Lembar 6 : Abang Selalu Sayang Sama Langit

969 100 4
                                    

Pagi buta, Langit bergegas mandi dan memakai sepatu nya. Ia tak peduli. Tak ada yang peduli padanya memang, pikirnya.

Pemuda itu mengendap-endap. Membuka pintu utama. Dan pergi ke sekolah menggunakan motornya.

Jalanan masih sepi. Hanya beberapa motor dan mobil yang berlalu-lalang, menemani dirinya yang juga mengendarai motornya.

Kakak-kakak dan adiknya masih tertidur pulas tadi. Langit bahkan masih bisa melihat di spion, matanya sembab. Semalam ia memang habis menangis.

"Gue bego banget. Udah tau abang nggak bisa dateng, tetep maksa" gumam Langit, tertawa getir.

Pemuda itu melukiskan senyum kecut di bibirnya.

"Yah.. Bukan sekali ini kan? Abang memang selalu sibuk.. Tapi nggakpapa lah"

✧・゚: *✧・゚:*

"Langit mana?" tanya Abi pada Kala, tepat 20 menit setelah Langit pergi. Si sulung itu menatap Kala yang sedang mencuci piring.

"Lho? Nggak ada di kamarnya?" Kala balas bertanya. Pandangannya fokus ke cucian piring yang ia kerjakan.

"Apa dia berangkat tanpa pamit kita?" Abi membetulkan dasi nya. Kala mengangkat bahu.

"Abang jadi kepikiran"

"Dia udah agak keterlaluan tadi malam, bang" keluh Kala, mengasak rambutnya asal sebelum mematikan kran air.

"Abang tau, Kal. Tapi, Abang juga harusnya jadi abang yang peduli sama dia"

"Bicara apa sih bang? Abang kan memang sibuk.. " lirih Kala. Entah kenapa, hatinya nyeri saat mengingat perkataan Langit semalam.

"Kala"

"Hm?"

"Abang udah jadi abang yang baik belum buat kalian?" tanya Abi, menatap lekat Kala.

Kala terdiam sejenak.

Sedetik kemudian, daksa Abi lantas didekap oleh Kala. Pemuda itu menggeleng. Sakit hatinya saat Abi berkata seperti itu.

"Abang bicara apa sih hah? Abang itu baik banget! Abang itu alasan kami tersenyum setiap hari bang" isak Kala.

Abi tertegun. Ia belum pernah melihat Kala serapuh ini. Kala yang ia kenal selalu tersenyum, tegas dan lembut. Bahkan Abi tak pernah melihat Kala menangis. Atau mungkin karena, Abi sibuk?

Tangan Abi mengusap punggung Kala.

"Kala jangan nangis. Abang kan cuma tanya" bisik Abi, lantas mengusap surai Kala.

"Abang jangan tanya kayak gitu! Seolah abang gagal jadi abang buat kami! Kala nggak suka" balas Kala. Tangisannya mereda. Abi mengangguk.

"Maaf ya.. "

 "

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐓𝐮𝐣𝐮𝐡 𝐌𝐢𝐦𝐩𝐢 ✔ [ revisi ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang