Chapter 14

157 22 9
                                    

Holaaaa
Janlup tekan bintangnya ya🧡

Chapter 14

🍃

Waktu berlalu dengan sangat cepat. Meskipun Arina banyak mendapatkan kebahagiaan dari Willy dan Ailee, ia merasa masih ada yang kurang. Walaupun ia sudah menganggap Ailee seperti putri kandungnya sendiri, namun Arina ingin memiliki buah hati yang lahir dari rahimnya. Sudah setahun lebih pernikahannya dengan Willy, namun Tuhan belum menghendaki Arina hamil.

Suatu pagi, Willy mencari istrinya karena tak menemukan Arina di dapur atau di ruang manapun. Ia pun mengecek kamar mandi yang ada di kamarnya dan sepertinya Arina memang di sana karena kamar mandi itu tertutup.

"Sayang, kok gak keluar-keluar? Ailee nyariin Bunda," Willy yang tak kunjung mendapat respons pun kembali bersuara. "Sayang, Arina..." Willy pun kaget ketika ia mendengar suara isak tangis. "Aku boleh masuk?" Willy pun segera membuka pintu karena ia mendengar suara tangisan Arina yang semakin pilu. Untunglah Arina tidak mengunci pintunya

"Sayang, kenapa?" Willy pun berjongkok di depan Arina yang terduduk lemah di atas kloset. Ia meraih kedua tangan Arina.

"Maafin aku, Mas... Aku telat haid lebih dari sepuluh hari... kukira hasilnya bakal dua garis... tapi ternyata lagi dan lagi masih satu garis..." Arina mengatakannya sambil terisak.

Willy pun menoleh ke wastafel di sampingnya. Ada tiga testpack dengan merk yang berbeda tergeletak begitu saja dan ketiganya menunjukkan hasil yang sama, satu garis.

"It's okay, sayang, it's okay," Willy mencoba menenangkan Arina dengan membawa istrinya itu ke dalam pelukannya.

"Kita udah nikah setahun lebih, Mas. Jangan-jangan ada yang salah sama tubuhku....," Arina berkata masih sambil terisak.

"Sayang, please, jangan pernah berpikir kayak gitu. Kita udah periksa dan kamu tau betul kita sama-sama tidak ada masalah. Please, don't blame yourself. Aku gak nuntut kamu buat cepet hamil."

"Mas gak nuntut aku karena Mas udah punya Ailee," sanggah Arina. Ia terlalu emosional sehingga ia tanpa sadar mengatakan unek-uneknya yang selama ini ia pendam. Arina pun melepaskan pelukannya dan kembali menangis.

"Arina, aku gak suka kalo kamu mulai bahas ini. Kita masih punya banyak waktu. Okay?" Berkali-kali Willy pun menenangkan Arina.

"Maafin aku, Mas," Arina meminta maaf untuk kesekian kalinya pada Willy karena hasil tesnya tidak kunjung positif.

"Mungkin kita harus berusaha lebih keras lagi? Percayalah, rencana Tuhan pasti lebih baik, Sayang," Ucap Willy ketika Arina melepaskan pelukannya. Arina pun mengangguk dan tersenyum samar. "I love you," ucap Willy kemudian mengecup Arina di kening kemudian turun ke bibir. Mereka larut dalam kecupan manis di pagi hari. Hingga Arina tersadar dan melepaskan tautan mereka.

"Mas, Ailee sendirian, Mas," ucap Arina setengah panik.

"Ya ampun, sampe lupa kalo tadi dia ngajakin sarapan. Ya udah yuk, keluar. Bunda harus semangat!" Willy mencoba menyemangati Arina.

▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎

Beberapa minggu berlalu, lima hari ini Arina di rumah berdua dengan Ailee karena sang suami sedang ada pekerjaan di luar kota. Sementara Willy yang sudah selesai dengan pekerjaannya, bergegas untuk segera pulang dan diperkirakan akan sampai di rumahnya malam ini. Arina yang merasa pusing sejak kemarin tidak berminat untuk memasak sehingga ia memutuskan untuk delivery makanan.

"Sayang, mau makan apa?" Arina bertanya pada sang putri. "Kita delivery aja ya. Bunda lagi males masak."

"Apa aja, Nda," jawab Ailee. Beberapa detik kemudian, ia kembali bersuara, "Eum, Bunda, Ailee mau soto ayam," ucapnya bersemangat.

Sincerity ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang