letters - 5

343 51 2
                                    

Jungwon terbangun di sebuah ruangan yang asing. Hal pertama yang dia rasakan adalah nyeri di bagian pinggangnya. Itu membuatnya kembali teringat dengan penyebab rasa sakit itu. Ia mengepalkan tangan dengan kuat, matanya memandang jauh dengan berkaca-kaca.

"Aku akan pastikan Riki membayar semua ini."

"Kau masih belum berubah rupanya."

Jungwon lantas menoleh setelah mendengar suara orang lain di ruangan tersebut. Mata kucingnya membelalak ketika melihat Jongseong. Ya, orang itu adalah gurunya yang tahun lalu dia jebak hingga masuk jeruji besi.

Pemuda itu tampak terduduk rusuh dan bergerak menjauh dari Jongseong. Terlihat sorot ketakutan di matanya, meski ia berusaha terlihat berani.

Jongseong hanya memperhatikan gerak-geriknya. Ia kemudian duduk di tepi ranjang setelah menaruh nampan di atas nakas.

"Kenapa kau menatapku begitu?"

Jungwon berganti menatapnya sengit. "Kau pasti sedang merencanakan sesuatu untuk balas dendam padaku kan?"

Jongseong mengerutkan dahinya bingung. "Balas dendam apa?"

"Jangan berlagak sok polos! Aku yang sudah membuatmu di penjara, dan setelah bebas kau berusaha mencariku untuk balas dendam. Aku tau rencana busukmu!"

Jongseong masih terdiam selama beberapa saat, hingga kemudian dia tertawa. Jungwon semakin bergeser menjauh karena ia merasa tawa Jongseong menakutkan seperti psikopat.

"Lucu sekali. Kalau begini keliatan sekali kau masih anak berusia 16 tahun, Jungwon."

Siswa SMA itu menatapnya tak suka. Dia memang masih kecil tapi tidak suka diperjelas kalau dia masih kecil.

"Aku bukan orang seperti itu. Aku tidak dendam padamu."

"Bohong."

Jongseong hanya tersenyum geli. Dia menggeleng pelan sebelum beranjak menuju lemari di ujung ruangan.

"Kalau memang aku dendam padamu, seharusnya aku tidak menolongmu tadi siang. Tapi aku memilih membawamu kemari. Karena aku tau kau pasti tidak ingin pulang ke rumah kan?"

"Sok tau," ketus Jungwon setelah beberapa saat dia terdiam.

Jongseong menggendikkan bahu. Dia kembali menghampiri Jungwon sembari membawa satu set piyama biru berbahan satin.

"Terserah yang kau yakini saja kalau begitu. Ini, ganti pakaianmu. Menginaplah disini selama yang kau mau. Sudah malam, percuma juga kau berkeliaran di jalan."

Jungwon tidak langsung mengambilnya. Dia masih memandang Jongseong was-was. Tapi setelah merasa tidak ada rencana terselubung di wajah Jongseong, Jungwon pun akhirnya mengambil piyama tersebut.

Jongseong tersenyum.

"Setelah ganti pakaian, makanlah. Aku tidur di ruang tengah kalau kau butuh sesuatu."

Jungwon hanya diam, gengsi untuk merespon apapun. Jongseong sendiri lantas beranjak keluar dari kamarnya sendiri dan memilih tidur di ruang tengah.

Sepeninggal Jongseong, Jungwon tampak sedang memperhatikan piyama di tangannya. Tidak ada yang menarik dari piyama itu, selain aroma parfum yang begitu khas—lembut namun maskulin—seperti bau tubuh Jongseong. Ia mendekatkan piyama itu ke hidungnya, menghirup aroma tersebut dengan rakus hingga paru-parunya terasa penuh. Lantas mendekapnya erat sambil tersenyum samar.

Tak terasa sudah 6 bulan berlalu sejak ia terakhir kali bertemu Jongseong.

Dan akhirnya dia bisa mencium aroma tubuh pria itu lagi, yang sejak awal pertemuan mereka menjadi candu baginya.

8 lettersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang