"WASSAPP EPRIBADEHHH" Teriakan itu menggema ke seluruh penjuru rumah. Siapa pemilik suara nyaring ini? Tak lain dan tak bukan, tentu saja, Langit Pradipta Asgara.
Di belakang Langit, ada Nana yang menenteng dua keranjang berisi bunga mawar merah dan juga membawa dua tangkai bunga mawar putih.
Nata yang melihatnya, lantas menjitak dahi Langit. Membuat adiknya itu mengaduh kesakitan.
"Aduh! Sakit bang!"
"Abisnya lo ga bantuin Nana. Kasihan!" tandas Nata, mengambil alih dia keranjang berisi bunga mawar tersebut dari tangan Nana.
"Biarin lah, bang. Tadi Langit juga udah boncengin gue" sahut Nana. Kalau lagi mode kalem, Nana memang begini. Tapi kalau mode reog nya sudah menyala, hati-hati saja. Mungkin Aksara atau Hainan akan jadi korban keusilannya.
"Yaudah. Makan siang dulu sana" kata Nata, lantas meletakkan keranjang tersebut di dekat sofa ruang keluarga.
Nana dan Langit hanya mengacungkan jempolnya.
Di ruang makan ternyata ada Abi. Pemuda yang paling tua itu tengah menikmati secangkir teh hangatnya.
"Eh, abang"
Abi menoleh, lalu tersenyum.
"Gimana? Udah kan bunganya?"
"Bereeess. Aisha juga udah kasih diskon tadi" kata Nana, duduk berhadapan dengan Abi. Sedetik kemudian, Nana menopang dagunya. Memperhatikan wajah Abi.
Wajah letih penuh kasih sayang dan ketulusan yang mendalam itu punya senyum untuk setiap lembar kisahnya. Pemuda itu tak pernah mengeluh dan selalu sabar. Bahkan, Nana tak pernah melihat kakaknya yang satu itu menangis.
Abi selalu tersenyum agar tak membuat adik-adiknya khawatir. Nana tahu, sebenarnya pemuda di hadapannya ini memendam semua rasa lelah dan sakit. Karena semua itu lantas terobati dengan senyuman dan tingkah adik-adiknya.
Nana sendiri pernah berpikir. Abi itu sebelas duabelas sama mama. Abi yang berani mengambil keputusan untuk membesarkan adik-adiknya, bersama dengan Kala itu, membuat Nana merasa kagum. Abi menyayangi dirinya, dan adik Abi yang lain.
"Na?"
Nana sedikit tersentak. Baru sadar kalau dirinya tadi tengah melamun.
"Eh, iya bang?"
Langit, yang berada di sebelahnya terkekeh.
"Terpesona ketampanan Bang Abi lo?"
Nana tertawa kecil, walaupun sebenarnya ia ingin mengangguk kuat-kuat.
"Ah, kangen mama" celetuk Abi.
Nana menatap lekat wajah teduh Abi.
"Bang?"
"Hm?"
Nana dan Langit tersenyum.
"Kami juga bang" kata Langit.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐮𝐣𝐮𝐡 𝐌𝐢𝐦𝐩𝐢 ✔ [ revisi ]
FanfictionBagi keenam adiknya, si sulung itu keren. Ia mampu memendam seluruh rasa letihnya hanya untuk membuat adik-adiknya tak khawatir padanya. Hidup tanpa adanya sosok ibu dan ayah itu memang sulit, tapi si sulung dengan tekadnya, mampu menjadi kakak sek...