Hari ini, pasangan Nata dan Triska yang memang sudah jadian seminggu yang lalu berencana untuk makan malam bersama di rumah enam bersaudara. Bukan tanpa apa-apa, tapi Nata yang menginginkannya, sekalian cooking date bersama Triska. Jadi, Nata akan menjemput Triska sore nanti.
Sabtu siang ini, Nata dan Nana sedang main game bersama di ruang keluarga. Hainan dan Langit sedang belanja bahan makanan, sekalian tambahan untuk cooking date Nata dan Triska. Sementara Kala, Aksara, beserta Lana, sedang berada di Cafe Teratai untuk menyelesaikan pekerjaan sekaligus membantu Aksara mengerjakan tugas sekolah.
Candaan dan ejekan sama-sama mereka lontarkan saat bermain game tersebut. Puas bermain game, mereka sama-sama meletakkan hp mereka dan memutuskan untuk mengobrol.
"Nanti beneran cooking date sama Kak Triska?."
"He'em."
"Nyicip dong nanti." Nana menaikturunkan alisnya.
"Nggak mau ah."
"Ih, kok gitu. Mentang-mentang udah punya pacar. Jadi kaya gitu sama adeknya." protes Nana, mengerucutkan bibirnya, berniat pura-pura merajuk.
Nata tertawa lalu mengasak-asak rambut adiknya yang satu itu.
"Iya iya. Nanti boleh. Yaudah, gue jemput Triska dulu ya." kata Nata, lantas meraih hpnya dan beranjak untuk berganti pakaian. Lantas, pemuda itu menaiki motornya dan berangkat menjemput sang kekasih.
Nana yang semula duduk anteng sambil memainkan hpnya, mulai bosan. Akhirnya, pemuda itu memutuskan untuk naik ke lantai dua. Nana terpikir untuk masuk ke kamar mendiang kakaknya, Abi. Karena sudah sekitar tiga bulan ini Nana jarang memasuki kamar dengan aroma khas tersebut.
Dibukanya pintu kamar tersebut. Angin dari jendela yang dibuka menerpa wajahnya. Pemuda itu duduk di tepi kasur.
Wajah manis sang kakak terbayang di benaknya. Terbayang pula sosok Abi yang selalu memeluknya dan mengasak-asak gemas rambutnya.
Walaupun sudah tiga bulan semenjak kepergian Abi dan Nana sudah mulai merelakannya, Nana tetap sering merindukannya. Tak jarang pula pemuda itu masih meneteskan air mata saat sedang dirundung rindu yang teramat sangat.
Pandangan Nana beralih ke lemari cokelat. Pemuda itu berdiri, lantas membuka lemari tersebut. Beberapa jas kantor, dasi, kemeja, kaus santai, celana pendek, bahkan kaus bergambar kucing hadiah dari Nana pun masih tergantung rapi disana.
Ada sebuah laci di lemari itu yang menarik perhatiannya. Ditariknya perlahan gagang laci tersebut. Dan Nana menemukan figura berukuran sedang berisi foto mereka bertujuh saat masih kecil dan kedua orang tua mereka. Sebuah kurva kecil terbit di bibir pemuda itu.
Sebuah kertas yang masih terlipat rapi di laci, yang tak jauh dari tempat figura itu terletak, membuat atensi Nana teralihkan. Tangan Nana mengambil kertas itu. Dibukanya secara perlahan dan seketika itu juga air matanya meleleh.
Gue enggak suka lihat adek-adek sedih. Mimpi gue itu apapun yang terjadi, adek-adek gue harus bahagia. Dengan atau tanpa gue disana.
Abi sebenarnya tipikal orang yang jarang memakai kata lo-gue di kehidupan sehari-hari. Kecuali disaat-saat ia sedang sendiri, atau disaat ia bertemu teman lamanya.
Nana tersenyum tipis. Air matanya mengalir, membentuk anak sungai kecil di pipinya.
Harapan sang kakak untuk keenam adiknya mungkin sudah terkabul. Perlahan pula keenam adiknya mulai bangkit dari duka yang menyelimuti.
Tujuh pemuda. Tujuh raga. Tujuh mimpi. Ketujuh raga itu memiliki mimpi, secara publik dan secara sendiri. Nana bermimpi menjadi seorang musisi, dan Nana bermimpi ia bisa bersama saudara-saudaranya sampai akhir nanti.
Nyatanya, seorang kakak yang menjadi tempat ia pulang saat lelah, memilih untuk pulang. Berat memang. Tapi, Nana pun harus bangkit dan menguatkan dirinya kembali. Ia telah bertekad untuk selalu menjaga saudara-saudaranya.
Sayup-sayup, terdengar suara Hainan dan Langit yang baru saja pulang, juga suara Nata dan Triska yang juga baru sampai. Kemudian disusul suara Kala, Lana dan Aksara. Sepertinya mereka datang bersamaan.
Nana keluar dari kamar Abi. Lalu menutup pintunya. Pemuda itu melongok ke lantai satu.
"BANG, JANGAN DIMAKAN IH! ITU CEMILAN BUAT AKSARA!"
"Minta dikit elah, pelit banget."
"Bodo amat kalau di amuk bontot nanti."
"Hei, udah-udah! Kak, kayak bocah aja sih." Suara Triska yang ikut menggema terdengar gemas sekaligus jengah karena tingkah Nata.
Langit yang masih sedikit berdebat dengan Nata memilih untuk diam saja. Pemuda itu mulai pusing rasanya jika berdebat dengan Nata.
Hainan memilih untuk tidak ikut campur dan hanya mengomeli mereka berdua. Tak lupa, pemuda itu meletakkan dua kresek putih besar di dapur.
"Wah, Nata enggak jadi dinner berduaan nih." ledek Lana. Nata hanya memutar bola matanya malas. Triska bahkan tidak keberatan.
"Udah, Ta. Lo bisa date besok-besok." hibur Kala. Ia tahu adiknya yang satu itu sedikit kecewa. Nata mengangguk. Tak apalah, lagipula makan malam bersama lebih menyenangkan.
"BANG NANAAAA. ADUH, NGARET BETUL. BANGG, GUE TUNGGU DIBAWAH YAAA" Suara lantang Aksara menggema, membuat Nana yang masih melongok ke lantai satu tanpa diketahui, perlahan tersenyum.
Ya. Nana bisa kembali menjalankan kehidupannya. Ia harus bahagia, sebagaimana yang Abi harapkan. Ia berjanji akan selalu menjaga saudara-saudaranya. Dan akan selalu menyayangi Abi, sampai kapanpun.
𝐓𝐮𝐣𝐮𝐡 𝐌𝐢𝐦𝐩𝐢
6 Maret 2023-End-
-------------------
Akhirnyaaa, selesai jugaaa. Bentar-bentar, jangan cemberut atau sedih gitu dong! Kan masih ada bonchap, satu doang deng:).
Aku banyak-banyak ucapin terimakasih sama kalian semua. Terlebih yang udah pantengin nih cerita dari awal debut sampe end. Makasih juga yang udah setiap hari nungguin nih author ngaret buat up.
Buat yg ini segini dulu aja kali ya ucapannya. Ntar di chap berikutnya bakal panjang, ASEK.
Okeii, kamsahamnida 💗💗
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐮𝐣𝐮𝐡 𝐌𝐢𝐦𝐩𝐢 ✔ [ revisi ]
FanficBagi keenam adiknya, si sulung itu keren. Ia mampu memendam seluruh rasa letihnya hanya untuk membuat adik-adiknya tak khawatir padanya. Hidup tanpa adanya sosok ibu dan ayah itu memang sulit, tapi si sulung dengan tekadnya, mampu menjadi kakak sek...