Eru dan Kamari berjalan mengendap-endap. Melewati dinding-dinding batu yang walaupun bentuknya batu, dinginya seperti bongkahan es. "Masih jauh?" tanya Kamari pelan. Eru mengangguk. Selama tidak ada penjaga atau Elaine, mereka aman. Eru mengepalkan tanganya setiap ada lampu yang mereka lewati. Membuat separuh lorong gelap gulita.
"Kamu yakin kita bisa kembali?" bisik Kamari. "Bisa, kan kau bisa teleportasi," balas Eru santai. Kamari menepuk dahinya pelan, nyaris tak terdengar. Bisa-bisanya Eru berpikir sependek itu. Walaupun sihir-sihir remeh seperti itu bisa dilakukan Kamari, tapi bisa jadi ada beberapa halangan jika dilakukanya di istana pimpinan komite kan?
Akhirnya mereka tiba di depan kamar Elaine. Kamari mati-matian memperingati Eru agar tidak menghancurkan lampu yang ada di sebelah pintu kamar Elaine, namun sepertinya lelaki itu akan tetap melakukanya. "Tujuanku untuk menarik perhatianya, tahu."
Kamari benar-benar tidak habis pikir.
Suara pecahan kaca yang dihasilkan cukup keras kali ini, Eru menggunakan lebih banyak kekuatanya. Kamari memelototkan matanya. Lelaki di sebelahnya ini sinting betulan rupanya. Terdengar suara berdiri dari kasur, Eru langsung memberi perintah untuk berlari yang kencang. Eru lebih dari cukup yakin bahwa Elaine mengikuti mereka.
"Sinting, sinting, sinting," gumam Kamari menggigit jarinya. Dia menyesal menyetujui Eru. Sungguhan. Akhirnya mereka tiba di hadapan pintu yang mengarah pada tangga turun. Jauh, ke bagian dasar istana. Namun pintu itu terkunci, dan akan selalu terkunci. Sebenarnya bisa saja Eru buka, namun dia tidak melakukanya.
"Tunggu apalagi? Ayo, sebelum Elaine datang," ucap Kamari. Eru mengeluarkan senyum lebarnya. Lantas dia menarik sesuatu dari balik bajunya. Sangat pelan, nyaris tidak terdengar. Itu pecahan kaca yang lumayan besar, tadi Eru ambil saat memecahkan lampu-lampu.
Sebelum Kamari mengoceh lagi, Eru sudah memberi isyarat untuk diam. Dia bisa merasakanya sayup-sayup, aura keberadaan Elaine. Eru lantas mengepalkan tanganya. Semburat merah itu keluar lagi, memecahkan kaca. Kali ini dengan suara yang lumayan nyaring.
"Sekarang, Kamari, teleportasi," bisik Eru yang langsung dilaksanakan Kamari. Kurang dari sedetik, mereka kembali ke ruang lembab nan sangat dingin itu. "Untunglah jabatan Elaine adalah yang paling rendah, sehingga dia tinggal satu lantai dengan para tahanan," ujar Eru.
"Memangnya kenapa?" tanya Kamari yang sama sekali tidak menemukan esensi dari perjalanan nekat mereka kali ini. "Lihat saja besok, ngomong-ngomong, tolong gembok kembali pintunya, Kamari, hehe."
Kamari hanya mendengkus dan mengeluarkan sihir untuk menggembok pintu kembali. Semoga saja betulan ada hal baik besok, kalau tidak, dia akan lebih dulu memusnahkan Eru daripada tetua.
* * *
Mereka kini telah resmi dirantai ke sebuah tiang kayu. 8 pimpinan komite dan beberapa orang saksi melingkari mereka. Upacara pemusnahan yang sebetulnya tabu akan dilaksanakan.
"Tunggu. Sebelum kalian memusnahkan arwah kami, izinkan saya untuk membicarakan sesuatu, Yang Mulia," ucap Eru pada tetua. Tetua mulai berbisik-bisik ke kanan dan kiri, namun pada akhirnya mengangguk.
Di lain sisi, walaupun wanita itu tidak ingin mengakuinya, dia sedang ketar-ketir hingga keringat dingin. Dia ingat betul semalam sepanjang lorong tahanan gelap dan lampu di sebelah pintu kamarnya pecah. Begitu di selidiki, nampaknya itu adalah Eru dan Kamari, pergi menuju pintu ruang bawah tanah.
Kemungkinan besar rahasianya sudah ketahuan. Namun mengambil alih pikiran Eru juga mustahil, para pimpinan pasti mengetahui sihir apa itu.
"Saya hanya ingin kalian tahu, bahwa selama ini.. Elaine menguasai sih--" ucapan Eru terhenti. Mata Elaine mulai memancarkan cahaya.
Akhirnya dia mengeluarkanya. Itu refleks. Sungguh. Saat Elaine tersadar dia langsung memutus sihir itu, namun para pimpinan sudah melihat ke arahnya.
"Kau..! Ternyata!" amarah Tetua sudah membuncah tiada tara. Akhirnya Kamari mengerti. Tujuan Eru bukanlah mencari bukti, tapi untuk memancing Elaine.
Disaat keadaan sedang sangat ricuh, Eru mengeluarkan kekuatanya. Hanya bisa sedikit, dan rantai yang mengikat mereka langsung hancur lebur. "Teleportasi, Kamari," bisik Eru yang langsung dilaksanakan Kamari.
* * *
"Akhirnya mereka selamat. Sudah sangat rumit, bukan? Sebenarnya itu adalah cerita yang sangat panjang, jauh sebelum itu mereka berdua sudah menjadi buronan komite. Aku dan Acantha tidak bisa membantu banyak. Namun dari sekian banyak pelarian, hanya itu yang membuat mereka betulan tertangkap. Akhirnya setelah kejadian itu, Elaine putus kontrak dengan komite dan dijadikan musuh. Eru mengasingkan diri, sangat-sangat jauh dari istana komite. Kau merasakan itu kan? Saat perjalanan ke sini?"
Kavala mengangguk. Sungguh dia terpana mendengarnya. Menurut Kavala itu adalah taktik yang keren. Dia tidak menduga Eru akan menipu Elaine, bukan mencari bukti.
Jujur saja mendengar cerita itu, Kavala jadi merindukanya.
"Namun Guru, bagaimana bisa kekuatan Eru masih ada?"
Guru terkekeh. "Inilah yang unik dari lelaki itu. Dia bisa menyimpanya di alam bawah sadar. Membuat para pimpinan merasa tidak ada lagi aura sihir di tubuhnya, padahal selama ini, lelaki itu masih menyimpanya," jawab Guru.
"Selama ini semua orang hanya 'berakting' bahwa kekuatan Eru hilang, karna dia sendiri yang memintanya. Dia tidak ingin lagi berurusan dengan komite, katanya. Jadi kuharap kau bisa mengkondisikan ya, Kavala," lanjut Guru.
Kavala hanya diam. "Kira-kira apa yang bisa saya lakukan.. untuk membantu Eru, Guru?" tanya Kavala lirih.
"Sayangnya justru kau yang harus ditolong di sini, Kavala. Memperjuangkan keadilan para manusia yang mati bunuh diri dan orang hidup sepertimu adalah mustahil. Lebih baik tidak usah karna presentase kemungkinanya itu, nol."
* * *
Setelah beberapa menit berbincang, Kavala akhirnya keluar. Kini matanya sudah terbuka sempurna. Dia tidak akan pernah bisa tinggal di sini. Namun walau begitu, rasanya Kavala tidak ingin pergi. Kehidupanya di dunia manusia sangat menyiksa.
Dia tidak ingin merasakan itu lagi. Perasaan lebih baik bunuh diri, tindakan-tindakan yang menyakiti diri sendiri, dia tidak ingin lagi.
"Kau habis bicara apa sama Guru?" entah datang dari mana, Acantha menyahut. "I-itu, Guru menceritakan soal Eru.." jawab Kavala ragu.
Acantha diam. Namun dia tidak bisa menyembunyikan perasaanya. Dia juga di sana, beberapa kali ikut andil membantu Eru dan Kamari kabur dari incaran tetua. Sederet sejarah lama tentang dimusnahkanya arwah yang bunuh diri memang tidak bisa Acantha sangkal lagi. Dan walaupun kalau boleh jujur, Acantha juga marah. Ada gejolak aneh tak terkontrol yang bersarang di lubuk hatinya. Seperti sup yang meletup-letup kecil membuat rasanya dia ingin marah, tapi gadis itu selalu bisa mengontrol perasaanya. Selalu bisa.
"Kamu tidak mau keluar?"
"Apa?"
"Keluar dari dunia ini. Kamu tidak akan bisa diterima di sini. Apapun yang terjadi."
Kavala terdiam sebentar. Dia tidak mau sejujurnya. Sangat tidak mau. Dimana dia akan melakukan apapun, hanya untuk tinggal di sini selamanya.
"Aku lebih baik mati dan kembali ke sini daripada melanjutkan hidup, Acantha."
To Be Continue
KAMU SEDANG MEMBACA
Night Festival
FantasyHidup itu, agak bajingan ya? Gadis itu tidak punya semangat hidup. Setiap hari, yang ada di otaknya adalah "Aku ingin mati, lagipula aku tidak tahu kenapa manusia harus hidup di dunia yang sesak ini." Beberapa kali, dia mencoba untuk mengakhiri hid...