Chapter 03 - The Day

9 1 0
                                    

15:35

Sudah menunggu hampir sepuluh menit di gerbang sekolah, yang ditunggu malah tidak kunjung datang.

Karena mereka menjadi pusat perhatian seluruh warga sekolah terutama para ciwi-ciwi, jadi, mereka sepakat bersikap sekeren mungkin.

Tinggal lama di Indonesia membuat mereka perlahan-lahan tahu apa yang disukai para remaja zaman sekarang. Salah satunya tampilan seperti bad boy kelas kakap yang di mana seragam atas dikeluarkan, rambut sengaja diberantakan, memakai pernak-pernik seperti; kalung, tindik, gelang, bahkan cincin.

"Hati-hati di jalan!" ujar Tita mengingatkan saat berpisah dengan Zahwa yang hendak menuju ke parkiran.

"Iya. Lo juga hati-hati! Jangan lupa besok cerita!" Gadis berjilbab itu melambai sebelum pergi.

Bisikan demi bisikan mulai terdengar saat Tita menghampiri empat remaja yang tidak sesuai dengan SNI itu.

"Kenapa lama banget sih?! Kepanasan nih kita! Kalau jadi hitam gimana?!" omel Nilo dengan nada seketus mungkin. Di tangangannya memegang minuman kaleng yang masih tertutup rapat.

Manusia yang baru datang itu menarik kepala. "Lah? Siapa yang nyuruh kalian nunggu di sini? Katanya ketemuan di, Taman Bangkai?"

"Udah. Jangan pada berantem, nggak enak dilihat yang lain." Nano, laki-laki berhoodie maroon itu menengahi seperti biasa.

Tita pikir Nano adalah laki-laki paling waras di antara ke tiganya.

"Ya sudah. Mau mulai sekarang apa gimana? Soalnya gue sibuk, nggak punya banyak waktu," celetuk Nadi sembari memasukkan novel ke dalam tas.

"Sok sibuk lo! Palingan di rumah lo cuma rebahan, nonton drama, main sosial media, baca novel, baca AU, ngehaluin idol, makan, terus tidur!" cecar Teiga ikutan kesal.

"Samaan dong sama yang baca cerita ini. Awokawokawok." Itu suara Nilo.

"Ya sudah kalau nggak jadi, gue pulang."

"Eits ... iya ayo deh!" cegah Nadi saat sang peserta spesial hendak berlalu. "Jangan baper gitu dong."

Karena keadaan sudah seperti ini, jadi sekalian saja Tita mengerjai.

Ke dua manik mata itu melirik penampilan laki-laki yang dia akui tampan itu dari atas ke bawah. Tangannya dilipat angkuh di depan dada. "Ngomong-ngomong, keuntungan gue sebagai peserta spesial apa?"

"Untuk hari ini, lo berhak minta dua permintaan," jelas Nano singkat.

"Kalian ke sekolah naik apa?"

Nilo menunjuk sebuah limosin hitam yang terparkir tak jauh dari sana, ada beberapa bodyguard juga yang berjaga.

"Oke. Gue minta kalian jalan kaki ke tempat yang akan kita tuju, tanpa penjagaan apapun. Hanya kita berlima."

"Lo mau kaki gue lecet? Kalau kita diculik gimana?" seru Teiga terlihat sangat keberatan.

"Lo laki apa banci sih? Cemen banget baru disuruh jalan kaki saja!" hina Tita tanpa takut bahkan saat dia tahu kalau ke empat laki-laki di depannya adalah orang terpandang.

"Oke. Kita terima." Jawaban yang sangat tidak terduga dari mulut Nilo.

|||

15:55

"Di ma-na sih tempatnya? K-kok nggak sampai-sampai?" Nafas Nadi mulai tidak teratur, begitupun dengan tiga teman lainnya.

"Iya. Udah satu kilometer kita jalan," sambung Teiga.

"Udah mau sampai kok. Atau kalian mau istirahat dulu?" tawar Tita masih baik-baik saja.

"Lanjut saja," balas Nano berusaha dikuat-kuatkan walaupun kakinya pegal-pegal. Hoodienya sampai dia lepas karena panas.

Tita in Human SquadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang