✧・゚: *✧・゚:*"Abang pulang" Kala bersama Abi memasuki rumah dengan menenteng masing-masing dua plastik putih besar. Abi yang pertama menemui Nana yang sedang memasak. Tadi, saat Langit mandi, Nana memutuskan untuk menyapu terlebih dahulu. Jadi, Nana baru sempat memasak sekarang.
"Na"
"Eh, abang" Nana menoleh, lalu memeluk Abi, kebiasaannya saat kakak-kakaknya baru saja pulang.
"Langit mana?"
"Nana suruh jemput Aksara. Terus, Bang Nata otw pulang, Bang Hainan juga" kata Nana, kembali fokus ke masakannya.
Abi manggut-manggut. Sedetik kemudian, pemuda itu menatap wajah teduh adiknya. Selalu saja tersirat ketulusan dan kasih sayang dari Nana. Anak itu, sebenarnya dewasa karena keadaan.
"Bang Abi, mandi dulu gih. Nggak bosen liat wajah tampan Nana?" celoteh Nana, masih sibuk menumis ayam kecap sambil cengengesan. Abi tergelak.
Kala yang tak sengaja mendengarnya, langsung menoyor ringan kepala Nana. Membuat Nana terkejut. Kala terlanjur gemas dengan perkataan Nana yang pedenya luar biasa. Tapi, memang tampan sih.
"EEHH, GUE KIRA HANTU" seru Nana, mengusap dadanya setelah dihadiahi satu toyoran dari Kala.
"Pede banget lo" komentar Kala, tapi setelah itu beralih mencium pipi adiknya dengan jahil.
"BANG, GELI TAU GAK!"
"Minggir, Aksa. Abang mau nugas" Aksara sedikit mendongak, menatap Nata yang sudah membawa laptop.
Aksara mengangguk, lalu menggeser posisi duduknya. Membiarkan kakak laki-lakinya yang berusia 21 tahun itu duduk di sebelahnya. Saat ini, Aksara tengah menikmati acara TV kesukaannya. Sedangkan Nata hanya sibuk berkutat dengan laptopnya. Nata sama sekali tidak terganggu, hanya saja kadang celotehan dari adiknya yang berusia 16 tahun itu kerap membuat atensinya teralihkan.
"Bang" Suara Aksara membuat Nata sedikit mengangkat dagunya. Hanya pandangannya masih tertuju pada layar laptop.
"Hm?"
"Abang nggak capek ya?" Aksara mendusel di bahu Nata, memperhatikan setiap kalimat yang diketik Nata di layar.
Gerakan mengetik Nata terhenti. Pertanyaan sederhana dari seorang anak 1 SMA, tapi cukup mengena di hatinya. Nata baru menyadarinya. Selama ini, dirinya hanya menjalaninya dengan biasa saja. Sekarang, Nata seperti baru merasa. Dirinya juga lelah.
"Abang capek. Tapi lebih capek Bang Kala sama Bang Abi" balas Nata, menghela nafas. Aksara masih menatap layar laptop Nata.
Semenjak kepergian kedua orang tua mereka, Nata jadi lebih aktif membantu Abi dan Kala. Dulu, Nata bisa saja bangun siang saat hari libur. Namun sekarang lain. Ia harus bangun lebih pagi untuk membantu kedua kakak tertuanya.
"Abang kalo capek, bilang sama Aksara ya. Aksara pengen bisa bantu abang."
Sial. Mata Nata jadi memanas. Kalimat sederhana dengan nada datar dari adiknya itu, sukses membuat perasaannya berkecamuk.
"Iya.. " lirih Nata.
"Dewasa betul bontot gue ini." kata Nata, menarik Aksara dalam dekapannya.
"EH KADAL KEJEPIT"
Parahnya lagi, Hainan datang disaat yang tidak tepat. Pasti sebentar lagi, Nata dan Aksara akan menjadi bahan ledekan Hainan.
"ABANGG, BANG NATA SAMA AKSARA BANG, LAGI AKUR-AKURNYA!"
"BERISIK LO AH" Nata segera melempar Hainan dengan bantal sofa. Yang tentu saja membuat Hainan mencak-mencak.
"Tumbenan say. Biasanya juga berantem." seloroh Hainan, duduk di sebelah Nata. Pandangannya tertuju pada acara berita di TV.
"Komen mulu lo." sahut Aksara, memutar bola matanya malas.
"Gue tau."
"Lo pasti kangen kan bicara berdua sama Nata? Deep talk lagi" ujar Hainan, tersenyum sembari maniknya menatap Nata dan Aksara bergantian.
"Nggakpapa. Selagi kalian masih ada waktu.. "
"Adek-adek abang yang nyebelinnya ngalahin bocah tetangga, nih, ada cemilan" Abi datang, membawakan beberapa bungkus keripik untuk menemani malam mereka.
Nana menyambar sebungkus keripik kentang, lalu memakannya.
"Dibagi lah, bang. Maruk amat lo jadi orang" sindir Langit, ikut menikmati camilan yang sudah dibuka oleh Nana.
Hainan menyambar remot TV, lalu mengganti dengan acara komedi. Ini tradisi tujuh bersaudara satu ini. Setiap malam, mereka sepakat untuk berkumpul di ruang tengah dan menonton TV bersama-sama sebelum tidur.
"Nah, sip!"
"Udah pada ngerjain pr kan?" tanya Abi, menatap satu persatu adik-adiknya. Nata, Hainan, Nana, Langit dan Aksara mengangguk.
"Besok, abang pulang awal. Pada mau dibawain apa?" tanya Abi, lagi.
Nata terdiam sesaat. Koreksi, tak hanya Nata, melainkan Hainan, Nana, Langit dan Aksara juga terdiam.
"Makanan aja bang. Nggak usah yang mahal-mahal ya. Yang mahal cukup ciuman dan pelukan abang buat kami" kata Langit, pelan. Dan itu sukses membuat Abi bungkam.
Kala yang daritadi menyimak, langsung memeluk tubuh si sulung itu dengan erat. Diikuti oleh Nata, Hainan, Nana, Langit serta Aksara. Semua perasaan tujuh bersaudara itu jadi mellow sekarang.
"Abang pasti capek ya.." lirih Nata.
"Selama ada kalian, abang nggak akan pernah capek" jawab Abi, balas memeluk keenam adiknya dengan erat juga.
"Jangan cepet dewasa ya kalian. Abang nanti gabisa liat wajah kalian yang lawak kek bocah blok sebelah" kelakar Abi, sukses membuat keenam adiknya tertawa.
Bahkan, Aksara menjadi korban dari pukulan Hainan karena saking terpingkal-pingkalnya. Kata Hainan, bocah blok sebelah memang lawaknya minta ampun! Karena itu, ia sampai terpingkal-pingkal.
Malam ini, tanpa persiapan ataupun rencana, keenam pemuda itu memilih menghadiahkan pelukan untuk si sulung.
Mereka tahu lelahnya Abi bagaimana. Mereka tahu bagaimana Abi terus menjaga mereka. Tapi, mereka juga tahu saat harus saling menyemangati.
"Pelukan buat abang, dari kita!"
✧・゚: *✧・゚:*
Hai wargah tercingtah, ini kayanya hi angel hiat dulu deh. mau fokus ke sini dlu, wuhuhuuu, boom voment yuk!
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐮𝐣𝐮𝐡 𝐌𝐢𝐦𝐩𝐢 ✔ [ revisi ]
FanfictionBagi keenam adiknya, si sulung itu keren. Ia mampu memendam seluruh rasa letihnya hanya untuk membuat adik-adiknya tak khawatir padanya. Hidup tanpa adanya sosok ibu dan ayah itu memang sulit, tapi si sulung dengan tekadnya, mampu menjadi kakak sek...