klandestin
ChickLitTidak pernah sekali pun Erika membayangkan bahwa dirinya akan terjebak skandal satu malam dengan TUNANGAN DARI SAHABATNYA SENDIRI! ***** Sama seperti di sekolah pada umumnya, Erika Navya Narendra yang dulu masih remaja polos pernah diminta membuat d...