lima ; sembunyi

5 1 0
                                    

"Aku sudah bilang kamu bukan perempuan, Elaine," balas Eru tajam. Elaine hanya meringis, lalu menatap Eru intens sepersekian detik, membuat lelaki itu diam tak bergerak.

Kavala sudah bisa berdiri, dan melihat kejadian itu dari ujung pintu rumah jerami Eru. Perlahan, Elaine berdiri dari posisinya. Meninggalkan Eru yang diam kaku seolah sedang merenggut jubah Elaine.

Lantas wanita itu menatap Kavala yang setengah tubuhnya menyembul dari balik pintu, lalu tersenyum tipis. "Mungkin lain kali kita akan bertemu lagi, Nona Yang Tidak Diinginkan," ujar Elaine tersenyum manis sebisanya. Kavala masih berdiri di sana, menatap Elaine penuh ragu dan tanya.

Sebelum wanita itu menyibak jubahnya dan berjalan pergi, Kavala memanggilnya kembali. "Se-sebenarnya siapa kamu?" tanya Kavala mencoba tegas. Elaine berhenti, dan sedikit membalik badanya. "Nanti kau juga tahu, dan, soal anak itu," ucapnya dengan tangan menunjuk Eru yang seolah beku begitu saja. "Dia akan kembali seperti semula beberapa menit lagi," lanjutnya kemudian mengayunkan tanganya membentuk sebuah lingkaran yang segera berubah menjadi sebuah portal dengan listrik-listrik kecil putih mengelilinginya. Tampak dalamnya seperti awan hitam dalam badai dan sontak sekeliling hutan berubah menjadi terang seiring portal itu membesar.

Tepat setelah kaki Elaine meninggalkan jalanan hutan dengan daun-daun berguguranya, tubuh wanita itu sudah hilang. Juga portalnya. Yang tersisa hanya kegelapan hutan, angin dingin, dan Eru yang masih berpose kaku.

* * *

Eru betulan kembali 2 menit setelahnya. Dan sekarang, lelaki itu sedang berbaring lemas bergemul selimut. Mirip-mirip ulat keket. Tubuh Eru menggigil seolah dia baru saja kembali dari negri lain yang dingin luarbiasa. Kavala mencoba menghangatkanya dengan sup sederhana yang dia buat. Dan syukurnya, lelaki itu mulai membaik.

"Kau harus pergi, Kavala," ujar Eru serius setelah memakan setengah mangkuk sup Kavala. Gadis itu kebingungan. "Maksudmu?" tanyanya. Eru menghela napas kasar. "Posisimu sudah diketahui, Kavala, rumahku sudah tidak aman lagi," balas Eru dengan air muka khawatir.

"Elaine itu, walaupun dia hanya tampak seperti wanita mengenaskan, dia berbahaya, sungguh," lanjutnya dengan suara bergetar. Kavala terdiam mendengarnya. Dia tahu bahwa perempuan berambut biru kelam itu adalah orang yang berbahaya, sejak awal.

Eru perlahan mencoba berdiri, bahkan setelah Kavala mencegahnya. Lelaki itu mengambil jubah panjang hitam yang agak soak di dalam sebuah kotak penyimpanan. "Ayo, aku harus mengantarmu, setidaknya ke rumah Kamari. Dia bisa melindungimu."

Kavala hanya menurut. Dia bahkan tidak bertanya, untuk apa sebenarnya dia dicari-cari oleh Elaine.

* * *

"Jadi, maksudmu adalah Elaine sudah bergerak mencari Kavala?" tanya Kamari frustasi yang dibalas anggukan pasti oleh Eru. Kamari mendesah berat. Dia benci situasi ini. Gadis itu menarik tangan Eru dari kursi ruang tamu, lantas menghadap kearah Kavala untuk mengatakan "Sebentar ya Kavala, aku harus bicara berdua dengan Eru." 

Kamari menarik Eru hingga ke belakang dapur. Dan segera memojokan lelaki itu ke tembok. "Aku sudah bilang padamu jangan cari resiko dengan melindungi gadis itu. Serahkan saja dia pada tetua!" omel Kamari. "Dia akan dibunuh, Kamari! Dia akan dibunuh dan musnah!" balas Eru dengan emosi yang mulai meluap. 

"Lalu kita? Kita apa, Eru? Kita apa?!" bentak Kamari dengan bulir air mata yang menyembul keluar. "Kita biarlah jadi kita yang sekarang. Mati. Tapi dia, dia berbeda, Kamari, aku ingin melindungi kehidupanya. Melindungi nyawa yang bahkan sudah tidak kita miliki lagi. Kita tidak bisa mati. Kita musnah."

Kamari mulai menangis. "Aku benci dia, Eru, aku sungguh membencinya," ujar Kamari sembari menyeka air matanya. "Aku membencinya, aku ingin membunuhnya supaya- supaya dia bisa merasakan apa yang aku rasakan, di sini," lanjut Kamari penuh isak.  

"Aku juga membencinya. Tapi sepertiku, dia juga ingin hidup. Iya kan?"

Kamari masih terisak, membuat Eru memeluk gadis itu untuk menenangkanya. Dia tahu betapa beratnya 'kehidupan' bagi sesosok roh seperti dia dan Kamari. "Aku benci kamu, Eru," gumam Kamari setelah Eru melepas pelukanya. 

"Tolong jaga dia ya, Kamari. Jaga dia untukku."

* * *

Eru dan Kamari sudah kembali dari dapur. Menemui Kavala yang sudah mulai jenuh duduk di kursi tamu. "Sudah ya, aku pergi dulu, Kavala, jaga dirimu ya," pamit Eru yang dibalas anggukan oleh Kavala. Perlahan, siluet lelaki itu hilang seolah daun pintu kayu milik Kamari telah melahapnya. 

"Kamari," panggil Kavala. Kamari menoleh. "Sebenarnya, kenapa Elaine begitu gencar mencariku?" tanya Kavala. "Mudahnya, karna kau bukan roh, dan keberadaanmu dinilai.. sejenis 'membahayakan' jadi mereka mengincarmu."

"Untuk apa?"

"Jelas kan? Membunuhmu." 

Kavala terdiam. Seketika rasa takut mulai menyebar lewat pembuluh-pembuluhnya. Kalau boleh jujur, ini pertama kalinya dia takut mati. Dia tidak mau, bertemu wajah kematian yang selama ini ditunggu-tunggu kehadiranya. 

Mungkin, karna dia sudah bahagia. 

"Tapi kau tenang saja, setidaknya aku yakin kau tidak akan ditemukan 3 hari kedepan. Kecuali jika Si Biru Gila Elaine menggunakan serentetan cara gila tak masuk akal yang entah mengapa selalu ada padanya."

"Kenapa? Elaine tidak mengenalmu?"

"Bukan, kekuatan rohku bisa membuat rumah ini hilang dan tidak terdeteksi. Tapi efeknya tidak jangka panjang dan memiliki lumayan banyak kelemahan. Namun untuk saat ini, hanya itu kan yang bisa dilakukan?" jawab Kamari. "Kekuatan Roh?" beo Kamari. Gadis itu tidak familier dengan istilah itu. 

"Begini, dasarnya setiap roh memiliki sihir, anggap saja sihir dasar. Dan tergantung roh itu mau memanfaatkanya bagaimana. Namun dia tidak bisa mengembangkanya ke lebih dari satu bidang. Misalnya, jika dia memilih bidang penyembuhan, maka dia harus fokus ke bidang penyembuhan seumur hidupnya, karna pada saat itu dia kehilangan bidang-bidang yang lain," jelas Kamari semudah mungkin supaya Kavala mengerti. 

"Kau sendiri?" tanya Kavala. "Aku? Aku memilih bidang ramuan. Kau lihat saja ke pojok sana. Isinya buku ramuan dan kuali besar peracik ramuan. Keren kan?" jawab Kamari disertai senyum lebarnya. "Kalau Eru?" 

Kamari terdiam seribu bahasa. Dia menduga Kavala akan menanyakanya, tapi dia belum menyiapkan jawabanya. "Eru.. Eru sudah kehilangan sihirnya karna hal yang.. Tidak mampu aku ceritakan, mungkin lain kali kau bisa menanyakanya," jawab Kamari terdengar sungkan. Namun perempuan itu masih tersenyum. 

Kavala ikut terdiam dibuatnya. Dia tidak menyangka Eru mengalami hal semacam itu walaupun dia tidak tahu pasti penyebabnya. "Kalau.. Elaine?" tanya Kavala. Hanya untuk menuntaskan rasa penasaranya pada wanita bermabut biru itu. "Elaine.. Dia agak berbeda. Dia pengambil alih. Itu adalah ilmu terlarang. Tidak ada yang boleh mempelajarinya, dan buku-buku tentang ilmu itu sudah disembunyikan rapat-rapat di tempat yang sangat rahasia oleh komite dunia roh.

Komite tidak bisa membuangnya, karna ilmu didalamnya tak tergantikan oleh apapun. Namun Elaine, perempuan itu menemukanya. Dan sekarang dia lebih ahli dari siapapun soal itu."

Bersambung

Night FestivalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang