Part 12: Menghindar (?)

136 23 2
                                    

Sejak pertama kali membaca nama kafe ini, kenangan Satrya tiba-tiba terbesit pada satu nama. Momen di mana dirinya dengan seseorang membahas tentang cita-cita gadis itu yang begitu menggebu-gebu. Jadi, bagaimana mungkin Satrya mampu melupakan nama kafe Thursday begitu saja.

Kalau dipikir-pikir, ia pernah membaca nama kafe tersebut saat teman kantornya membeli camilan malam. Apakah nama itu benar-benar seperti perkiraannya? Kendati demikian, setahu Satrya, gadis itu sedang berada di Australia.

Satrya mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan kafe. Kumpulan kue dan roti tertata rapi di etalase kaca. Pengunjung bisa melihat-lihat dengan bebas dan makan di tempat dengan nyaman. Ia juga bisa melihat nama-nama kue dan roti tertulis pada masing-masing menu. Betapa menggemaskannya bentuk kue dan roti di sana dengan berbagai topping warna -warni menambah daftar keinginannya untuk segera menikmati.

Satrya berniat menentukan menu yang akan dipilihannya, tetapi panggilan alam justru terasa memenuhi hasratnya lebih dulu. Lantas, ia bicara kepada Friska untuk pergi ke kamar kecil. Perempuan itu mengiakan dan kembali mencari kursi pilihannya.

Sejak dulu, Satrya sering kewalahan dengan rencana yang dibuat Friska. Apa pun yang dikehendaki perempuan itu, ia seakan sulit menolaknya. Contohnya saja seperti sekarang, datang ke kafe ini. Sejujurnya, pekerjaannya masih cukup banyak hari ini. Usai rapat sore tadi saja seharusnya Satrya masih punya jadwal diskusi dengan timnya, tetapi ia batalkan demi pertemuan mendadak ini.

Sebenarnya, Satrya tidak menolak dipertemukan dengan chef yang bekerjasama dengan perusahaan Friska. Namun, alangkah nyamannya bila semua rencana ini dibicarakan lebih dulu. Ia juga bisa lebih mudah mengatur pekerjaannya yang tertunda.

Ketika kembali ke kamar kecil, beberapa pilihan roti dan minuman sudah tersedia di atas meja. Friska terlihat sedang menikmati minumannya sambil memainkan ponsel di tangan. Namun, chef yang akan kami temui belum terlihat batang hidungnya.

Usai kembali dari kamar mandi, Satrya duduk di depan Friska. Perempuan itu lalu menawarkan beberapa kue dan roti pilihannya. Satrya mengambil classic eclair. Kue dengan saus cokelat itu langsung lumer begitu masuk ke mulutnya. Sepasang matanya membulat, kemudian tangannya kembali meraih lagi eclair dari atas piring. Eclair dengan topping warna hijau benar-benar memikat hatinya. Kali ini lelaki itu tersenyum saat mengambil dengan topping warna hijau. Begitu dikunyah, rasa pistachio mendominasi kue tersebut dan Satrya begitu menyukainya.

Di sela-sela Satrya menikmati kudapan di depannya, ia melihat Friska tengah melambaikan tangannya ke seseorang. Lantas, ia menolehkan kepalanya ke belakang demi menemukan sosok yang dimaksud Friska. Namun, jantungnya tiba-tiba melompat saat mengetahui sosok di sana. Gadis itu tersenyum ke arah Friska, tetapi Satrya bisa melihat perubahan wajahnya saat ia mengetahui keberadaannya.

Satrya menerima uluran tangan dari gadis itu saat Friska mengenalkan mereka. Tanpa basa basi lagi, gadis itu langsung duduk di antara Satrya dan Friska. Pembawaannya yang cerita ternyata masih belum hilang dari terakhir kali mereka berinteraksi.

"Jadi, bagaimana hasil pertimbangan kamu, La?"

"Oke dong, Mbak."

"Serius, oke?" Satrya melihat Friska sampai melompat dari tempat duduknya mendengar pernyataan Yola yang tiba-tiba dan terkesan santai.

"Iya, Mbak. Setelah aku pikir-pikir lagi, enggak ada salahnya tampil di televisi. Barangkali Thursday makin dikenal dunia nantinya."

"Nah, begitu dong! Kita kan, juga harus mikirin Thursday buat ke depannya, La. Bisnis harus tetap menguntungkan dong walaupun itu hasil dari hobi kamu semata."

Satrya merasa kalau Yola terus-terusan memandang ke arahnya. Gadis itu lalu berkata, "Diminum Pak Produser? Omong-omong, apa tanggapan Pak Produser soal Thursday?" Lama-lama Satrya agak risi dipandang seintens itu.

Thursday I'm In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang