Eru menatap sinis pada perempuan itu. "Apa masalahmu, Elaine? Masih dendam padaku?" tanya Eru membuat perempuan itu menyemburkan gelak tawa. "Tidak, tidak, pfft, kau masih mengingatnya?" balas perempuan itu, Elaine, mengejek.
Eru mendecak kesal. Elaine yang melihat itu menarik senyum puas. "Ada mereka, kan?" celetuk Elaine tiba-tiba. Eru masih dengan wajah tenangnya tanpa berubah sedikitpun. "Oh ya? Sekarang pekerjaanmu sudah berubah jadi peramal, Elaine?" balas Eru sinis. Elaine meludah ke samping, hanya untuk mengejek kalimat Eru barusan.
"Kita, Para roh, sudah bukan manusia lagi, dan kita, adalah makhluk spiritual, yang punya kekuatan spiritual, jadi apa yang kukatakan tadi, bukan ramalan. Dan aku yakin, tetua juga mengetahuinya. Kamu pikir, kenapa aku repot-repot datang kesini, kalau bukan karna ingin memperingatimu, Haru?"
Eru membelalak dan segera menutup mulut Elaine dengan tanganya. "Jangan sebut nama itu sembarangan, Elaine, setidaknya kalau kamu tidak mau ada dalam bahaya," ancam Eru dengan mata tajam. Elaine dengan santai mengangkat bahunya. "Aku hanya mengatakan apa yang kutahu.." Eru sudah memberi tatapan tajam sebelum Elaine menyebut namanya. Elaine dengan wajah sombongnya hanya terkekeh, dan melanjutkan kata-katanya. "Eru."
"Kalau urusanmu hanya ini lebih baik aku pergi, selamat tinggal, Nona Elaine," ujar Eru dengan tatapan tanpa perasaan, meninggalkan Elaine sendirian di depan pohon ek besar di sela-sela kedai festival. Elaine menarik tudung jubahnya menutupi kepala. Mencoba menyembunyikan smirk berisi niat busuknya.
"Tunggu saja tanggal mainnya, Haru."
* * *
Festival terasa lebih ramai di depan panggung pentas. Kavala mulai antusias dan menikmatinya. Seorang penari berselendang merah sedang menari di sana, berlenggak-lenggok diiringi tabuhan gendang dan seruling. Kavala yang melihat itu tersenyum lebar dan ikut antusias.
"Kamu pernah melihat yang seperti ini sebelumnya, Kavala?" tanya Kamari. Kavala menggeleng sambil tersenyum. "Ini pertama kalinya," jawab Kavala. Kamari melihat binar mata Kavala yang mengentarakan rasa bahagia membuatnya ikut tersenyum. Itu sebelum Eru menarik tanganya menjauh ke belakang kerumunan yang membuat Kamari terkejut setengah mati.
"Ada apa, Eru?" tanya Kamari agak kesal karna dia sedang bahagia-bahagianya. "Ada Elaine," jawab Eru membuat Kamari menahan tawa. "Pfft, yang diusir dari komite dunia roh kan? Kenapa dia? Masih dendam padamu?" Kamari bertanya dengan gelak tak tertahan.
Eru mendecak. "Masalahnya bukan itu. Tadinya kupikir juga dia masih dendam padaku, ternyata ada hal lain, Kamari," balas Eru membuat Kamari memberhentikan paksa tawanya. "Ada apa?" tanya Kamari. Eru menghela napas gusar. "Posisi Kavala diketahui. Entah hanya oleh Elaine atau seluruh komite dunia roh mengetahuinya. Dia dalam bahaya, Kamari," jawab Eru serius.
"Kita tidak bisa mencegahnya, Eru," balas Kamari menatap Eru dengan sendu. "Lagipula mungkin Elaine hanya menipumu, atau mengerjaimu? Kau tahu betul tabiat perempuan itu, kan?" lanjutnya.
"Aku tidak mau terjadi apa-apa dengan Kavala."
"Kenapa? Kau menyukainya?"
"Bukan. Aku hanya merasa bahwa ini kebahagiaan pertamanya."
"Kau tahu dia tidak pernah diundang ke sini Eru. Dia tidak pernah diinginkan oleh siapapun. Oleh aku, kamu, apalagi komite dunia roh. Jujur sekarang padaku. Kau benci padanya kan?"
Eru terdiam. Ini berat. Berat baginya, bagi Kamari, dan bagi semua roh di sini. Perlahan tetes air mata mulai luruh dari mata Eru. "Iya, aku membencinya," lirih Eru kemudian menyeka air yang memaksa turun dari pelupuk matanya.
Eru mengambil napas panjang, mencoba mencegah air mata itu. "Kita semua membencinya, Eru," gumam Kamari melirik ke belakang, ke arah Kavala yang sedang tersenyum riang menikmati pesta.
"Enak ya.. Jadi dia," ucap Kamari lirih. "Aku akan pergi ke sana dulu ya, kau ikut?" Eru menggeleng pelan setelah dilontarkan pertanyaan oleh Kamari.
Akhirnya Kamari berjalan masuk ke kerumunan, mendekati Kavala. Sedang Eru masih di ujung, di dekat kedai penjual olahan daging.
* * *
Kavala pulang dengan wajah penuh senyum. Dan bagi gadis itu, ini pertama kalinya. Dikelilingi lampu-lampu dari lentera berbagai bentuk, bertemu dengan banyak orang-orang unik, bahkan makhluk-makhluk spiritual tak berbentuk, tertawa lepas melihat komedian di panggung pentas dan dibuat takjub oleh banyak penari yang memamerkan elok tubuhnya.
Sungguh, bagi gadis itu, ini pertama kalinya.
"Terimakasih untuk hari ini," ucap Kavala dengan senyum lebar. "Sama-sama!" balas Kamari dengan jari membentuk 'peace.'
Akhirnya tiga remaja itu berpisah di jalan, karna arah rumah Eru dan Kamari berlawanan dari festival. Kavala ingin melepas topeng kitsunenya sebelum Eru menggenggam tanganya, mencegahnya melakukan itu.
"Jangan sekarang, nanti saja di rumah," kata Eru membuat Kavala menghentikan niatnya. "Kenapa?" Kavala bertanya penasaran.
"Jangan perlihatkan wajahmu pada siapapun, Kavala."
* * *
Malam terasa sangat dingin. Kesiur angin menabrak segalanya yang menghalangi. Bahkan hingga sepintas angin malam itu masuk kedalam celah rumah jerami di dalam hutan yang rindang.
Kavala terjaga dari tidurnya. Tanpa alasan yang jelas, dia seperti merasa dia harus bangun sekarang. Hal yang pertama Kavala lihat adalah jendela, dan sepersekian detik setelahnya, jantung Kavala berpacu sepuluh kali lebih cepat. Kesiur angin itu terasa lebih dingin dari biasanya.
Di balik jendela, seorang perempuan mengembangkan senyum lebar dari balik tudung jubahnya. Rambut biru gelap perempuan itu menyembul beberapa helai. Tangan lentiknya yang putih bersih digunakanya untuk melambai ke arah Kavala.
"Halo, Yang Tidak Pernah Diinginkan," suara perempuan itu mengalun lembut di telinga Kavala membuat rasa takutnya semakin besar. Lama-lama, Kavala merasa kehilangan kesadaranya. Hingga akhirnya kehilanga0n kontrol dengan dirinya.
Perlahan, gadis itu berdiri dan mendekat ke pintu. Jalanya yang masih tertatih mencari titik keseimbangan mungkin menimbulkan suara yang cukup keras untuk membangunkan Eru.
Pemandangan pertama yang Eru lihat lebih dari cukup untuk membuatnya berlari keluar hanya untuk mendorong perempuan itu hingga jatuh tersungkur ke tanah.
Dan bersamaan dengan itu, Kavala ikut jatuh tersungkur ke belakang membuatnya sedikit meringis. "Jangan gila, Elaine!" geram Eru menatap perempuan itu dengan sorot marah penuh bara. Sedang Elaine yang ditatap begitu hanya tersenyum sinis.
"Ah, apakah ini kekerasan terhadap perempuan?" gumam Elaine dengan nada melodi kematian miliknya. Eru mendecih. "Sejak dulu, aku tak pernah menganggapmu perempuan, Elaine, kau iblis!" pekik Eru dengan menarik jubah Elaine membuatnya agak tercekik.
"Aku bisa saja melaporkanmu ke tetua karna hal ini lho, Eru."
"Aku tidak peduli! Asal jangan kau urus kehidupanku lagi, Brengsek!"
Elaine menarik senyum iblisnya. Bukanya takut, wanita itu malah membetulkan helaian rambut indahnya, menyelipkan beberapa helai ke balik telinga.
"Jangan pernah bermain dengan perempuan, Eru, mereka lebih berbahaya dari yang kamu pikir."
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Night Festival
FantasyHidup itu, agak bajingan ya? Gadis itu tidak punya semangat hidup. Setiap hari, yang ada di otaknya adalah "Aku ingin mati, lagipula aku tidak tahu kenapa manusia harus hidup di dunia yang sesak ini." Beberapa kali, dia mencoba untuk mengakhiri hid...