letters - 9

291 44 2
                                    

Jungwon merasa bosan di sekolah karena Riki absen. Bukan, bukan karena dia merindukan pemuda yang sialnya adalah adik kembarnya. Tapi dia bosan karena tidak ada yang bisa dia ganggu lagi di sekolah. Teman-temannya sangat tidak asik, mereka menggodai para gadis yang tidak menarik sama sekali bagi Jungwon.

Maka dari itu saat mendengar bel istirahat, Jungwon memilih untuk bolos sekolah. Dia pergi lewat gerbang belakang untuk mengambil motornya yang ia parkirkan di area parkir mall dekat sekolah. Dengan hanya mengantongi dompet dan ponsel, dia pun mengendarai motornya menjauh dari sekolah.

Tujuannya adalah kawasan apartemen kelas menengah di pinggiran Seoul. Setelah memarkirkan motornya, dia bergegas menuju unit apartemen yang letaknya sudah dia hafal di luar kepala.

Ding dong

Ding dong

Suara unlock yang diikuti pintu terbuka mengurungkan niat Jungwon untuk menekan bel lagi. Tatapan yang awalnya excited mendadak tajam saat mendapati siapa yang membuka pintu.

"Kau?!"

Bukan sosok pria berusia 27 tahun, melainkan pemuda seusia dengannya.

"Kenapa kau kemari?" tanya pemilik suara berat di hadapannya, dengan desisan tajam yang kentara sekali.

"Justru aku yang harus tanya, kenapa kau ada disini?"

"Riki, siapa yang datang?"

Suara Jay terdengar dari belakang tubuh Riki yang saat ini menghalangi pintu. Tak lama kemudian kepalanya mengintip dari balik punggung Riki dan ber'oh' ria setelahnya.

"Masuklah, kenapa berdiri di luar?"

Riki mau tak mau menyingkir untuk memberikan tempat pada Jay yang menarik Jungwon masuk. Kedua siswa itu tampak saling menatap tajam hingga ketiganya masuk ke dalam apartemen Jay.

"Ada tamu sia—pa...."

Jungwon berdecak kesal saat melihat satu orang lagi dan itu adalah Sunoo. Kenapa dia malah bertemu dua orang ini sih disini? Padahal niatnya dia ingin bertemu Jongseong hyungnya saja.

"Kenapa mereka ada disini? Kau mengenal orang ini?" tunjuk Jungwon tepat di muka Sunoo yang langsung ditepis kasar oleh Riki.

"Ya, dia teman kuliahku dulu," jawab Jay dengan santainya sambil beranjak mengambil minum untuk Jungwon di kulkas.

"Hah! Apa-apaan ini."

Jungwon mendesah kasar sambil mengacak rambutnya frustasi. Sekali lagi dia menatap tajam Riki dan Sunoo bergantian, sebelum tangannya kembali ditarik Jay untuk duduk di sofa.

"Minumlah dulu, biar emosimu reda."

Jay menempatkan sekaleng cola dingin di tangan Jungwon, tapi pemuda itu dengan cepat melemparnya ke dinding hingga isinya muncrat mengotori lantai.

Sunoo yang hampir saja menjerit, lantas bersembunyi di balik tubuh tinggi Riki. Wow, lihatlah, seorang siswa berhasil membuat guru sepertinya ketakutan begini.

"Bagaimana aku tidak emosi?! Aku kemari bukan untuk melihat wajah mereka lagi! Dia pasti sudah mengadu padamu kan?! Dan kau pasti akan membelanya kan?!"

Jay bergeming saat Jungwon mencengkram kerahnya dan berteriak di depan wajahnya. Sunoo pasti agak gentar melihat Jungwon yang seperti ini, tapi Jay tidak. Dia tetap tenang saat meraih kedua tangan Jungwon untuk melepas kerah kaosnya.

"Tenanglah dulu. Kita bisa bicarakan ini baik-baik."

"Bicara baik-baik? Hah! Aku tidak sudi berbaik hati pada anak haram dan guru pedofil seperti mereka."

Tatapan Jay menajam. "Jaga bicaramu, Jungwon."

Jungwon tersenyum remeh. "Apa? Kau mau apa, huh? Ingin mengadukanku pada ayah seperti yang dia dan kau lakukan dulu? LAKUKAN SAJA! LAKUKAN! Aku bisa membuatmu kembali ke penjara lagi!"

PLAK

Sunoo menutup mulutnya yang menganga. Ia terbiasa melihat Jungwon memukul orang, tapi tidak pernah sekalipun melihat orang lain menampar Jungwon sekencang itu.

Panas menjalar di pipinya. Jungwon mengepalkan tangannya dengan kuat, seraya menoleh pada Jay dengan mata memerah.

"Ternyata kau lebih membela mereka. Semua orang memang sama saja, termasuk kau."

Lantas Jungwon pun beranjak pergi dari apartemen. Tak lupa dia menabrak sisi tubuh Jay dengan cukup keras hingga pria beda 11 tahun dengannya itu hampir limbung.  Ia menghapus kasar air matanya saat memakai sepatu dengan asal-asalan dan keluar sambil membanting pintu apartemen.

"Jay hyung, kau sedang apa? Kejar dia," seru Sunoo saat melihat Jay hanya diam saja menatap kepergian Jungwon.

Pria yang lebih tua menghela napas, lantas membalik tubuhnya membelakangi arah pintu.

"Biarkan saja, dia sudah keterlaluan pada kalian."

Sunoo tampak tak terima. Sebagai guru, dia tidak bisa tenang melihat muridnya pergi dengan penuh emosi seperti itu. Anak muda masih labil. Mereka cenderung ceroboh saat sedang diselimuti emosi.

"Jangan seperti itu. Kita itu gurunya, Hyung. Kau tau sendiri 'kan, di usia segitu emosi mereka masih belum stabil. Bagaimana kalau dia mencelakai dirinya sendiri? Kau tidak khawatir padanya?"

Jay kembali teringat saat Jungwon kabur dari sekolah dengan berlari tanpa arah hingga hampir saja tertabrak mobil andai dia tidak menyelamatkannya. Tapi di satu sisi, anak itu barusan mengatakan hal yang tidak pantas pada gurunya bahkan saudara kembarnya sendiri. Dilemma. Haruskah dia mengejar Jungwon?

"Hyung. Dia membutuhkanmu."

Jay mengacak rambutnya frustasi. Meski dia marah pada Jungwon, tapi itu tak lebih besar dari rasa khawatirnya. Dia tidak mau Jungwon kenapa-napa.

"Aku pergi dulu," pamitnya sebelum berlari secepat mungkin menyusul Jungwon.

"Hati-hati," pekik Sunoo sebelum terdengar suara 'blam'. Ia menghela napas lega, setidaknya dia bisa mempercayakan Jungwon pada Jay.

"Kenapa kau seperti itu?"

Sunoo refleks menoleh. Ia bisa melihat ekspresi wajah Riki yang seolah mengatakan 'aku tak percaya kau sebaik itu pada orang yang membuatmu dipecat'.

Ia tersenyum sebelum menepuk pelan bahu Riki. "Biar bagaimanapun dia adalah anak didik hyung, Riki. Dan dia juga saudara tirimu. Hyung khawatir terjadi apa-apa padanya. Dia  masih sangat muda, emosinya masih labil. Bahaya kalau dia pergi sendirian saat emosi begitu."

Riki hanya menatap Sunoo lamat. Sama sekali tidak menemukan kebencian pada Jungwon di wajah Sunoo. Pria itu seperti malaikat, baik pada orang yang sudah jahat padanya.

"Kau baik sekali ... hatimu seperti malaikat."

Sunoo sempat terkejut. Seorang Riki memuji. Sounds so pure and sweet. Gara-gara itu semburat merah muda di pipinya muncul dengan malu-malu.

Pemandangan itu tak luput dari penglihatan Riki. Senyumnya merekah indah dengan tatapan melembut.

"Kau indah sekali, Hyung."

Tbc

8 lettersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang