[55]

42 12 1
                                    

"Kenapa dia bisa seromantis itu sih," ungkap Natasha di dalam kamar dengan memegangi kalung pemberian Angga, yang saat ini masih dipakainya.

"Mah, hari ini Natasha seneng banget! Apalagi sama kalung pemberian Angga, bagus kan?"

Kini, Natasha hanya bisa berbagi kebahagiaan nya hanya dengan sebuah pigura. Meninggalnya sang Mama, memang sangat membuat luka membekas. Tetapi, hanya dengan bercerita seperti ini saja seakan-akan Mira memang berada di depan Natasha. Mendengarkan putrinya itu bercerita dengan antusias.

"Aku kangen tau sama Mama, nanti aku jenguk Mama ya ke makam? Aku juga bakal bawain bunya tulip kesukaan Mama." Pigura itu pun di peluk erat oleh Natasha.

Di celah pintu, ada Alfendra yang melihat obrolan Natasha dengan pigura yang berisikan foto almarhumah menantunya itu. Rasa menyesal, karena tidak bisa mendidik dengan baik putranya. Membuat Alfendra geram, dan akan mencabut semua fasilitas kantor yang dia beri kepada Jordan serta jabatan yang anaknya pegang di perusahaannya.

Alfendra pergi dan kembali masuk ke dalam kamarnya, lalu dengan segera membuat janji temu dengan Jordan. Ingin segera menyelesaikan permasalahan ini, membuatnya tidak sabar menemui anaknya besok pagi.

***

Di lain sisi, di kediaman rumah Angga. Keributan kembali terjadi, Al memaksa Angga untuk segera pergi ke luar negeri untuk melanjutkan sekolahnya di sana bersama Cantika. Dan melangsungkan acara pertunangan sampai ke jenjang pernikahan nanti.

Begitu kesal Angga mendengar kata pertunangan, dia sampai tidak bisa mengendalikan dirinya. Gelas yang berada di tangannya pun di lempar dengan keras begitu saja.

"CUKUP YAH CUKUP!" teriak Angga kepada Al yang berdiri di depannya.

"Bisa ngerti gak sih kalo Angga baru pulang? Aku capek dan mau istirahat, tolong jangan bahas masalah itu dulu,"

"Mau kamu muak atau ngelakuin apapun, Ayah itu akan tetap maksa kamu buat setuju sama perjodohan ini," lagi dan lagi, kata perjodohan kembali terucap.

"Kenapa harus Angga yang di korbanin di situasi ini? Kenapa Ayah harus setuju sama perjanjian konyol itu?" tanya Angga menatap serius ke arah Al.

"Ayah itu sayang sama kamu. Dan ini juga demi kebahagiaan kamu sendiri," balas Al.

"Sayang? Orang tua macam apa yang nyuruh dan mendesak anaknya buat nikah di usia muda cuman karena masalah utang. Apa itu yang di namakan kasih sayang orang tua?" Angga kembali bertanya.

"Ayolah Angga, kalo kamu setuju buat tunangan dan nikah sama Cantika. Kita bisa terbebas dari utang, perusahaan Ayah bisa kembali berkembang, dan kamu juga bisa minta apapun setelah itu." Al memegangi pundak Angga, mata memohonnya tersorot ke arah putranya itu.

"Angga bilang enggak ya enggak!"

Satu tamparan kembali melayang ke arah Angga, pipinya kini menjadi sasarannya lagi. Selain sakit akibat tamparan itu, Angga juga sangat di tekan dengan permasalahan orang tuanya yang seharusnya tidak melibatkan dirinya.

"Apa kamu mau jadi anak durhaka hah? Apa kamu teg—"

Penyakit jantung yang Al punya kini kambuh, terasa sangat sesak yang dia rasa dan tak bisa menahannya. Sampai membuatnya jatuh dan tak sadarkan diri, memang beberapa hari ini Al tidak meminum obatnya secara rutin sebab memikirkan hutang yang dia punya cukup besar yang membuat kondisinya semakin menurun.

Semua panik, termasuk Angga, dengan sangat terburu-buru dia langsung menelpon ambulans untuk segera datang dan membawa Ayahnya ke rumah sakit. Walaupun Angga sangat marah atas perlakuan Al, tapi dia tak lupa bahwa dia masih menganggap Al sebagai orang tuanya.

Natasha (selesai) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang