letters - 2

524 64 2
                                    

Disinilah Sunoo bersama Heeseung, kantin khusus guru. Sunoo sudah menceritakan tentang yang terjadi tadi pagi di kelas 2-B, dan taukah kalian bagaimana reaksi Heeseung?

"Haha, sudah pasti mereka tidak akan takut dengan ancamanmu, Sunoo ssaem. Jungwon kan anak kepala sekolah."

Ah, ternyata begitu.

"Dan mereka merundung Riki?"

Heeseung mengangguk, terlampau santai.

"Kenapa bisa? Riki salah apa sampai dirundung begitu?"

"Masalah keluarga."

"Maksudnya? Seperti utang begitu?"

Heeseung menggeleng. "Yah rumit sih. Intinya Riki anak dari ibu tiri Jungwon. Biasalah anak muda. Melihat orangtuanya menikah lagi dia pasti tidak suka."

Sunoo akhirnya mengangguk. "Tapi tetap saja, bukankah mereka sudah jadi saudara? Kenapa Jungwon sekejam itu pada Riki?"

"Sebaiknya kau tidak usah ikut campur urusan mereka."

Sunoo menatap Heeseung tak mengerti. "Kenapa begitu? Hyung tidak kasihan kah pada Riki? Bukannya lebih baik kita adukan pada ayahnya saja?"

"Tidak semudah itu, Sunoo. Kau tau, tahun kemarin ada seorang guru yang berani mengadukan Jungwon pada ayahnya. Dan kau tau apa yang terjadi? Guru itu dipecat. Parahnya lagi dia difitnah melakukan pelecehan ke Jungwon. Kau mau karirmu hancur seperti itu? Guru itu bahkan sekarang dipenjara karena Jungwon."

Sunoo bergidik ngeri mendengarnya. Tentu saja dia tidak akan membiarkan karirnya hancur seperti itu.

Tapi tetap saja, dia kasihan pada Riki. Melihat Riki yang menghindarinya pagi tadi membuatnya kepikiran. Apalagi bocah itu tidak kembali ke kelas sampai jam mengajarnya selesai.

Lepas jam istirahat, Sunoo masih ada satu pertemuan lagi di kelas 2-D. Dia pergi ke kelas sendirian karena Heeseung tidak ada jam mengajar lagi. Kebetulan melewati kelas 2-B, dia sengaja mengintip dari jendela untuk memastikan keberadaan Riki.

Langkahnya terhenti saat ia mendapati Riki sedang menghapus papan tulis. Niat hati ingin menghampiri, langkahnya kembali terhenti saat ia melihat lemparan telur dari belakang kelas menghantam kepala belakang Riki.

"Oh shit! Ternyata mentah. Haha."

Tawa kemudian memenuhi seisi kelas. Sunoo terlalu terkejut sampai dia bergeming di tempat. Menyaksikan bagaimana Riki tetap diam dan lanjut menghapus papan tulis dengan kepala belakang yg kotor oleh warna kuning telur.

"Sekarang kalian tebak, ini mentah atau matang? Sst, jangan dijawab! Kita buktikan saja."

Itu suara Jungwon. Tak lama setelah itu telur kembali melayang ke punggung Riki, dan ternyata pecah hingga mengotori seragam pemuda itu. Tawa lagi-lagi terdengar.

Sunoo tak tahan lagi sungguh. Sebelum Jungwon kembali beraksi, Sunoo lantas menendang pintu kelas dan bergegas menghampiri Riki yang menatapnya terkejut.

"Cukup! Hentikan. Riki, ikut saya sekarang."

Tanpa menunggu balasan yang lebih muda, Sunoo lantas menyeret lengannya keluar dari kelas. Melewati seluruh kelas 2, mereka akhirnya tiba di toilet yang berada di paling ujung lantai 2.

"Lepas blazermu," titahnya seraya menempatkan barang bawaannya di area wastafel yang kering.

Riki hanya diam sambil menatap Sunoo dengan datar. Hal itu membuat Sunoo menghela napas, kemudian bergerak sendiri melepaskan blazer Riki. Dia menaruh blazer kotor itu di sebelah barang-barangnya, lantas menyalakan kran air.

"Menunduk," perintahnya sambil menarik bahu Riki ke depan hingga membungkuk sedikit, lantas ia membersihkan rambut Riki yang kotor oleh telur mentah dengan air dari wastafel.

"Bagaimana ceritanya anak sekolah membawa telur mentah ke sekolah? Membuang-buang makanan. Jadi mubazir kan, padahal bisa dipakai untuk membuat tart daripada dipakai mainan begini," ocehnya bermaksud untuk memecah keheningan di toilet tersebut. Sesekali dia melirik Riki yang hanya bergeming tanpa melawan sedikitpun.

"Kenapa tadi pagi tidak kembali ke kelas, hm? Kau melewatkan pelajaran akuntansi pagi ini."

Riki masih tidak bicara. Sunoo jadi bertanya-tanya, apa mungkin Riki bisu? Sejak pagi tadi dia tidak mendengar suaranya sama sekali.

"Namamu Park Riki kan? Perkenalkan, aku Kim Sunoo. Guru barumu."

"Tak masalah kau melewatkan jam pelajaranku. Kau bisa mendatangiku kapanpun, aku akan memberikan salinan materi padamu dan membantumu kalau kau kesulitan memahami materi."

"Kau juga bisa mendatangiku kalau perlu sesuatu yang lain. Seperti ... saat kau butuh teman bercerita? Ya, anggap saja aku temanmu saat kita diluar sekolah."

"Eumm... Lain kali kalau kau tidak sibuk, mau tidak menemaniku keliling sekolah? Karena aku guru baru, aku masih belum tau semua sudut sekolah ini. Tapi kalau kau keberatan ya aku tidak memaksa sih."

"Rambutmu sudah bersih. Coba kasih parfum saja ya biar tidak amis baunya. Ah ya bajumu, kayaknya bakal sulit dibersihkan tapi kita coba dulu."

Sunoo lantas beralih pada blazer Riki. Dia membersihkan bekas telur dengan tisu, lantas membasahinya sedikit dengan air. Selesai, dia kembalikan blazer itu pada miliknya.

"Kebetulan aku bawa parfum. Sini, biar tidak amis baunya"

Ia menyemprotkan parfum botol kecil yang selalu stay di saku celananya, ke bagian tengkuk Riki dan pakaiannya. Senyumnya mengembang setelah dirasa Riki sudah lebih bersih dan wangi.

"Selesai. Kembalilah ke kelas, mungkin gurumu sudah datang."

Riki lantas memakai blazernya kembali. Sunoo juga mengambil barang-barangnya. Guru muda itu beranjak keluar dari toilet, namun langkahnya terhenti di tengah jalan saat mendengar suara baritone dari belakangnya.

"Terimakasih, ssaem."

Tubuhnya membeku. Ia bahkan tetap diam di tempat hingga Riki berjalan melewatinya keluar dari toilet.

Oh, ternyata Riki tidak bisu.

Sunoo bersyukur Riki bisa bicara. Hanya saja, kenapa jantungnya berdetak lebih kencang?

Tbc

8 lettersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang