Lembar 11 : Sayangi Abang, Sayangi Diri Kamu Juga

874 78 6
                                    

Rintik hujan itu terus membasahi bumi malam ini. Terkadang, angin dingin tanpa permisi menyelonong masuk dan membuat tujuh pemuda di dalam rumah itu merasa kedinginan.

Seperti biasa, mereka berenam tengah menonton TV bersama di ruang keluarga. Namun, kali ini kesepakatan berubah. Mereka sepakat untuk terjaga sampai jam dua pagi. Lagipula, besok mereka libur semua. Ah, kalian pasti bertanya kenapa hanya enam yang berada di ruang keluarga malam itu?

Aksara.

Iya. Aksara bilang akan menyusul kakak-kakaknya. Tapi, pemuda itu malah mengasak-asak rambutnya frustasi. Anak kelas satu SMA itu memandang kertas yang ia pegang. Tertulis, nilai 54 di pojok kanan atas. Pemuda itu tengah bergelut dengan semua perasaannya. Kesal, marah, kecewa, takut. Takut akan kakaknya yang akan kecewa padanya.

Sementara di bawah, Abi tampak celingak-celinguk mencari bungsu kesayangannya itu. Lantas, menyuruh Kala untuk mengecek Aksara di kamarnya.

Ceklek.

Bunyi pintu kamar yang dibuka oleh Kala itu sontak menarik atensi Aksara. Pemuda itu menoleh, dengan cepat mengucek matanya, seolah ia kelilipan, padahal air matanya hampir saja jatuh.

Kala mengernyit.

"Aksara, kenapa?" Kala mendekat, lalu mengajak Aksara duduk di pinggir kasur.

Aksara cepat menggeleng.

"Nggak apa-apa, bang".

"Aksa, abang udah berapa tahun sih jadi abang buat lo? Abang tau lah kalo adek abang ini lagi nggak baik-baik aja" Tangan Kala naik, mengusap puncak kepala si bungsu.

Aksara diam beberapa saat.

Sedetik kemudian, Aksara menyerbu daksa Kala. Terisak tak terhenti. Suaranya pun tenggelam di kaus Kala.

Kala jelas terkejut. Ada apa dengan Aksara sebenarnya?

"Hei.. Kenapa, dek?" Kala tak berpikir dua kali. Dirinya langsung mengeratkan pelukannya pada Aksara.

"Abang itu -HUEEEEE" Air mata Aksara malah semakin deras. Asal kalian tahu, Kala sebenarnya mati-matian menahan rasa gemasnya.

Di lepasnya pelukannya. Lalu menangkup wajah Aksara.

"Kenapa?"

"Ulangan Aksara, bang.." Aksara menunjuk kertas di atas meja belajarnya, lalu menangis lagi.

Kala hendak bangkit, namun ditahan oleh Aksara.

"JANGAN ABANG. AKSARA UDAH BIKIN KECEWA ABANGG" pekik Aksara. Kala lantas merengkuhnya lagi sambil tertawa.

"Ssttt, nanti Bang Abi sama yang lain denger. Mau diketawain?" kata Kala, mengusap perlahan surai kecoklatan Aksara.

Lantas, Kala kembali mengulang pertanyaannya.

"Nilai ulangan Aksara.. Dapat 54..." Isak kecil Aksara terdengar kembali. Kala menghela nafas. Antara lega dan gemas pula pada adiknya yang satu itu.

"Astaga, Aksaraaaa. Abang kira kenapa." Kala akhirnya hanya bisa terkekeh.

"A-bang nggak marah, kan?"

"Nggak. Tapi, lain kali harus lebih baik ya. Sini, abang peluk biar sedihnya hilang." Kala merentangkan tangan. Dan adiknya itu lantas memeluknya erat-erat.

Kala itu tempat ternyaman untuk pulang.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐓𝐮𝐣𝐮𝐡 𝐌𝐢𝐦𝐩𝐢 ✔ [ revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang