Lana tengah menyapu lantai cafe sore itu sambil tersenyum tidak jelas karena malam ini ia akan berkencan untuk pertama kalinya dengan Kala setelah mereka resmi berpacaran tiga hari yang lalu, ketika suara tabrakan yang kencang membuatnya terjingkat.
Gadis itu dapat melihat orang-orang berlarian guna menolong sang korban. Yudha, rekan kerjanya pun ikut keluar. Sementara, Lana, fokus gadis itu masih utuh tertuju pada pekerjaannya.
Setengah jam berlalu, beberapa mobil polisi nampak berada di depan cafe. Lana akhirnya memutuskan keluar, melihat sebuah mobil yang remuk yang akan diderek. Gadis itu lantas menepuk bahu Yudha. Pemuda itu menoleh.
"Kecelakaan, Yudh?"
Yudha mengangguk. "Tunggal, tapi karena menghindari truk" tambahnya. Lana manggut-manggut.
Sekelebat ingatan melintas di benaknya. Sepertinya ia pernah melihat mobil itu. Tapi dimana?.
"Korbannya cewek apa cowok?" Lana kembali bertanya.
"Cowok"
"Udah diidentifikasi namanya?"
"Tadi ada mas-mas nemu KTP korban. Kalau nggak salah korban tadi namanya Abi"
Sontak, jantung Lana berpacu. Darahnya seola berdesir kencang. Tidak. Ia harus menyingkirkan pikiran buruknya jauh-jauh. Nama Abi bukanlah hanya satu di dunia ini.
"M-mas-mas nya yang mana?" Lana meneguk ludahnya kasar.
"Tuh" Yudha menunjuk seorang pemuda berusia sekitar 21 tahun, berdiri tak jauh dari lokasi utama kecelakaan. Lana lantas berlari menuju pemuda itu, diikuti Yudha karena heran dengan sikap Lana.
"P-permisi mas. Tadi mas yang nemuin KTP korban? Kalau boleh tau, nama korban siapa ya?" tanya Lana, mendesak pemuda itu untuk segera menjawabnya.
"Ohh, nama korbannya? Tadi kalau nggak salah, Abi" jawab pemuda itu, lantas meminta izin untuk melihat kembali sebuah KTP yang dibawa oleh polisi yang masih ada disitu. Pemuda itu mengangguk.
"Abiyasta Adanu Jumantara, nama lengkapnya."
Daritadi, pemuda itu tak beringsut sedikitpun. Tatapannya tertuju pada secangkir teh yang tersisa setengah milik Abi yang masih setia berada di atas meja ruang keluarga.
Nana menghela nafas. Sungguh, perasaannya semakin gelisah. Tapi, karena apa? Nana juga tidak tahu.
"Lo kenapa sih, Na? Kayak orang cemas gitu" tanya Kala, yang baru datang sambil membawa sebungkus kripik kentang, lalu memposisikan duduknya di sebelah Nana.
Nana hanya mengangkat bahu.
Kala bergidik. "Hii, lo kesambet ya? Biasanya juga aktif" cetusnya. Nana hanya diam.
"Bang" Pemuda itu akhirnya buka suara. Sementara yang dipanggil hanya berdeham.
"Perasaan gue nggak enak, kenapa ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐓𝐮𝐣𝐮𝐡 𝐌𝐢𝐦𝐩𝐢 ✔ [ revisi ]
FanficBagi keenam adiknya, si sulung itu keren. Ia mampu memendam seluruh rasa letihnya hanya untuk membuat adik-adiknya tak khawatir padanya. Hidup tanpa adanya sosok ibu dan ayah itu memang sulit, tapi si sulung dengan tekadnya, mampu menjadi kakak sek...