tiga ; festival

4 2 0
                                    

"Tidak ada tertulis cara mengembalikan Kavala?" tanya Eru membuat Kamari menggeleng. "Tidak. Aku sudah membaca semua buku-buku ini, informasi tentang 'mereka' sangat minim. Kecuali di buku ini," jawab Kamari agak menyesal.

"Me-memangnya, buku ini menjelaskan.. Apa saja?" tanya Kavala ragu. Meski awalnya tak yakin, dia memutuskan bertanya. Karna bagaimanapun, ini demi dirinya sendiri.

"Em, buku ini menjelaskan tentang--"

"Kamari, bisakah kau pinjamkan Kavala baju? Kau tahu aku tidak punya baju perempuan," sela Eru yang membuat Kamari salah tingkah. "Ah, iya," balasnya. "Ayo, Kavala," ajak Kamari. Kavala dengan sejuta pertanyaanya hanya bisa mengekor di belakang.

Sesekali, Kamari menengok ke arah Eru, hanya untuk melihat ekspresi gelisah lelaki itu.

* * *

"Eru, kau tahu ini bahaya buatnya, serahkan saja dia pada tetua," ujar Kamari setelah memberikan Kavala beberapa opsi baju dan menyuruhnya mencoba sendiri di kamarnya.

"Kamari, kau termasuk kaum yang dibenci, kan?"

"Kau juga, Eru, kita kaum yang dibenci."

Eru terdiam menggenggam bawah bajunya. "Iya, kita kaum yang dibenci. Karna itu, kamu, aku, kita tahu betapa kejamnya tetua memperlakukan orang yang tidak beliau suka, kan?" tanya Eru.

Kamari juga terdiam, bingung mau berbuat apa. "Beliau akan membunuhnya, Eru," balas Kamari. Hening menggenggam ruang tamu itu sebelum Kavala datang, dengan penampilan lebih rapih. Setelan baju dress putih selutut membuatnya lebih elegan.

Yang Kavala tidak tahu, Eru melihat pemandangan itu dengan wajah sedikit kemerahan. Eru yang menyadari perubahan emosinya langsung membuang wajahnya.

"Sudah kuduga baju itu cocok padamu, Kavala!" pekik Kamari antusias. "Kenapa kau memberinya baju pesta, Kamari?" tanya Eru yang masih membuang wajahnya.

Kamari yang melihat tingkah temanya agak berbeda langsung menyeletuk "Aku tahu dia sangat cantik memakai ini, Eru."

"Ti-tidak, ini memang bajunya yang cantik, bukan--"

"Ngomong-ngomong Kavala, malam ini mau ke festival? Kau pasti akan menyukainya! Festival dunia roh hanya diadakan setahun sekali, lho," potong Kamari. Kavala hanya diam. Dia teringat bagaimana orang-orang itu memperlakukanya sangat buruk, saat dia menyetujui ajakan mereka untuk jalan-jalan entah kemana itu.

"Aku.. Sepertinya aku tidak akan ikut," jawab Kavala yang langsung menunduk. Jantungnya berdetak cepat. Trauma itu, trauma itu menghampirinya lagi. Pundak Kavala bergetar, seluruh rentetan kejadian itu berulang di kepalanya hingga takut menguasainya.

"A-aku, tidak akan ikut," Kavala mengulangi perkataanya membuat Kamari terheran-heran. Namun tiba-tiba, Eru datang, menarik tangan gadis itu membuatnya kaget dan sekaligus takut.

Apakah dia akan diancam lagi? Atau dilukai? Diseret? Didorong? Semua pikiran buruk dan spekulasi menakutkan seolah menjadi awan hitam di atas kepala gadis itu.

"Ayo, pulang, tidak apa-apa jika kamu tidak mau ikut festival, tidak terlalu penting juga," ujar Eru membuat Jantung Kavala yang berdetak tak karuan jadi lebih tenang, dan tatapan takut itu jadi lebih redup.

Eru menatap Kamari dan tersenyum. "Kami pulang dulu, ya, Kamari!" pamitnya yang diangguki Kamari, dilanjut dengan ayunan tangan perpisahan. "Sampai jumpa lagi, Eru, Kavala."

* * *

Matahari sudah tepat di atas kepala. Hari sudah siang rupanya. Jalanan yang dipagari pohon-pohon tinggi sudah menampakkan bayang-bayangnya di tanah.

"Terima kasih," ujar Kavala memulai pembicaraan. "Untuk apa?" tanya Eru yang merasa bahwa tidak ada hal berarti yang dia lakukan pada gadis itu. "Terima kasih, karna sudah mengizinkan aku tidak ikut.. Ke festival itu," jawab Kavala dan kembali menunduk.

"Sepertinya, kamu sudah mengalami hal yang berat, ya," gumam Eru menyadari kelakuan Kavala. "Aku tidak seperti orang yang kau pikirkan, Kavala, jangan takut padaku, atau pada Kamari."

"Kita tidak seperti itu. Tidak seperti dia, atau mereka yang kau maksud."

Hati Kavala menghangat mendengarnya. Ini adalah hal yang dia impikan. Ini penantian seumur hidupnya. Seseorang yang tidak seperti mereka. Seseorang yang memperlakukanya sebagai manusia secara utuh.

Perlahan, tanpa bisa Kavala kendalikan, air matanya terjatuh. Mengalir membentuk jalan setapak di pipinya. Kavala berhenti sebentar untuk menghapusnya, namun sial, air mata itu tidak berhenti.

Dengan sedikit terisak, Kavala menghapus air matanya. Eru yang melihat itu langsung panik. "Kenapa? A-apa aku salah bicara?" tanya Eru panik.

Kavala yang malu diperhatikan saat menangis hanya bisa menutup wajahnya dengan kedua tangan sambil menunduk. "Terima kasih, hiks, terima kasih," lirihnya.

Akhirnya, Eru hanya berdiri di sana. Menunggu gadis itu menangis sepuas-puasnya. Ditengah deru angin yang membelai lembut rambut mereka. Dan ditengah suara gemerisik gesekan daun, Kavala akhirnya melepaskan mimpi buruknya.

Tanpa derita, dan tanpa kematian.

Kavala sudah puas menyalurkan emosinya. Dengan mata yang sembab dan wajah kemerahan, gadis itu akhirnya tersenyum lebar untuk pertama kalinya.

"Aku mau. Aku mau ikut festivalnya!"

* * *

"Kan sudah aku bilang, Eru, Kavala pasti akan menyukainya!" Kamari berteriak heboh. Di sinilah mereka, di jalur festival roh. Dimana sepanjang 1 kilometer penuh dengan kedai-kedai dan stan permainan. Lantas di ujung sana, ada panggung pentas seni dengan tampilan berbeda-beda tiap malamnya.

Sementara Kamari heboh sendiri, mengajak Kavala kesana-kemari, Eru melipir ke salah satu kedai yang menjual topeng kitsune, seperti miliknya.

"Aku mau satu," ujarnya dan langsung bertransaksi dengan si penjual. Dia membeli topeng kitsune dengan garis-garis ungu emas. Entah mengapa menurutnya topeng itu lebih cocok untuk Kavala.

"Kavala, pakai ini," Eru menyusul Kavala dan langsung memakaikan topeng kitsune itu. "Wajahmu tidak boleh diketahui," lanjut Eru sebelum memakai topeng juga pada dirinya.

Kamari tahu apa yang harus dia lakukan. Segera dia pasang topeng yang sejak tadi sudah terpasang di kepalanya namun menghadap ke samping.

"Kenapa tidak boleh?" Kavala bertanya. Eru berdehem sejenak, memikirkan cara terbaik untuk menjawab pertanyaan itu. "Kamu, bukan makhluk sini," jawabnya. Kavala hanya mengangguk mengerti.

Ditengah jalan yang padat, tiba-tiba bahu Eru ditepuk oleh seseorang. Eru menengok. Seorang perempuan berjubah, tersenyum tipis kearahnya. Dan Eru tahu betul itu siapa.

"Kamari," panggil Eru membuat Kamari menoleh dengan wajah bertanya-tanya. Eru memberi isyarat lewat kepalanya yang ditelengkan ke samping. Kamari yang mengerti langsung mengajak Kavala ke panggung pentas.

"Kavala! Ayo ke panggung! Kamu pasti suka!" ajak Kamari. "Ayo!" jawab Kavala dengan senyum lebar mengembang.

Setelah memastikan kedua remaja itu pergi, Eru berbalik menerobos kerumunan, mencari seseorang yang dia kenal betul nama dan tabiatnya.

"Elaine," gumam Eru lirih saat perempuan itu sudah ada tepat di hadapanya. Tudung jubahnya disingkap. Tampak helaian rambut biru tua dan mata silver yang membuatnya memesona.

"Hai, Tuan Yang Kesepian, Kita bertemu lagi."

Bersambung

Night FestivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang