"Oke. Kalau lo setuju, kita ukur badan lo sekarang biar bajunya cepet dikerjain. Sebentar...." Erika membuka laci kerjanya untuk mencari meteran. Sial. Ke mana pita panjang itu pergi ketika dibutuhkan? Ah, ya, sudahlah. Sekalian saja dia memanggil asistennya untuk membantu proses pengukuran sekalian.
Sambil menunggu, Rheysa terlihat antusias melihat-lihat desain milik Erika yang ada di buku sketsa. Sesekali keduanya berbicara satu dua hal sementara Arsen memilih untuk menyibukkan diri dengan ponsel. Tak lama, dua orang pun datang seraya membawa formulir ukuran dan pita meteran.
Proses pengukuran pun dilakukan dengan seksama agar baju pengantinnya pas untuk hari pernikahan dan terlihat menawan melengkapi kecantikan sang mempelai. Yang melakukan asisten-asisten Erika, sih, sebenarnya. Wanita itu sendiri sibuk menggambar ulang desain kasar baju pengantin untuk sahabatnya.
"Oh, iya, Rik," kata Rheysa di sela-sela kegiatan. "Lo habis ini mau ngapain?"
"Hmm.... Mungkin pulang setelah mastiin kalau proses gaun lo aman. Atau, mampir ke rumah kakak ipar gue buat jenguk ponakan."
"Yah, padahal tadinya gue mau ngajak ngafe bareng. Udah lama banget, loh, kita gak nongkrong bareng."
Erika pun tersenyum dan menggelengkan kepala dengan berat hati. "Sorry. Lagi kangen liat ponakan. Mungkin lain kali? Lagian, lo juga masih harus fitting lagi nanti."
"Ya, udah, deh, kalau gitu. By the way, ada berapa ponakannya?"
"Ada tiga. Kembar fraternal. Dua cowok, satu cewek. Umurnya satu taun."
"Oh.... Yang tadi bajunya lo gambar juga, ya?" tebak Rheysa antusias. Tentu saja hal itu membuat Erika kaget.
"Lho, lo liat desain yang itu?"
Rheysa pun mengangguk. "Gemes! Lo kayaknya sayang banget sama ponakan lo sampe dibikinin baju custom segala."
"Well, I don't know...." Erika tersenyum seraya lanjut menggambar. "They're just so precious, you know? Gue niat gambar-gambar asal doang juga taunya jadi baju lucu buat mereka. Rasanya seneng banget kalau liat mereka suka sama bajunya sampe gak mau dilepas."
Melihat sahabatnya yang masih memiliki binar dreamy ketika membahas makhluk-makhluk lucu itu, Rheysa pun tersenyum penuh arti. "Lo gak banyak berubah, ya, Rik? Dari dulu masih aja suka sama anak kecil. Gimana, ya, kabarnya anak ibu kantin SMA yang suka lo ajak main pas istirahat dulu? Waktu itu dia masih tiga taun, kan? Lagi gemes-gemesnya."
"Eh, mana gue tau?" timpal Erika. "Udah lama juga sejak lulus. Mungkin anaknya lagi jadi calon ABG bucin."
"Wah, jangan sampe, deh, lo kalah sama bocil. Gue belum denger, nih, hilal kalau Erika Navya Narendra tersayang udah punya pacar. Kalau gini terus, kapan mau nyusul buat nikah? Kapan Erika junior mau lahir? Pasti calon anak lo beruntung banget bakal dibuatin baju yang bagus-bagus terus sama emaknya."
Erika tertawa ringan menanggapinya. Bisa saja Rheysa ini. Dia adalah salah satu orang yang tahu bahwa Erika memang memiliki mimpi sederhana untuk menikah, memiliki pasangan yang suportif dan anak-anak yang lucu. Apalagi setelah melihat betapa besarnya cinta Bang Damian ke kakak iparnya. Erika juga ingin diperlakukan lelaki segitu spesialnya.
Tidak mau menolak doa, Erika pun hanya dapat berkata, "Someday, Rhey. Maybe someday."
*****
"Nti, mawu ecim...."
"Aduh. Tanya Mama dulu, ya? Nanti kalau gak boleh, Onti yang diomelin."
"Ndak. Mawu ecim...," paksa sang keponakan. Saat ini, Erika tengah berjalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan bersama calon kakak ipar yang bukan calon kakak iparnya, Zelina, beserta tiga anak-anak lucu hasil perkawinan wanita itu dan abang pertamanya, Damian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simpul Klandestin
Chick-LitTidak pernah sekali pun Erika membayangkan bahwa dirinya akan terjebak skandal satu malam dengan TUNANGAN DARI SAHABATNYA SENDIRI! ***** Sama seperti di sekolah pada umumnya, Erika Navya Narendra yang dulu masih remaja polos pernah diminta membuat d...