Chapter 07 - Hak

3 2 0
                                    

"Ke mana si tu cewek?! Dari tadi dicariin kok nggak ketemu-ketemu! Lama-lama, gue panggil Vampir China buat nyeret dia ke sini! Kebiasaan, kalau pergi hp nya suka ditinggal!" geram Nilo semakin murka saja.

Bersusah payah mereka keluar dari kerumunan sampai dikejar-kejar untuk mencari Tita, pada akhirnya gadis itu tak kunjung ditemukan.

Padahal Tita juga tidak akan pergi ke mana-mana, hanya pergi menghilang di sekitar sekolah saja. Tapi, kenapa mereka berempat mau saja mencari?

Sudah bertahun-tahun bersama dengan gadis itu, membuat mereka tidak bisa jauh-jauh sedetik saja. Karena bagi mereka, hanya Tita gadis yang bisa menjadi sahabat, saudara, ibu, kakak, dan teman dalam waktu bersamaan.

Mereka suka saat Tita mengomel atau marah jika mereka melakukan sesuatu yang salah. Mereka suka saat Tita mau menjadi pendengar atau tempat konsultasi ketika mereka sedang ada masalah. Mereka suka saat Tita bercanda untuk menghibur kala mereka sedang sedih. Dan, mereka juga suka saat Tita memberikan pundaknya sebagai sandaran ketika mereka sedang rapuh bahkan hampir runtuh.

"Gimana kalau kita mencar?" Nadi melirik satu-persatu sahabatnya meminta tanda persetujuan. "Gue ke gudang dan belakang sekolah."

"Gue ke sekitaran taman sama ke depan gerbang sekolah!" sahut Nilo cepat.

"Gue ke perpus sama ke lab kimia," putus Nano sembari mengangkat satu tangan.

"Gue mau makan bakso sambil mangkal."

Baru saja membalikkan badan hendak pergi, kerah seragam Teiga langsung ditarik paksa Nilo dari belakang, membuat sang empu agak sedikit tercekik.

"Eh, mati nanti gue anjir! Kalau gue nggak bisa masuk Dark Web gimana? Mau tanggung jawab? Cita-cita gue tuh!" Tampang Teiga tidak bisa dikondisikan, bibirnya sampai maju beberapa senti dengan ke dua alis hampir menyatu.

"Eh bocil, enak banget lo main pergi aja? Kalau Tita beneran hilang gimana? Tu orang limited edition, nggak ada gantinya!"

"Ck. Ya sudah, gue ke rooftop," cetus Teiga ogah-ogahan, dia tidak terlalu khawatir sebab dia yakin kalau Tita akan baik-baik saja.

Siapa juga mau menculik gadis cerewet itu?

"Cuma satu? Yang lain pada dua."

"Rooftop jauh, liftnya lagi rusak, jadi harus naik turun tangga."

|||

"Bapak biasanya sehari dapat berapa?"

"Kalau ramai, ya, bisa dua ratus ribu, tapi kalau sepi, ya, kadang cuma lima puluh ribu. Kan, nggak setiap hari orang-orang pada beli," jawab Pak Mang, si penjual bakso dan pentol keliling seraya ke dua tangan digerakkan menjadi bentuk-bentuk tertentu.

Jika keluar dari depan gerbang sekolah langsung bertemu dengan jalan raya utama, maka keluar dari gerbang belakang sekolah akan bertemu dengan jalan atau gang kecil karena sekolah ini dibangun tepat di samping rumah-rumah warga sekitar.


Gadis berponi itu mangguk-mangguk, masih dengan mulut mengunyah pentol tanpa kuah yang dibungkus plastik dengan bagian ujung yang sengaja dilubangi sebagai jalan keluar makanan. "Biasanya mangkal atau keliling?"

"Ke duanya, tapi lebih sering keliling karena kalau mangkal terkadang ada sekolah yang tidak mengizinkan."

Pak Mang duduk di atas motor, sedangkan Tita duduk di kursi kayu yang biasa digunakan siswa siswi untuk memanjat dinding sekolah. Walau terhalang pagar setinggi lima meter dan lebar satu meter, tapi itu tidak membuat pembicaraan mereka terhalang.

Tita in Human SquadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang