Hari ini, Kala berencana mengajak keenam saudaranya untuk pergi ke Cafe Teratai. Selain untuk bertemu kembali dengan Lana, Kala juga rindu meracik kopi di konter cafe.
Karena manager cafe itu teman dari mendiang papa, tentu saja Kala akan dibolehkan untuk menjadi barista kembali, walau hanya dalam waktu satu hari.
"Abang, adek, sini deh, Kala mau ngomong" pinta Kala dari ruang keluarga.
Seperti tentara, semua langsung menghampiri Kala. Nata yang masih ogah-ogahan lantas segera berlari ke bawah, disusul Hainan. Nana pun ikut turun masih dengan muka bantalnya, di belakangnya ada Langit, yang tadi susah payah menarik Nana agar bangun.
Terakhir dari ruang makan, keluarlah Abi dan Aksara. Setelah semua datang, mereka pun duduk dan mendengarkan si sulung kedua itu dengan seksama.
"Gini, Kala mau ngajak kalian ke Cafe Teratai. Pada mau nggak?" Kala menatap satu-persatu wajah saudara-saudaranya.
"Abang mau aja, Kal. Adek-adek gimana?" Abi menyapukan pandangan ke arah adik-adiknya.
Nata tersenyum-senyum sendiri. Dan hal itu lantas membuat Langit yang berada di dekatnya langsung meledeknya habis-habisan.
"Pasti dong abang ikut. Kan ada calon istri" Langit menaikturunkan alisnya.
"Bocah nggak usah ikut campur" sahut Nata, menjitak dahi Langit.
"Nana ikut" Nana mengangkat tangannya. Aksara juga mengangguk.
"Ikut juga!" kata Hainan, terkekeh.
"Oke. Ikut semua kan? Nanti malam ya jam tujuh. Kita have fun di cafe" balas Kala, tersenyum manis. Setelah itu, keenam saudaranya segera beranjak dan melakukan aktivitas lainnya.
"Nata, bisa minta tolong cuciin mobil abang?" Abi memandang Nata. Nata balas memandang Nana di sebelahnya, tersenyum jahil dan mengangguk untuk menyanggupi permintaan Abi.
"Ayo, ikut gue" Nata menarik tangan Nana, menuju halaman.
"Kan cuma abang yang disuruh Bang Abi! Gue kenapa disuruh ikut-ikutan?" omel Nana, bersedekap dada, memandang jengah kelakuan Nata.
"Sstt, bantuin abang. Besok abang beliin es krim." Nata mengerling.
Sukses?
Tentu saja!
Nana langsung menyetujuinya tanpa menawar dengan apapun. Pemuda itu lantas menggulung celana panjangnya, dan bersiap untuk membantu Nata.
Nata masuk ke dalam mobil, lalu menyetir mobil sampai ke halaman. Dirasa posisi mobil sudah pas, pemuda itu lantas mematikan mesin lalu turun, dan menyalakan kran yang sudah terhubung dengan selang.
"Bang" panggil Nana, di sela-sela ia mulai membasahi mobil.
"Apa?"
"Lo kapan nembak Kak Ika?" tanya Nana, dan yang dimaksud adalah Triska. Pemuda itu memanggil Triska dengan panggilan Ika. Triska juga oke-oke saja, selagi panggilannya nggak aneh-aneh. Beda sama Zoe, yang kalau manggil Triska suka aneh atau melenceng jauh dari nama aslinya.
"Haish, jangan ikut campur" sembur Nata. Entah kenapa belakangan ini adik-adiknya malah bawel tentang kasus percintaannya.
"Lebih baik buruan ditembak, bang. Biar plong" saran Nana, kali ini dia menatap wajah Nata di depannya, yang nampak serius menggosok mobil dengan kanebo.
"Percintaan abang, kok lo yang riweuh." cetus Nata.
"Bukan gitu. Mana tau, kalian menyimpan perasaan yang sama?" pancing Nana. Aktifitas menggosok mobil Nata terhenti. Jantungnya berdebar. Kalau sampai benar, bagaimana?
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐮𝐣𝐮𝐡 𝐌𝐢𝐦𝐩𝐢 ✔ [ revisi ]
FanfictionBagi keenam adiknya, si sulung itu keren. Ia mampu memendam seluruh rasa letihnya hanya untuk membuat adik-adiknya tak khawatir padanya. Hidup tanpa adanya sosok ibu dan ayah itu memang sulit, tapi si sulung dengan tekadnya, mampu menjadi kakak sek...